Liputan6.com, Bandung - Kasus kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna pada 2016 lalu kini kembali menjadi sorotan publik. Pasalnya kasus ini diangkat menjadi film dokumenter bertajuk ‘Ice Cold: Murders, Coffee and Jessica Wongso.
Adapun dalam film dokumenter ini Jessica Kumala Wongso yang ditetapkan sebagai tersangka menjadi sorotan dalam film tersebut. Pasalnya Jessica disebut sebagai sahabat Mirna yang memberikan racun sianida hingga Mirna tewas.
Baca Juga
Film ‘Ice Cold: Murders, Coffee and Jessica Wongso’ tayang secara perdana di Netflix pada 28 September 2023. Setelah penayangannya muncul kontroversi diantara publik terutama banyaknya kejanggalan yang diperlihatkan dalam film tersebut.
Advertisement
Setelah menyaksikan film tersebut sejumlah masyarakat mulai merasa ragu akan kebenaran dibalik kasus tersebut. Serta menduga jika film dokumenter ini banyak membawa opini bahwa Jessica Wongso tidak bersalah.
Anggapan keberpihakan dalam film tersebut juga berdasarkan dari kurangnya detail yang ada dalam film dokumenter tersebut. Diantaranya tidak ada adegan Jessica yang menggaruk-garuk tangan usai mirna di evakuasi serta menghilangnya celana Jessica.
Banyak muncul pro dan kontra setelah penayangan film dokumenter ‘Ice Cold: Murders, Coffee and Jessica Wongso’ terutama setelah munculnya buku harian dari Jessica. Serta beberapa kejanggalan dari kasus tersebut yang dijelaskan dalam film.
Melansir dari Merdeka.com film berdurasi 1 jam 26 menit tersebut berikut ini adalah sejumlah kejanggalan-kejanggalan yang muncul dalam film ‘Ice Cold: Murders, Coffee and Jessica Wongso’.
Tidak Diautopsinya Jenazah Mirna
Melalui film dokumenter tersebut salah satu kejanggalan yang menjadi sorotan dalam film ini adalah tidak diautopsinya jenazah korban yaitu Wayan Mirna. Adapun kesaksian Ahli Forensik Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Slamet Purnomo.
Ia mengatakan bahwa pihaknya mengambil sampel dari mayat Mirna Salihin untuk pemeriksaan toksikologi. Kemudian menyimpulkan bahwa korban mengalami perlukaan pada lambungnya.
“Jadi, setelah mengambil sampel untuk persidangan toksikologi. Kami membuat kesimpulan bahwa korban mengalami perlukaan pada lambungnya oleh karena adanya zat korosif,” ujar Slamet selama persidangan.
Adapun kuasa hukum Jessica Wongso, Otto Hasibuan merasa jika hal tersebut terasa sangat aneh dan patut dicurigai. Pasalnya Slamet tidak melakukan autopsi korban secara menyeluruh mengingat kematian korban tidak wajar.
Advertisement
Tidak adanya Sianida dalam Lambung Mirna
Kejanggalan kedua yang ditampilkan dalam film ini ketika ahli Patologi forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Djaja Surya Atmadja memberikan kesaksian dalam sidang. Ia mengatakan bahwa korban tidak diperiksa seluruh organ sehingga tidak bisa dipastikan penyebab kematiannya.
“Kalau tidak diperiksa seluruh organ, Anda tak bisa tahu sebab matinya. Dan itu dogma di forensik, pak. Kalau tidak diperiksa otaknya, kita tak tahu apakah di otaknya ada stroke atau tidak, misalnya yang semuanya berpotensi untuk bisa membikin mati,” kata Djaja.
Kuasa hukum Jessica Wongso juga menyebutkan saat itu jasad dari Mirna diperiksa dalam waktu 70 menit setelah dia meninggal. Sehingga dari pemeriksaan tersebut terungkap jika di dalam lambung negatif sianida.
“Kalau 70 menit setelah dia meninggal negatif sianida, itu berarti tidak ada sianida di dalam tubuhnya,” kata Otto.
Otto kemudian bertanya kepada Djaja terkait hasil pemeriksaan sampel Mirna yang tidak di otopsi menyeluruh. Dia kemudian mengucapkan bahwa sebab matinya bukan dikarenakan sianida.
Adapun Ahli Forensik RS Polri Kramat Jati Slamet Purnomo menjelaskan bahwa dalam lambung Mirna ditemukan 0,2 miligram (mg) per liter dari Sianida. Kemudian menurut Otto penemuan tersebut ditemukan tiga hari setelah korban meninggal dan yakin bukan hal tersebut penyebab dari meninggalnya Mirna.
Wawancara Jessica Dihentikan
Melalui film dokumenter tersebut tim produksi ‘Ice Cold: Murders, Coffee and Jessica Wongso’ sempat mengunjungi rumah tahanan (rutan) Pondok Bambu. Tim tersebut mengunjungi Jessica untuk mengobrol dan meminta keterangan tidak tertulis.
Namun saat di tengah-tengah obrolan tersebut pihak lapas menginterupsi wawancara dan tidak lama pihak berwenang memblokir semua wawancara Jessica. Karena hal tersebut tim dokumenter tidak bisa melakukan wawancara kembali dengannya.
“Saya minta maaf Jessica, mungkin ini sudah terlalu dalam,” ujar petugas lapas.
Adapun ketika pihak produksi menghubungi Jessica melalui telepon ia mengungkapkan bahwa akan mustahil untuk memfilmkan dirinya. Jessica juga kebingungan karena dia merasa bukan publik figur.
“Nyaris mustahil untuk bisa memfilmkan aku, kurasa itu takkan terjadi. Ini membingungkan padahal aku bukan publik figur,” ujarnya.
Tim produksi juga menyebutkan jika petugas lapas sebelumnya mengizinkan orang untuk diwawancarai seperti teroris, perampok, dan pembunuh. Namun ketika ingin mewawancarai Jessica tim produksi justru tidak bisa melakukan itu dan membuatnya bertanya-tanya mengapa Jessica tidak boleh diwawancarai.
Advertisement