Â
Liputan6.com, Palu - Solstis merupakan fenomena astronomi biasa yang kerap terjadi tiap tahun dan tidak berhubungan dengan aktivitas vulkanologi, gempa bumi, dan bencana hidrometeorologi. Hal itu diutarakan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Mutiara Sis Al-Jufri Palu Nur Alim, Rabu (21/12/2022).
"Fenomena alam ini berlaku di wilayah tertentu yakni kutub utara dan selatan, dampaknya waktu siang lebih pendek dan waktu malam lebih panjang sehingga suhu dingin semakin tinggi," kata Nur Alim.
Advertisement
Dirinya juga menjelaskan, masyarakat tidak perlu khawatir akan fenomena tersebut, karena fenomena solstis merupakan siklus tahunan astronomi, yang mana matahari berada paling utara maupun selatan ketika mengalami gerak semu tahunannya dan mempengaruhi perhitungan waktu.
Oleh karena itu, di daerah khatulistiwa tidak berpengaruh terhadap fenomena ini, sebab matahari tetap melalui jalur khatulistiwa dan daerah tropis tidak memiliki musim dingin.
"Masyarakat tidak perlu khawatir, karena Solstis tidak seseram isu yang disebarluaskan di media sosial," ucap Alim.
Ia mengatakan Solstis benar terjadi pada 21 Desember 2022 karena waktu ini adalah puncak fenomena tersebut sesuai dengan siklusnya dan fenomena tersebut juga bukan pemicu gempa, tsunami, banjir, tanah longsor, dan bencana alam lainnya.
Kalau pun terjadi hujan dengan intensitas tinggi hingga menimbulkan dampak, menurut dia, karena bulan ini sudah memasuki musim penghujan di wilayah-wilayah Monsun, berbeda dengan Sulteng karena masuk pada zona non zom atau wilayah yang tidak mempunyai batas yang jelas antara periode musim hujan dan musim kemarau.
"Daerah non zom biasanya didominasi potensi hujan lokalistik, yang secara garis besar, hujan turun tidak merata antara wilayah satu dengan yang lainnya," tutur Alim.
Â
Jangan percaya Hoaks
Nur Alim mengimbau masyarakat lebih bijak menyerap informasi yang beredar luas di media sosial, khususnya berkaitan dengan meteorologi supaya tidak menimbulkan keresahan publik.
Selain itu, informasi prakiraan cuaca yang dipublikasikan kepada publik dapat dimanfaatkan untuk bahan edukasi, sebagai pengetahuan sekaligus menjadi navigasi bagi masyarakat melakukan kegiatan perjalanan.
"Solstis tidak bisa dikaitkan dengan seringnya terjadi gempa, cuaca ekstrem, tsunami maupun gunung meletus, karena segmennya berbeda," katanya.Â
Advertisement