Liputan6.com, Jakarta - Debat cawapres kedua, sekaligus yang terakhir diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) berlangsung Minggu (22//1/2024) malam. Tema debat meliputi pembangunan berkekanjutan,lingkungan hidup, energi,pangan,agraria dan perlindungan masyarakat adat.
Dua pengamat memberikan catatanya terkait perbedaan fokus isu dan gaya komunikasi dari masing-masing kandidat.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Paramadina Erik Ardiyanto memberikan catatan dalam debat cawapres dan menilai Cak Imin tampil autentik, Mahfud MD tampil akurat, dan Gibran tampil minus
Advertisement
"Cak Imin tampil lebih atraktif dari pada debat sebelumnya. Komunikasi politik yang dibangun lebih terukur dan dengan data pendukung yang kuat. Misalnya diawal penyampaian langsung berani mengkritik lahan milik negara dengan luas 350 hektare tapi dimiliki oleh oknum. Pernyataan tersebut sontak langsung terpersepsi oleh publik dan menempatkan dia pada politik perubahan." ujarnya.
Baca Juga
Ia juga melihat Cak imin mengkritik problem krisis iklim yang tidak ditangani serius oleh negara, dengan menawarkan solusi pada etika lingkungan dalam menghadapi krisisi iklim dengan menekanakan kesimbangan manusia dan alam.
"Gaya atraktif yang khas keluar saat debat dengan menyerukan “tobat ekologis” sebagai solusi krisis iklim, saya kira ini tampak natural dari kata2 selama ini sering kita lihat," ucapnya.
Sementara, ia berpendapat Gibran pada awal pembuka tampil dengan gaya komunikasi politik yang ofensif dengan memfokuskan politik keberlajutan yang ingin meneruskan program reforma agraria dan pemanfaatkan tahan yang berkeadilan.
"Tetapi penampilan kali ini kurang maksimal di banding debat sebelumnya, banyak pesan yang direpetisi ulang seperti carbon storage, digitalisasi, mekaniasi dan hilirisasi tetapi justrul tidak menjawab tema debat malam ini. Sehingga terlihat tidak ada ide yang genuine saat berkomunikasi dengan lawan debatnya," tuturnya.
Ia juga memberikan catatan minus dalam debat kali ini, ketika sesi tanya jawab berlangsung, bahasa tubuh Gibran secara gesture menujukan kurang menghormati dan merendahkan lawan debat, sehingga membuat publik di media sosial menjadi tidak simpatik terhadapnya.
"Kemudian Gibran tampak tidak menghiraukan aturan dari KPU saat debat, seperti tidak boleh keluar arena debat dan penyampaian istilah yang harus di jelaskan. Ini diulang kembali olehnya, tentu ini sangat disayangkan," ucapnya.
Sedangkan Mahfud MD tampil berani dan terbuka dari pada debat sebelumnya. Penyampian komunikasi politiknya sangat akurat dan tegas.
"Seperti ketika menyingung masalah pertanian dengan mengatakan masalah pokok hari ini di desa petaninya makin sedikit dan lahan pertanian sedikit, tetapi harga pupuk mahal dan saat panen di jual ke tengkulak dengan harga murah. Padangan ini saya kira sangat akurat dengan problem yang di hadapi petani hari ini," kata Erik.
Kemudian dari sisi ketegasan dalam debat, dia menilai Mahfud bisa menunjukan masalah dan solusinya. Seperti ketika mengutarakan masalah tambang ilegal yang sering meresahkan warga dan banyak dibekingi oleh aparat dan pejabat.
"Sudah banyak pencabutan IUP dan sudah putusan mahkamah agung tapi tidak dilaksakan. Dia menawakan solusi dengan cara penertiban birokarasi dan pengekan hukum. Padangan ini menempatakan posisi politiknya yang berkelanjutan tapi dengan perbaikan," tuturnya.
Selain itu, pernyataan Mahfud MD dengan tidak mau menjawab pertannyaan berupa definisi patut diapresiasi, ini baik sebagai kritik ke penyelenggara agar dapat mengarakan debat ke arah subtansi persoalan yang dihadapi bangsa hari ini agar menjadi wacana publik dan pendidikan politik yang baik bagi generasi muda.
Pengamat Politik dari FHISIP Universitas Terbuka Insan Praditya Anugrah menyatakan ketiga paslon memiliki titik tolak fokus isu yang berbeda. Muhaimin Iskandar lebih berfokus kepada kedaruratan ekologis, Gibran fokus kepada mencari titik tengah antara pembangunan ekonomi dan industrialisasi dengan lingkungan dan masyarakat, lalu Mahfud MD berfokus kepada aspek penegakan hukum.
Muhaimin dan Mahfud keduanya berfokus pada kritik,sedangkan Gibran menawarkan titik tengah dan win win solution yang dapat mempertemukan banyak kepentingan.