Liputan6.com, Serang - Masyarakat diminta memakai masker saat beraktivitas di luar ruangan, guna terhindar dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) akibat kualitas udara yang memburuk. Sepanjang Januari hingga Juni 2024, tercatat ada 17.382 kasus ISPA yang menyerang balita dan anak-anak di bawah usia lima tahun di Kota Cilegon, Banten.
Baca Juga
Advertisement
"Polusi udara di Kota Cilegon sebetulnya masih bagus. Tapi dengan new normal sekarang lebih baik pake masker. Dua jenis ISPA yang menjangkit masyarakat yakni pnemounia dan bukan pnemounia. Penderita pnemounia yang menyerang balita berjumlah 1.671 orang," ujar Ratih Purnamasari, Kadinkes Kota Cilegon, Banten, dalam keterangan resminya, Selasa (29/08/2023).Â
Dinas Kesehatan mengimbau masyarakat selain memakai masker, juga menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Karena ISPA juga disebabkan virus dan bakteri yang masuk ke saluran pernapasan. Warga Kota Cilegon juga diminta memperbanyak minum air putih, agar terhindar dari ISPA mengingat dalam beberapa minggu terakhir, udara di Jakarta maupun Banten, dalam kondisi buruk.Â
"Kita tetap harus menjaga diri kita sendiri, PHBS, minum air putih yang banyak. Saya sih berpesan kalau memang nyaman pakai masker emang bagus, apalagi kalau kita lagi sakit. ISPA juga kan bukan dari polusi saja bisa dari bakteri, virus," jelasnya.Â
Begitu pun Pemprov Banten, mengajak masyarakatnya, terutama di Tangerang Raya, untuk kembali rajin memakai masker saat beraktivitas di luar ruangan karena polusi dan debu, bisa menyebabkan ISPA.Â
"Jika dipandang perlu, masyarakat diimbau memakai masker seperti yang sudah disarankan saat pandemi Covid-19," ujar Al Muktabar, Pj Gubernur Banten, dalam keterangan resminya, Selasa (29/08/2023).
ISPA Beban BPJS Sebesar Rp10 Triliun
Penyakit ISPA yang ditanggung pemerintah pengobatannya, menjadi beban bagi BPJS kesehatan, karena pada 2022 silam, perawatan pasien penyakit ini menelan biaya Rp10 triliun dan diprediksi naik pada 2023 ini, atas dugaan pencemaran dan polusi udara.Â
Ada enam penyakit gangguan pernapasan yang paling banyak dialami masyarakat, yaitu pneumonia, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), asma, kanker paru, tuberkulosis, dan penyakit paru obstuksi kronis (PPOK). Â
"Keenam penyakit yang disebabkan karena gangguan pernapasan ini beban BPJS-nya tahun lalu Rp10 triliun dan kalau melihat trennya di 2023 naik, terutama ISPA dan pneumonia, ini kemungkinan juga akan naik. Memang perlu kita sampaikan di sini, yang top tiga nya itu adalah infeksi paru atau pneumonia, infeksi saluran pernapasan yang di atas, kemudian asma. Ini totalnya sekitar Rp8 triliun dari Rp10 triliun yang tadi yang enam," ujar Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan (Menkes), dalam keterangan resmi yang disampaikan Pemprov Banten, Selasa (29/08/2023).Â
Menurut Menkes, polusi udara merupakan salah satu penyebab paling dominan timbulnya pneumonia, ISPA, dan asma, yakni menyumbang 24 persen hingga 34 persen. Polusi udara tersebut diukur berdasarkan lima komponen di udara yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni tiga bersifat gas (nitrogen, karbon, dan sulfur), dan dua bersifat partikulat (PM10 dan PM2,5).Â
"Nah, yang bahaya di kesehatan adalah yang 2,5 karena dia bisa masuk sampai pembuluh alveolus di paru, itu yang menyebabkan kenapa pneumonia itu terjadi. Itu sebabnya kalau di kesehatan memang kita melihatnya di PM 2,5 karena ini yang bisa masuk sampai dalam, kemudian menyebabkan pneumonia yang memang di BPJS ini paling besar," jelasnya.Â
Untuk mengantisipasi meningkatnya penyakit gangguan pernapasan tersebut, Menkes akan melakukan sejumlah hal, pertama, akan terus mengedukasi masyarakat terkait dengan bahaya polusi udara bagi kesehatan.Â
Kedua, Kemenkes akan menyarankan penggunaan masker sebagai upaya preventif atau pencegahan jika polusi udara terpantau tinggi berdasarkan standar yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).Â
Ketiga, Kemenkes juga akan melakukan edukasi kepada dokter-dokter di puskesmas dan rumah sakit di Jabodetabek, terkait penanganan penyakit pernapasan. Apabila masyarakat harus dirawat karena penyakit tersebut, mereka bisa mendapatkan penanganan dan diagnosis yang sama.Â
"Maskernya mesti yang KF94 atau KN95 minimum yang memiliki kerekatan untuk menahan particulate matters 2,5. Kan yang bahaya itu yang 2,5, dia masuk bisa masuk paru, dia masuk bisa masuk pembuluh darah karena saking kecilnya. Jadi perlu masker yang kelasnya KF94 atau KN95. Itu yang untuk pencegahannya," imbuhnya.
Advertisement