7 Saksi di Sidang Penggelapan Aset PT Duta Manuntung, Hampir Semua Tidak Konsisten

Sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan aset perusahaan yang dilakukan mantan Direktur Utama PT. Duta Manuntung (PT. DM), Zainal Muttaqin kembali digelar. Sidang ke delapan ini digelar pada Kamis (12/10/2023) di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan.

oleh Apriyanto diperbarui 14 Okt 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2023, 13:00 WIB
Sidang Lanjutan
Sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan aset PT Duta Manuntung dengan terdakwa Zainal Muttaqin digelar di PN Balikpapan.

Liputan6.com, Balikpapan - Sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan aset perusahaan yang dilakukan mantan Direktur Utama PT Duta Manuntung (PT. DM), Zainal Muttaqin kembali digelar. Sidang ke delapan ini digelar pada Kamis (12/10/2023) di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan.

Dalam sidang lanjutan ini masih mengagendakan mendengarkan keterangan saksi-saksi dari pihak pelapor. Kali ini ada 8 saksi yang dihadirkan. Sidang sendiri berjalan sesuai yang telah ditentukan oleh Hakim Ketua Ibrahim Palino, dimulai pukul 10.15 Wita. Sebelum mendengarkan keterangannya, ketujuh saksi terlebih dulu diambil sumpahnya di depan hakim.

Dari kedelapan saksi itu, enam orang masih seperti saksi-saksi sebelumnya, tidak konsisten dalam memberikan kesaksiannya. Keenamnya laki-laki. Hanya dua saksi yang tidak disanggah oleh terdakwa Zainal Muttaqin yang kerap disapa Zam, keduanya perempuan.

Dua saksi pertama yang diperiksa adalah para penjual lahan yang dibeli oleh Zam. Yakni Karno Yuwono pemilik lahan dengan sertifikat bernomor 1313 dan 3146. Dan Sukino yang mengaku pemilik lahan bersertifikat nomor 4992 dan 4993.

Karno yang kini berusia 76 tahun mengaku tidak kenal dan tidak pernah bertemu dengan terdakwa yang bernama Zainal Muttaqin. "Waktu proses jual beli lahan saya itu yang berhubungan dengan saya adalah Zainal Abidin, yang biasa dipanggil Acok," kata Karno yang masih tampak segar dan sehat.

Hakim Ketua Ibrahim Palino berusaha memastikan, apakah benar Karno tidak kenal dan tidak pernah bertemu dengan terdakwa. "Coba diingat-ingat lagi, apakah saudara saksi benar-benar tidak kenal dan tidak pernah bertemu dengan terdakwa," kata Ibrahim.

Terdakwa yang duduk di samping kanan Karno tampak membuka masker yang menutupi hidung dan mulutnya. Mungkin maksudnya berusaha untuk dikenali oleh Karno. Namun Karno tidak berusaha menengok ke arah terdakwa, yang duduk di samping tim penasihat hukumnya, yang terdiri dari Sugeng Teguh Santoso, Mansuri dan Prasetyo.

Tim jaksa terdiri dari Afrianto dan Sangadji menunjukkan bukti beberapa bonggol bekas potongan buku cek dari Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Internasional Indonesia (BII). Sebagai bukti beberapa kali pembayaran. Selain itu Karno juga mengaku menerima pembayaran secara cash beberapa kali dari Acok, yang disebut Karno ketika itu adalah menajer keuangan PT DM.

Ketika giliran penasihat hukum (PH) Sugeng mengajukan pertanyaan, langsung meminta Karno untuk memastikan apakah benar tidak mengenal dan tidak pernah bertemu dengan terdakwa. Karno menegaskan tidak kenal dan tidak pernah bertemu. "Waktu melakukan ikatan jual beli di notaris apakah tidak pernah bertemu dengan terdakwa?," Tanya Sugeng sekali lagi.

"Di notaris pun saya tidak bertemu dengan Pak Muttaqin," tegas Karno.

"Lah itu saudara bisa menyebut nama Pak Muttaqin. Apa iya tidak kenal?" timpal Hakim Ketua.

"Saya tahunya Pak Muttaqin itu pimpinan di Manuntung," kelit Karno.

Sugeng menyoal pengakuan Karno di berita acara pemeriksaan (BAP) yang hanya menerima pembayaran berupa cek dari Bapindo. "Tapi tadi saudara saksi mengakui menerima pembayaran secara cash beberapa kali dan pembayaran berupa cek bank BII, tidak hanya cek Bapindo. Yang benar yang mana ini?" tanya Sugeng.

Karno tampak gagap. "Saya sudah lupa," kata Karno yang mengaku peristiwa jual beli itu terjadi pada tahun 1993 dan 1994, sekitar 30 tahun yang lampau.

Pada akhir kesaksian Karno itu, Hakim Ketua memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menanggapi.

Zam pun menyatakan bahwa tidak benar Karno tidak mengenal dirinya. "Saya sempat beberapa kali bersama-sama Pak Karno meninjau lokasi lahan yang akan saya beli," kata terdakwa. "Selain itu saya juga bertemu Pak Karno di notaris waktu akad jual beli," sambung Zam.

Hakim Ketua pun ikut menimpali, "Nah itu terdakwa mengatakan meninjau lokasi bersama-sama dengan saudara saksi," kata Ibrahim, "Apa masih belum kenal?" sambung Hakim Ketua. Karno hanya merespons dengan senyuman dan tersipu malu.

Sedangkan saksi Sukino dengan gamblang menerangkan bahwa lahan miliknya dibeli oleh Ivan Firdaus dan terdakwa masih berupa segel.

Keterangan Sukino itu direspons PH Sugeng dengan menunjukkan sertifikat berikut lampiran pendukungnya berupa segel. "Di segel ini tidak tercantum nama Sukino. Yang tercatat adalah nama Saleha," kata Sugeng.

Sukino pun tampak kebingungan. Namun dia bertahan dengan keterangannya bahwa dia lah pemilik segel itu.

"Sebenarnya pembayaran kepada saudara Sukino itu untuk ganti rugi bangunan rumahnya. Karena lahannya bukan milik Sukino," kata Zam. Ganti rugi itu besarnya Rp65 juta.

Setelah dianggap cukup memberikan kesaksian, Karno Yuwono dan Sukino dipersilakan meninggalkan ruang sidang.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Lima Saksi Dari Karyawan Perusahaan

Selanjutnya jaksa penuntut umum mengajukan lima saksi lagi, yang semuanya karyawan PT DM grup.

Yang pertama ditanya oleh jaksa adalah Suhendro Boromah. Kepada majelis hakim, Hendro demikian panggilan akrabnya, mengaku sebagai Direktur Utama PT Jawa Pos Jaringan Media Nusantara (PT JJMN) sejak tahun 2018.

Dan sejak tahun lalu juga menjadi komisaris utama di PT. DM sebagai wakil dari PT. JJMN selaku pemegang saham terbesar di PT DM.

Hendro menjelaskan bahwa sudah menjadi kebijakan Jawa Pos Grup selaku induk perusahaannya, memperbolehkan penggunaan nama direktur untuk pembelian aset. Dan pada tanggal 21 Agustus 2017 Dirut PT JJMN ketika itu, Zainal Muttaqin yang saat ini menjadi terdakwa, menerbitkan surat edaran kepada perusahaan di grup PT JJMN untuk membalik namakan aset atas nama pribadi direksi itu menjadi atas nama perusahaan.

"Tujuannya untuk diikutkan tax amnesti," kata Hendro.

Tidak hanya aset-aset atas nama pribadi, lanjut Hendro, melainkan juga saham-saham atas nama pribadi.

Penasihat hukum Sugeng Teguh Santoso yang diberikan kesempatan bertanya oleh Hakim Ketua, meminta Hendro menjelaskan hubungan tax amnesti atau pengampunan pajak dengan balik nama.

Hendro tidak mampu menjelaskan. Karena faktanya tax amnesti sudah dilakukan oleh PT. DM pada tahun 2015, sedangkan surat edaran PT. JJMN diterbitkan tahun 2017.

Sugeng juga menanyakan kerugian yang diderita PT. DM dengan tidak balik namakan aset atas nama Zainal Muttaqin itu?.

"Tadi pagi sebelum sidang saya sempat bertemu pak Ivan Firdaus menanyakan besarnya kerugian itu. Pak Ivan bilang Rp238.000.000.000,- (dua ratus tiga puluh delapan miliar rupiah," kata Hendro.

Sugeng lantas menunjukkan kesaksian Ivan Firdaus kepada penyidik, seperti yang tercatat di dalam BAP tanggal 21 Maret 2023 bahwa besarnya kerugian PT. DM hanya Rp12.185.000.000 (dua belas miliar rupiah).

Pada akhir kesaksian Hendro, Hakim Ketua juga memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menanggapi kesaksian Hendro.

Kata terdakwa tidak benar adanya kebijakan dari mengatas namakan aset perusahaan kepada nama pribadi direksi.

Juga tidak benar adanya membalik namakan saham atas nama pribadi direksi menjadi atas nama perusahaan. "Faktanya sampai sekarang saya masih menjadi pemegang saham lima persen di PT. DM," tegas Zam.

Setelah Hendro Boromah, yang memberikan kesaksian adalah Wiji Winarno selaku direktur PT. Percetakan Manuntung Pres.

Wiji sesuai kesaksiannya di BAP, menegaskan bahwa perusahaan yang dipimpinnya itu hanya memiliki satu aset.

Aset yang disebutkan Wiji itu tidak ada dalam daftar yang dipersoalkan digelapkan oleh terdakwa. Tetapi perusahaan yang dipimpin terdakwa pernah menyewa ruang kantor di atas gudang kertas. Akad kontrak yang ditunjukkan sebagai bukti oleh jaksa menyebutkan bahwa PT. Cahaya Fajar Kaltim (PT. CFK) menyewa ruang kantor itu untuk jangka waktu selama enam tahun sejak tahun 2013. Besaran sewanya Rp60 juta pertahun. Akad sewanya ditandatangani oleh direktur PT Manuntung Pres ketika itu, Bambang Setyono dengan Direktur PT. CFK, Banu Pradipta.

PH Sugeng mengingatkan Wiji bahwa ruang kantor yang disewa itu berdiri di atas lahan atas nama terdakwa. "Apakah sewa menyewa itu sudah seizin terdakwa?," tanya Sugeng.

Wiji menjawab tidak tahu. Karena ketika sewa menyewa itu terjadi direktur PT Percetakan Manuntung Pres bukanlah dirinya.

Selanjutnya yang diminta memberikan kesaksian adalah Chrisna Endrawijaya, yang menjabat Dirut PT Duta Manuntung tahun 2017 hingga 2019.

Chrisna menjelaskan bahwa dirinya sudah pernah mendatangkan notaris Hema Loka ke kantor terdakwa untuk proses balik nama sertifikat atas nama terdakwa menjadi atas nama PT. DM. "Tetapi terdakwa tidak mau menemui," kata Chrisna.

Keterangan Chrisna itu dibantah oleh terdakwa. "Saya temui notaris Hema Loka di kantor saya. Tetapi tidak ada membicarakan balik nama sertifikat," kata terdakwa.

Terhadap kesaksian dua saksi perempuan yang dihadirkan oleh jaksa, terdakwa tidak memberikan tanggapan sama sekali.

Kedua saksi itu adalah Amelia dan Raiza Catur Sukmadaya. Keduanya dari bagian keuangan PT. DM.

Yang menarik, di awal kesaksiannya, Raiza ditanya oleh Hakim Ketua diperiksa sebagai saksi dimana?. "Di Hotel Grand Senyiur Balikpapan," jawab Raiza.

Sedangkan di berkas BAP, Raiza dicatat diperiksa di Subdit IV Dittipideksus Bareskrim Polri Jl. Trunojoyo no. 3 Kebayoran Baru, Jakarta. Diperiksa pada hari Rabu tanggal 30 November 2022.

Sidang yang berakhir pukul 15.30 Wita itu akan dilanjutkan pada Selasa (17/10/2023).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya