Pakar Kehutanan Sebut IKN Nusantara Belum Siap Jadi Kota Hutan

Dari hasil diskusi Lembaga Sustainitiate bersama para pakar di bidang kehutanan, kawasan Ibu Kota Nusantara masih jauh dari siap untuk jadi kota hutan.

oleh Abdul Jalil diperbarui 25 Jun 2023, 17:37 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2023, 09:32 WIB
Hutan Eukaliptis di IKN
Mungkinkah Hutan Eukaliptis di titik nol Ibu Kota Nusantara berubah menjadi hutan hujan tropis karena kawasan ini sudah berubah sejak tahun 1991. (foto: Abdul Jalil)

Liputan6.com, Samarinda - Lembaga Sustainitiate bersama Universitas Mulawarman menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk menyoroti proses pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kamis (22/6/2023). Diskusi ini mengangkat isu utama yaitu upaya menjadikan kawasan ibu kota sebagai kota hutan.

Bertempat di Kampus Universitas Mulawarman, diskusi kolaboratif ini menyoroti rencana pemerintah yang akan membuat 65 persen kawasan hutan di IKN nantinya. Pertanyaan kunci adalah bagaimana mungkin mimpi menjadi kota hutan dengan hutan hujan tropis di dalamnya akan terealisasi.

Dr Agus Setyarso salah satu tim pakar Sustainitiate menjelaskan hasil diskusi tersebut kepada media di Kampus Universitas Mulawarman, Samarinda. Menurutnya lokasi Ibu Kota Nusantara masih jauh untuk menjadi kota hutan.

“Lokasi yang menjadi IKN itu belum begitu siap fasilitas untuk kota hutan, untuk kota yang smart, dan untuk kota yang berkelanjutan,” kata Agus.

Menurutnya, IKN memikul visi yang berat sebagai kota hutan dengan hutan hujan tropis, smart city, dan kota berkelanjutan untuk dunia. Dalam pemaparannya, Agus menyebut situasi di IKN saat ini yang menjadi baseline tidak dalam keadaan baik.

Agus memulai pemaparannya dengan melihat kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang hampir seluruhnya tidak sehat. Sementara upaya rehabilitasinya tidak selesai dalam jangka pendek. Padahal DAS menjadi bagian penting untuk mewujudkan kota hutan.

“Restorasi rehabilitasi DAS untuk menuju tutupan hutan 65% memerlukan intensifikasi riset tentang DAS dan hidrologi, yang terintegrasi dengan restorasi sosial dan restorasi kehati,” kata Agus yang saat ini menjabat Deputy Director Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper Yogyakarta.

Selain masalah DAS, keanekaragaman hayati juga menjadi bagian penting yang dibahas mengingat IKN nantinya akan menjadi kota hutan yang berisi hutan hujan tropis. Cita-cita tersebut, menurut Agus, tentu sangat mulia.

Namun ada perbandingan yang terlalu jauh antara upaya dengan kondisi di lapangan. Ada banyak hal yang sebenarnya perlu dipertimbangkan mengingat mengubah kawasan HTI yang berisi pohon eukaliptus menjadi hutan hujan tropis yang sangat berat.

“Kita melihat kesenjangannya di situ sehingga yang kita upayakan adalah bagaimana mengembalikan lokasi dan lingkungan di sekitar wilayah IKN Nusantara supaya menjadi lebih siap,” katanya.

Untuk itu, diskusi ini merangkum masukan para pakar terutama di bidang kehutanan memberikan sumbangsih pemikirannya. Sumbangsih ini tentu saja dengan semangat megembalikan kejayaan hutan hujan tropis.

Tak hanya kritik, tentu saja saran diberkan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan kota hutan di Ibu Kota Nusantara. “Kita akan melakukan restorasi yang multidimensional. Yang pertama adalah restorasi lingkungan, yang kedua restorasi sosial, yang ketiga adalah restorasi ekonomi, dan yang keempat adalah restorasi tata Kelola,” ujar Agus.

Potensi Konfik Sosial

Lembaga Sustainitiate
Tim Pakar Sustainitiate, Profesor Chay Asdak dan Dr Agus Setyarso mengapit Wakil Rektor Universitas Mulawarman Sukartiningsih saat media briefing memaparkan hasil FGD di Samarinda.

Dr Agus Setyarso yang didampingi Tim Pakar Sustainitiate lainnya, Profesor Chay Asdak, juga mengangkat isu penting soal studi kelayakan pembangunan proyek-proyek di IKN. Studi kelayakan yang dibuat kebanyakan tidak tuntas dan sekadarnya.

“Disarankan untuk meninjau ulang studi kelayakan yang berhubungan dengan proyek di IKN. Beberapa studi kelayakan, masalah sosialnya tidak dilakukan secara mendalam,” sebutnya.

Dia menyebut, jika ini dibiarkan akan menimbulkan konflik jika studi kelayakan itu tidak diselesaikan dengan baik. Jika konflik berkelanjutan, akan merusak demokrasi di sekitar kawasan IKN.

“Nanti aka nada kelompok atau tokok elit lokal yang terlibat dan memanfaatkan situasi ini. Akan terjadi konstelasi demokrasi dalam skala lokal,” kata Agus.

Ditanya lebih jauh, Agus menyebut studi sosial untuk proyek pembangunan di PUPR nyaris tidak ada. Kebanyakan yang dituntaskan studi kelayakan terkait teknis pembangunan.

“Hampir semua proyek PUPR menekankan pada kelayakan teknis. Sementara kelayakan sosialnya, di beberapa tempat tidak mendalam,” katanya.

Agus pun mencontohkan pembangunan bendungan di IKN, dalam studi kelayakannya tidak menyertakan kelayakan sosial yang mendalam. Dia pun berharap, kritik kepada pemerintah, terutama Otorita IKN, bisa membantu dan memberikan semangat agar mimpi kota hutan dengan hutan hujan tropis di dalamnya benar-benar terealisasi.

“OIKN diharapkan mendengarkan usulan-usulan kami, untuk menjamin bahwa OIKN itu segera mencapai kejayaannya, kesuksesannya. Ketika kesenjangan itu tidak dikelola dengan baik, tidak bakalan IKN akan sukses,” pungkas Agus.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya