Opini: Tantangan dan Kesempatan BULOG Jadi Pemimpin Rantai Pasok Pangan

Dalam mengelola sumber daya yang terbatas, manusia bisa saling bekerjasama sehingga masing-masing individu akan mendapatkan manfaat dari sumber daya tersebut.

oleh Novia Harlina diperbarui 23 Jun 2024, 10:05 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2024, 18:37 WIB
Beras. (Liputa6.com/ ist)
Beras. (Liputa6.com/ ist)

Liputan6.com, Jakarta - Tokoh penerima Nobel Ekonomi 2009, Elinor Ostrom yang dikenal atas teorinya mengenai sistem kepemilikan kolektif, mengatakan bahwa dalam mengelola sumber daya yang terbatas, manusia bisa saling bekerjasama sehingga masing-masing individu akan mendapatkan manfaat dari sumber daya tersebut.

Begitupun halnya dengan Perum BULOG yang memiliki visi menjadi pemimpin rantai pasok pangan tepercaya, kerjasama dengan para pemegang kebijakan, termasuk pembuat regulasi pangan, mitra produksi, mitra bongkar muat dan impor, haruslah saling bersinergi sehingga tercipta ketahanan pangan untuk kesejahteraan masyarakat.

Hal ini bisa menjadi satu kesempatan maupun tantangan. Terlebih lagi masih kurangnya pemahaman masyarakat atas mekanisme dan jargon rantai pasok pangan, termasuk mekanisme impor di mana termasuk di dalamnya terdapat jargon, demurrage dan despatch.

"Demurrage atau keterlambatan bongkar muat adalah hal yang biasa. Jadi misalnya dijadwalkan lima hari, menjadi tujuh hari. Mungkin karena hujan, arus pelabuhan penuh, buruhnya tidak ada karena hari libur," kata Bayu Krisnamurthi, Direktur Utama Perum BULOG, saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR, pada Kamis, 20 Juni 2024.

Demurrage itu biaya yang sudah harus diperhitungkan dalam kegiatan ekspor impor. Adanya biaya demurrage menjadi bagian konsekuensi logis dari kegiatan eskpor impor.

"Bulog berusaha meminimumkan biaya demurrage dan itu sepenuhnya menjadi bagian dari biaya yang masuk dalam perhitungan pembiayaan perusahaan pengimpor atau pengeskpor," jelasnya.

Saat ini, Perum BULOG masih memperhitungkan total biaya demurrage yang harus dibayarkan, termasuk dengan melakukan negosiasi ke pihak Pelindo, pertanggungan pihak asuransi serta pihak jalur pengiriman. Menurut Bayu, perkiraan demurrage yang akan dibayarkan dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor sekitar 3%.

"Pemberitaan mengenai demurrage yang marak di media belakangan ini membuat bingung kami di Komisi IV, karena demurrage itu adalah biaya rutin yang lazim dilakukan pada saat kegiatan ekspor impor," tambah Budhy Setiawan dari Partai Golongan Karya, yang memimpin persidangan.

 

Tantangan Lainnya

Dalam kesempatan terpisah, Tito Pranolo, Pakar Pangan Indonesia mengatakan sebenarnya tidak lengkap membahas demurrage tanpa membahas despatch juga. Despatch adalah bonus yang diberikan karena bongkar barang terjadi lebih cepat, tentunya keduanya pernah dialami oleh Perum BULOG sebagai operator pelaksana penerima mandat impor beras dari pemerintah.

Saat ini, Perum BULOG mendapatkan penugasan untuk mengimpor beras sebesar 3,2 juta ton pada tahun 2024. Pada periode Januari-Mei 2024, jumlah impor sudah mencapai 2,2 juta ton. Impor dilakukan oleh Perum BULOG secara berkala dengan melihat neraca perberasan nasional dan mengutamakan penyerapan beras dan gabah dalam negeri.

"Tantangan lainnya yang dihadapi oleh Perum BULOG adalah berkurangnya produksi dalam negeri. Menurut data BPS, produksi padi pada periode Januari-April 2024 turun 17,54% dibandingkan periode yang sama tahun lalu saat mencapai 22,55 juta ton," ujarnya.

Peneliti Ahli Utama dan Profesor Riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erizal Jamal, mengungkapkan bahwa untuk memacu peningkatan produksi beras di dalam negeri, diperlukan pendekatan yang holistik dan inovatif dalam manajemen rantai pasok pangan. Dengan demikian, Perum BULOG tidak hanya bertindak sebagai penyangga stabilitas pangan, tetapi juga sebagai katalisator untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan di sektor pertanian dan pangan.

"Selain itu program edukasi dan sosialisasi kepada konsumen mengenai pentingnya diversifikasi konsumsi pangan juga harus digalakkan untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis komoditas tertentu, seperti beras dan mendorong konsumsi pangan lokal lainnya yang memiliki nilai gizi tinggi," kata Erizal.

Tantangan di sektor produksi, dijawab oleh Perum BULOG dengan program Mitra Tani. Di mana kelompok yang tergabung dalam Mitra Tani, diusahakan peningkatan produktivitas sehingga ada peningkatan produksi beras. Saat ini sudah ada 250 Hektar lahan yang tergabung dalam program ini.

Tentunya akan banyak tantangan dan kesempatan pada perjalanan Perum BULOG di masa-masa mendatang. Tapi dengan kepiawaian Perum BULOG selama 57 tahun ini pada rantai pasok pangan, memberikan harapan bahwa ketahanan pangan nasional bisa tercapai.

"Dengan transformasi yang kami lakukan dan diterjemahkan ke dalam empat visi, kami percaya bisa menjadi pemimpin rantai pasok pangan tepercaya sekaligus berkontribusi lebih bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia," tutup Sonya Mamoriska, Direktur Transformasi dan Hubungan Antar Lembaga Perum BULOG.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya