Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Dengan demikian, MK memutuskan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka untuk Pemilu 2024.
Baca Juga
Advertisement
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membacakan putusan di Gedung MK, Kamis (15/6/2023).
Adapun MK menilai, dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
"Pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ujar Anwar.
Lantas, apa itu sistem proporsional terbuka dalam pemilu? Simak penjelasannya berikut.
Seperti diketahui, Indonesia mempunyai dua sistem pemilu, yakni sistem proporsional dan distrik. Sistem proporsional adalah open list (sistem daftar terbuka). Dengan sistem ini para pemilih tidak hanya memilih partai, tetapi calon yang dikehendakinya.
Sedangkan sistem distrik, satu wilayah kecil (distrik pemilihan) memilih wakil tunggal atas dasar prularitas (suara terbanyak).
Risman, L., Suandi, S., & Basyarudin, B. (2022) dalam Pemilu Dalam Sistem Proporsional Terbuka Perpektif Kedaulatan Rakyat mengungkapkan, sistem proporsional terbuka dalam pemilu adalah sistem di mana partai politik mengajukan daftar calon anggota legislatif dan pemilih memilih partai politik, bukan calon individu.
Calon anggota legislatif dipilih berdasarkan urutan suara terbanyak di daftar partai politik tersebut. Sistem ini dianggap sebagai model kedaulatan rakyat karena rakyat yang memilih partai politik dan calon anggota legislatif.
Sistem proporsional atau proportionate representative diartikan sebagai sistem transfer suara ke kursi parlemen sesuai dengan perolehan suara rakyat. Adapun sistem proporsional representatif terdiri dari dua macam, yaitu list yaitu berdasarkan daftar; dan single tranferable votes yaitu berdasarkan peringkat.
Umumnya, sistem proporsional daftar terbuka mempunyai lebih dari satu calon dalam satu daerah pemilihan. Hal ini menunjukkan bahwa akan lebih dari satu kursi parlemen yang akan diperebutkan.
Di Indonesia, jumlah minimal kursi dalam satu daerah pemilihan adalah tiga kursi. List memiliki tiga pola, yaitu daftar tertutup atau close list, daftar terbuka atau open list dan daftar bebas atau free list (Reynold, 2005).
Pada sistem daftar terbuka, pemilih tidak hanya dapat memilih partai pilihan mereka, tetapi juga kandidat yang diusung dalam partai tersebut, dan apabila kandidat calon mendapatkan suara terbanyak maka ialah yang dipilih sebagai pemimpin daerah tertentu.
Dengan adanya sistem proporsional daftar terbuka, sistem pemilu ini memberikan akses ke masyarakat untuk memilih sendiri caleg yang didukungnya. Selain itu, masyarakat mempunyai derajat keterwakilan yang tinggi serta memiliki tingkat keadilan yang tinggi untuk caleg peserta pemilu.
Namun, sistem proporsional terbuka juga memiliki kelemahan, seperti meningkatnya praktik politik uang dan biaya politik yang semakin mahal.
Meskipun demikian, sistem proporsional terbuka masih digunakan dalam pemilu di Indonesia dan dianggap sebagai perintah konstitusi sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat 2 tentang Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Sistem ini juga dianggap adil untuk persaingan legislatif dan dapat meningkatkan transparansi dalam pemilu.