Liputan6.com, Flores Timur - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Flores Timur, NTT, Antonius Djentera Betan dilaporkan ke polisi lantaran pernyataannya diduga berbau rasis saat rapat pleno rekapitulasi, Sabtu, 2 Maret 2024.
Ia dilaporkan saksi partai Garuda, Robert Ledor ke Polres Flores Timur setelah mengeluarkan pernyataan kontroversial itu.
Advertisement
Baca Juga
Tak hanya mengeluarkan pernyataan berbau rasis, Antonius juga mengusir Robert dari ruang rapat. "Sudah saya laporkan ke Polres Flores Timur," ujarnya.
Ia mengatakan, karena masuk delik aduan, ia diarahkan membuat keterangan tertulis tentang kronologi kejadian itu.
"Hari senin saya antar ke Polres," katanya.
Aktivis antikorupsi ini mengaku kecewa karena Ketua KPU tak mampu mengendalikan emosi saat adu argumen dalam forum, hingga berujung pengusiran dan pernyataan rasis.
"Dia (Ketua KPU) bilang orang Solor, lalu tanah masih basah. Sadar atau tidak kalau sedang di forum resmi. Itu masuk ujaran kebencian dan rasis," tegas Ledor.
Â
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Diadukan ke DKPP
Diketahui, rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di Kabupaten Flores Timur berujung ricuh. Kericuhan itu merupakan dampak dari pernyataan Ketua KPU Flores Timur, Antonius Djentera Betan yang berbau rasis.
Selain melontarkan pernyataan berbau rasis, Antonius Djentera Betan juga mengusir saksi dari ruang rapat.
Ironisnya, meski tak dihadiri beberapa saksi partai, namun rapat pleno rekapitulasi itu terus dilanjutkan.
Buntut dari pernyataannya itu, Ketua KPU Flores Timur (Flotim), Antonius Djentera Betan bakal diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Kami akan laporkan ke DKPP. Itu langkah yg akan kami ambil terkait banyak hal dilakukan penyelenggara pemilu di Flotim, salah satunya soal pernyataan rasis ketua KPUD di depan Pleno," ujar anggota DPRD kabupaten Flotim, Muhammad Mahlin, Sabtu 2 Maret 2024.
Sebagai putra Solor, ia sangat menyayangkan pernyataan yang disampaikan Ketua KPU Flores Timur yang berisi ujaran kebencian terhadap warga Solor.
"Kita pahami jika itu sebagai dinamika, tapi jangan sampai membawa suku yang terkesan menghina orang Solor," kata politisi PKB itu.
Ia juga mengaku heran karena pleno rekapitulasi penghitungan suara itu dilanjutkan tanpa melibatkan saksi. "Kejadian hari ini akan dijadikan bahan juga beberapa dokumen dan fakta lain yang kami rangkum selama ini untuk dibawa ke DKPP," tandasnya.
Advertisement
Respons Ketua KPU Flores Timur
Menanggapi laporan itu, Ketua KPU Flores Timur, Antonius Djentera Betan mengaku pernyataannya yang menyebut nama daerah bukan kalimat rasis.
"Kalimat akhir 'Tanah Kuburan Masih Basah' punya makna mengajak forum agar menghargai perjuangan penyelenggara Pemilu, karena satu anggota PPK Solor Barat, Yohanes Baptista Atalawan Hayon meninggal dunia," ujarnya.
"Kebetulan yang sering mempersalahkan pekerjaan teman-teman ini orang dari Solor. Apakah dia (Robert Ledor) tidak merasa iba melihat orang Solor mempertaruhkan nyawa untuk demokrasi," sambungnya.
Menurut dia, keluarga besar KPU Flores Timur masih dalam suasana duka dan kurang elok jika rapat pleno selalu diwarnai protes keras.
Ia menegaskan bahasa yang diutarakan itu bukan dalam konteks menghina orang Solor.
"Sekali lagi itu bukan rasis, tapi respek untuk teman yang meninggal dunia," tandasnya.