Makna Merdeka bagi Warga Pulau Rempang yang Terancam Direlokasi

Warga mengaku gelisah karena dokumen tanah yang dipegang tidak diakui BP Batam meskipun mereka membeli secara legal

oleh Ajang Nurdin diperbarui 17 Agu 2023, 11:23 WIB
Diterbitkan 17 Agu 2023, 11:23 WIB
Batam
Samsudin bin Bujur bin Basir bersama warga pulau Rempang berada di pemakaman leluhur yang menjadi bukti bahwa mereka tinggal di Pulau Rempang sejak lama. Foto: liputan6.com/ajang nurdin 

Liputan6.com, Batam - Ketika mayoritas warga merayakan 78 tahun Indonesia merdeka, warga Sembulang, Pulau Rempang juga warga Pulau Galang merasa gelisah. Kabar bahwa mereka akan direlokasi demi investasi mengusik ketenangan hidup mereka.

Rohimah (53) warga Kampung Sembulang, Kecamatan Galang, Kota Batam mengaku tidak tenteram karena kampung halamannya akan direlokasi karena direncanakan pembangunan industri.

"Semenjak mau digusur, sudah nggak merasa tenang, tidak tahu harus kemana langkah selanjutanya," kata Rohimah.

Ada bendungan air mata dalam tatapannya. Bendungan itu nyaris ambrol dan berubah menjadi tangis kesedihan.

Tak pernah terpikirkan bahwa ia akan dipaksa meninggalkan kampung sendiri. Kampung yang dibangun dan dihidupi nenek moyangnya.

"Makam-makam leluhur kami haruskah dipindahkan? Mereka yang menghidupkan kampung ini," katanya.

Diakui oleh Imah, hingga kini tak ada penjelasan langsung dari pemerintah. Tak ada juga skem relokasi dan ganti rugi.

"Jika tak bisa beri kesejahteraan, berikanlah kami hak sebagaimana warga Indonesia lainya.  Kami mendukung pembangunan dan investasi. Tapi haruskah dengan mengusir dan menggusur?" kata Imah.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Surat Tanah tak Diakui

Batam
Tugu Jepang yang menjadi monumen keberadaan warga pulau Rempang sejak sebelum Indonesia Merdeka. Belakangan surat-surat tanah yang dipegang warga sejak sebelum kemerdekaan dinyatakan tidak sah karena tidak dikeluarkan oleh BP Batam. Foto: liputan6.com/ajang nurdin 

Sementara Itu Samsudin Bin Bujur bin Basir salah tokoh kampung Pesisir Sembulang menceritakan asal-usul Sembulang Pulau Galang dan Pulau Rempang sebelum masuk ke admistrasian Batam.K

Kala itu Belakang Padang menjadi ibu kota Batam. Sebelum jembatan (Barelang) dibangun, mereka biasa  ke Pulau Bintan, Tanjung Pinang.

"Sembulang dulu masuk kecamatan Bintan selatan, Kabupaten Kepulauan Riau, Provinsi Kepulauan Riau. Saya SD tahun 1973, tamat SD langsung ke Pinang, SMP nya Tanjung Pinang, tamat SPG tahun 1986 di angkat jadi pegawai 1989, itu Sembulang masih Bintan Selatan, dengan Camatnya Haji Muhtar Hadi," kata Samsudin.

Menurutnya saat ini surat tanah yang ia miliki bersama bersama warga kampung tidak diakui oleh BP Batam. 

Sistim pemerintahan saat itu tidak menggunakan RT/RW/ Kepala dusun, kelurahan, melainkan Batin Limat setingkat (RT) habis itu, langsung ke Ancak Long atau (Tolo) setingkat (RW) kemudian Tolo penghulu (Dusun) setelah itu langsung masuk Kepala Desa.

"Jabatan kepala desa 32 tahun, dijabat oleh Amin Bujur itu. Baru setelah masuk administrasi Batam, pemerintah desa berubah menjadi kelurahan," kata Samsudin.

Saat itu Batam beribukota Belakang Padang. Sedangkan warga Pulau Rempang Galang masih berkiblat ke Tanjung Pinang. Usai jembatan Barelang dibangun, warga dibujuk pindah ke Batam dengan janji pembangunan di Batam lebih cepat dan Sembulang akan lebih maju.

Mereka menolak karena merasa bukan warga Tempatan yang bisa seenaknya dipindah-pindah seperti barang. Mereka merasa penduduk asli yang tinggal di Pulau Rempang secara turun temurun.

Meski demikian, warga pulau Rempang Galang mendukung pembangunan dan investasi. Yang mereka minta adalah tidak mengusik kehidupan, kampung, dan malam serta pesisir tempat mereka cari makan.

"Sampai hari ini kami masih berjuang agar pemerintah memberikan perhatian sedikit masyrakat hinterland ini. Selama ini kami cari makan juga tak merepotkan pemerintah. Kalau tak bisa memberi kesejahteraan, jangan beri kami tambahan masalah," katanya.

Selama ini tanah di pulau Rempang Galang dirasakan sebagai peninggalan nenek moyang. Warga bersikukuh tanah peninggalan nenek moyang.

"Disini tanah Melayu kami tetap pertahankan sipapun di depan kami akan hadapi," katanya.

 

 

 

 

 

 


Investasi Harus Jalan

Batam
Rohimah, warga pulau Rempang mengaku gelisah sejak isu relokasi mencuat sebagai konsekwensi realisasi investasi dari China. Foto: liputan6.com/ajang nurdin 

Sebelumnya Menteri Investasi dan BKPM(Badan Kordinasi Penanaman Modal ) Bahlil Lahadalia saat meninjau Pulau Rempang Galang, Minggu kemarin (13/8/2023) mengatakan permintaan warga akan akan diakomodir namun tidak semua terpenuhi.

"Investasi harus tetap berjalan, relokasi harus dilakukan kalau tidak, investasi akan lari keluar negri, " kata Bahlil usai rapat kordinasi bersama Gubernur Kepri, Walikota Batam Kepala BP Batam di Hotel Marriot.

Ia menyebutkan Pulau Rempang dan Galang akan dibangun investasi dari hilirisasi pasir kuarsa dan pasir silika pabrik kaca terbesar dunia dengan investor China dan investasinya 11,5 miliar US dollar.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya