Menilik Perkembangan Budaya Ngeteh di Indonesia hingga Jadi Tren Teh Solo

Munculnya budaya ngeteh di Indonesia tak bisa dipisahkan dari masa kolonial Belanda.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 31 Mei 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2024, 16:00 WIB
gorengan
Ilustrasi gorengan sebagai teman ngeteh/copyright shutterstock.com/Rembolle

Liputan6.com, Solo - Teh menjadi salah satu minuman yang banyak disukai masyarakat Indonesia selain kopi. Hal itu dibuktikan dengan meningkatnya popularitas teh yang dikemas dalam tren teh Solo.

Teh Solo yang merupakan teh tubruk asli Solo bahkan menjadi oleh-oleh khas yang banyak diburu wisatawan. Saat ini, banyak kedai-kedai teh yang menambahkan embel-embel Teh Solo sebagai trik penjualan.

Mengutip dari kemenparekraf.go.id, Indonesia memang dikenal sebagai salah satu negara penghasil teh terbesar di dunia. Menurut laman ekon.go.id, Indonesia memiliki luas lahan perkebunan teh terbesar kelima di dunia dengan luas sebesar 107.905 hektare (2020). Adapun jumlah produksi teh Indonesia berada di peringkat ke-8 dunia, yakni sebesar 138.323 ton di tahun tersebut.

Sementara itu, munculnya budaya ngeteh di Indonesia tak bisa dipisahkan dari masa kolonial Belanda. Bahkan, munculnya tren ngeteh di Indonesia dimulai sejak masuknya tanaman teh Camellia sinensis dari Jepang yang dibawa ke Indonesia pada 1684.

Kemudian pada 1827, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mulai membudidayakan teh dalam jumlah besar. Pada masa itu, pemerintah mendatangkan bibit teh dari Tiongkok untuk ditanam di Kebun Percobaan Cisurupan, Jawa Barat.

Seiring berjalannya waktu, tanaman teh semakin berkembang di Pulau Jawa. Teh kemudian menjadi tanaman wajib yang ditanam oleh masyarakat Indonesia, baik di tanah milik pribadi maupun di tanah sewaan.

Sejak saat itu, teh mulai menjadi bagian hidup masyarakat. Teh pun menjadi minuman yang bisa dinikmati siapa saja, mulai dari kalangan kerajaan, angkringan, maupun masyarakat lokal.

Munculnya budaya ngeteh di Indonesia juga berkaitan dengan budaya Inggris. Negara tersebut memiliki budaya minum teh di sore hari sambil ditemani kudapan. Budaya ini dikenal dengan nama afternoon tea.

Namun, budaya ngeteh di Indonesia sudah muncul jauh sebelum itu. Hanya saja, pada zaman tersebut, budaya minum teh hanya dilakukan kalangan bangsawan atau keluarga kerajaan saja.

Kini, teh menjadi minuman populer yang berhasil membawa tren teh Solo di kalangan masyarakat luas. Sebelum muncul tren tersebut beserta racikan teh angkringannya, ternyata budaya ngeteh di Solo sudah muncul sejak zaman kerajaan. 

Pada zaman dahulu, teh selalu disajikan di setiap acara jamuan makan keluarga bangsawan dalam tradisi kerajaan Jawa. Salah satu buktinya adalah kebiasaan Paku Buwana X yang beberapa kali menjamu Raja Siam dari Thailand dengan menyajikan secangkir teh dengan santun.

Seiring berkembangnya zaman, budaya teh Solo yang awalnya hanya di lingkungan kerajaan pun mulai tersebar dan berkembang di kalangan masyarakat luas tanpa memandang status sosialnya.

 

Penulis: Resla

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya