Selain Isu Panas Soal Anggaran Kemenhan, Berikut Poin Menarik Debat Capres dari Sudut Pandang Ekonomi

Meski tema debat capres membahas isu seputar pertahanan dan geopolitik namun tetap berkaitan dengan isu ekonomi.

oleh Kartika diperbarui 09 Jan 2024, 10:00 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2024, 10:00 WIB
Poin Menarik Debat Capres Tema Pertahanan dari Sudut Pandang Ekonomi
Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo, capres nomor 1 Anies Baswedan, dan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto saat debat capres ketiga yang digelar KPU pada Minggu (7/1/2024) di Istora, Senayan, Jakarta. (Tangkapan Layar YouTube KPU RI)

Liputan6.com, Jakarta Debat Capres (Calon Presiden) yang kedua pada Minggu (8/1/2024) mengusung tema tema Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional dan Geopolitik. Saat debat berlangsung ketiga capres juga mengungkapkan banyak gagasan soal tema tersebut.

Namun, meski fokus pada tema pertahanan debat kali ini juga berkaitan dengan perkembangan ekonomi, terutama soal anggaran kementerian pertahanan (Kemenhan) yang sempat menjadi bahasan 'panas' di antara ketiga calon.

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eisha M Rachbini merangkum ketiga paslon berbeda pendapat soal anggaran ketahanan yang ada di bawah Kemenhan. Di mana capres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo mengusulkan anggaran pertahanan sebesar 1 sampai 2% dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Lalu, Anies Baswedan menyarankan di kisaran 1,5% dari PDB.

"Tapi faktanya sekarang anggaran pertahanan hanya 0,77% dari PDB dan kalau dilihat lagi anggaran kemenhan besar walaupun ada sedikit penurunan dibanding tahun sebelumnya. 2023 dalam Kemenhan outlook kira-kira habiskan Rp144 triliun," jelas Eisha dalam Diskusi Publik 'Menggurai Gagasan Capres tentang Geopolitik dan Pertahanan', Senin (8/1/2024).

Mengutip Prabowo, kata dia, realisasi anggaran Kemenhan pada akhirnya banyak dipotong karena beberapa tahun belakang ada prioritas alokasi pengeluaran APBN demi pemulihan pandemi Covid-19.

Eisha merangkum setiap paslon juga memberikan pandangan menarik soal arah pertahanan RI. Misalnya capres nomor urut dua, Prabowo Subianto yang lebih pada bagaimana posisi Indonesia supaya kuat baik di tingkat nasional maupun global.

"Prabowo lebih melihat bagaimana menjadi bangsa dengan ekonomi yang kuat dengan hilirisasi, SDM-nya sehingga bisa dipandang sebagai negara yang mampu," ungkapnya.

Sementara, Ganjar Pranowo lebih mengedepankan bagaimana penguatan Indonesia dari industri pertahanan di tanah air yang membuat produk-produk alutsista yang harus dikuatkan. "Sehingga Indonesia bisa tumbuh 7%, dia melihat ke dalam dengan meningkatkan anggaran ketaanan 2%," tambah dia.

Lalu Anies Baswedan, tambahnya, ingin Indonesia menjadi pemimpin dengan mengakselerasi peran aktif Indonesia dan membawa visi misi yang kemudian diikuti negara lain. Dus, politik internasional Indonesia lebih memiliki gaung di tingkat nasional dan menjadi penentu di kawasan Asean.

Menurut Anies, Asean bisa menjadi pintu gerbang untuk memperkuat posisi Indonesia melakukan diplomasi dengan negara-negara maju.

"Ini dikritik Ganjar karena dalam prosesnya di Asean rumit untuk buat keputusan dalam bentuk konsensus," tambah Eisha.

Poin Penting Ekonomi Digital

Eisha juga menyoroti isu ekonomi digital yang menjadi prioritas penting bagi ketiga paslon. Di mana capres Anies menekankan pentingnya keamanan siber karena sekarang menjadi masa yang berbeda sehingga perlu penanganan komprehensif, tidak hanya di level atas tapi juga dari level terkecil yakni keluarga.

"Dari tingkat Indonesia ke keluarga yang harus dikuatkan untuk gunakan telnologi digital dengan baik dan sadar manfaatnya dan jangan malah serang keluarga dan memang penting digarisbawahi jadi strategi, itu strategi itu diutarakan Anies.

Eisha menambahkan yang juga menarik adalah pernyataan Ganjar soal posisi Indonesia agar bisa membawa UMKM ke pangsa pasar internasional. Karena meski memiliki kontribusi terhadap PDB sampai 60% lebih, hanya sekitar 15% UMKM saja yang bisa masuk ke pasar luar negeri.

"Keterlibatan pada value chain jaringan produksi internasional harus diperhatikan supaya UMKM bisa naik kelas ikut dalam global value chain," ungkapnya.

Menurut Ganjar, hal ini bisa dilakukan melalui diplomasi baik secara regional di kawasan Asean maupun di Asia Pasifik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya