Polisi Pelaku Asusila 'Hanya' Divonis 2 Bulan Penjara, PN Palangka Raya Banjir Kecaman

Pengadilan Negeri Palangka Raya dikecam usai berikan hukuman ringan terhadap oknum polisi yang terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap dua korban yang masih di bawah umur.

oleh Roni Sahala diperbarui 14 Agu 2023, 02:00 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2023, 02:00 WIB
Ilustrasi Pencabulan
Ilustrasi Pencabulan

Liputan6.com, Palangka Raya - Pengadilan Negeri Palangka Raya dikecam usai menjatuhkan hukuman ringan terhadap oknum polisi yang terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap dua korban yang masih di bawah umur. Banyak pihak menilai, terdakwa harus dihukum lebih berat.

Sebelumnya, majelis hakim yang diketuai Erni Kusumawati memutuskan, Mahmud bin Hadi Mulyanto terbukti melakukan kekerasan seksual. Korbannya adalah M dan D, dua siswa sekolah menengah atas.

Keduanya jadi korban tindakan asusila saat melaksanakan tugas magang di Polda Kalimantan Tengah pada 2022 lalu. Sayangnya, hakim memutuskan Mahmud dua bulan penjara yang jauh dari tuntutan tujuh tahun dari Jaksa Penuntut Umum.

Anggota DPRD Palangka Raya, Beta Syailendra mengatakan, putusan itu menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi pengadilan. Apalagi kasus kekerasan seksual dengan korban anak merupakan kejahatan serius.

“Kami sangat prihatin atas ketidakpekaan hakim PN Palangka Raya terhadap rasa keadilan masyarakat dan perasaan korban, apalagi korban masih di bawah umur," kata Beta di Palangka Raya, Minggu (13/2023).

Seharusnya kata Beta, Mahmud mendapat hukuman yang jauh lebih berat. Mengingat terpidana merupakan seorang aparat negara yang memiliki kewajiban menegakan hukum dan menjadi pengayom.

"Jika terbukti  bersalah, penegak hukum seharusnya dihukum lebih berat dari masyarakat awam. Ini sudah terbukti bersalah di persidangan, kok vonis yang bersangkutan malah diskon besar-besaran," tutur Syailendra.

Hal serupa juga disampaikan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kalimantan Tengah Rosmawiyah. Menurutnya, putusan hakim tersebut tidak wajar dan tidak berpihak pada korban.

“Menurut kami hukuman itu tak sebanding dengan yang dialami korban, ini bukan tindak pidana ringan atau tipiring tapi kejahatan serius,” kata Rosmawiyah.

Rosmiyah menambahkan, dalam UU perlindungan anak Nomor 23 Tahun 2004, sebelum perubahan di pasal 81 dan 82, pelaku asusila terhadap anak terancam penjara maksimal 15 tahun penjara. Sementara hukuman minimal 5 tahun penjara.

Jaksa penuntut umum Dwinanto Agung Wibowo dalam persidangan yang berlangsung tertutup menuntut Mahmud dengan pidana penjara 7 tahun dengan denda Rp 6,8 miliar. Atas putusan hakim tersebut, dia menegaskan mengajukan banding.

“Kami mengajukan banding dan sedang mempersiapkan berkas. Sening ini dan paling lambat Kamis pekan ini,” kata Dwinanto Agung Wibowo.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Dorong Eksaminasi

LBH Palangka Raya
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya (Foto: Aryo Nugroho)

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya Aryo Nugroho mendorong agar putusan dalam kasus Mahmud diuji. Dia menilai, pemberian hukuman 2 bulan kepada pelaku asusila kepada anak tidak profesional.

“Kami sangat mengecam putusan tersebut dan mendorong hakim yang lebih tinggi untuk melakukan eksaminasi,” kata Aryo Nugroho di Palangka Raya.

Aryo menerangkan, eksaminasi perlu dilakukan untuk menguji dan menilai putusan tersebut apakah pertimbangan hukum telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum. Kemudian apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat.

Humas Pengadilan Negeri Palangka Raya Hotma Edison Parlindungan Sipahutar, membenarkan, Mahmud, seorang polisi berpangkat ajun komisaris (AKP) dijatuhi hukuman dua bulan. Hotma merupakan hakim anggota yang mengadili kasus tersebut.

“Hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah seperti dakwaan kedua jaksa penuntut umum dan menjatuhkan hukuman 2 bulan penjara serta denda Rp 5 juta,” kata Hotma.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya