Temukan Solusi Pencemaran Tembaga Lewat Bioremediasi, Dosen Perempuan Ini Raih Gelar Guru Besar Mikrobiologi

Indonesia kembali memiliki Guru Besar Mikrobiologi yang disahkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Adalah Prof. Wahyu Irawati, dosen perempuan di Universitas Pelita Harapan (UPH) yang menemukan solusi dari pencemaran tembaga.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 28 Jan 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2024, 17:00 WIB
Temukan Solusi Pencemaran Tembaga Lewat Bioremediasi, Dosen Perempuan Ini Raih Gelar Guru Besar Mikrobiologi
Indonesia kembali memiliki Guru Besar Mikrobiologi yang disahkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Adalah Prof. Wahyu Irawati, dosen perempuan di Universitas Pelita Harapan (UPH) yang menemukan solusi dari pencemaran tembaga.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia kembali memiliki Guru Besar Mikrobiologi yang disahkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Adalah Prof. Wahyu Irawati, dosen perempuan di Universitas Pelita Harapan (UPH) yang menemukan solusi dari pencemaran tembaga.

Prof. Irawati berfokus pada isu pencemaran lingkungan oleh tembaga yang makin hari semakin meresahkan. Kontaminasi logam berat merupakan salah satu permasalahan lingkungan serius di Indonesia yang dapat merusak ekosistem perairan dan mengancam kesehatan manusia. 

Sebab, tembaga yang memiliki kandungan racun dapat menyebabkan kegagalan sistem saraf dan otak manusia, gagal jantung dan hati, gangguan reproduksi, tumor, kanker, dan penyakit Wilson.

Sementara di Indonesia, tembaga merupakan salah satu pencemar yang paling banyak di Indonesia, hasil laporan penelitian menunjukkan beberapa sungai di Indonesia sudah tercemar tembaga melebihi ambang batas. 

"Kasus pencemaran yang paling parah terjadi pada tahun 1996, yaitu di Pantai Timur Surabaya, dimana diketahui hasil penelitian menunjukkan ikan dan kerang di sekitar pantai tersebut telah mengandung tembaga dengan kandungan 2-5 kali lipat dari ambang batas yang diperbolehkan oleh World Health Organization (WHO),” jelas Prof. Irawati.

Untuk itu, dia menjelaskan, adanya tiga metode pengolahan limbah yang umum diterapkan di Indonesia. Yaitu metode kimia, fisiokimia, dan biologis (bioremediasi). Diantara ketiganya, Prof. Ira memastikan, bila bioremediasi menjadi pilihan paling ekonomis dan ramah lingkungan untuk diterapkan.

Hal ini menjadi dasar penggunaannya bakteri indigen dalam menangani limbah tembaga. Dalam penelitiannya, Prof. Irawati juga menjelaskan tingkat keberhasilan metode pengelolaan limbah biologis dengan menggunakan konsorsium bakteri sebagai agen bioremediasi sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi sinergis atau antagonis antara populasi bakteri yang berbeda dalam limbah. 

"Saya sudah lebih dari 30 tahun tertarik dan meneliti bakteri yang resisten tembaga. Penemuannya memang masih harus melewati penelitian yang panjang hingga layak diterapkan dalam industri,"katanya.

Peraih penghargaan URGE, SEARCA, dan Habibie Foundation ini juga telah menerbitkan berbagai jurnal penelitian yang membahas mikrobiologi dan bioteknologi.

 

Simak Video Pilihan Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya