Helaran Dongdang, Tradisi dari Rakyat yang Kembali ke Rakyat

Helaran dongdang menjadi ritual puncak dalam tradisi seren taun yang digelar setiap bulan Muharam oleh Kampung Budaya Sindang Barang.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 28 Jun 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2024, 17:00 WIB
Kampung Budaya Sindang Barang
Lumbung padi tempat menyimpan hasil panen padi untuk satu tahun ke depan.

Liputan6.com, Bogor - Helaran dongdang merupakan ritual puncak dalam tradisi seren taun di Kampung Budaya Sindang Barang. Dalam ritual ini, masyarakat akan mengarak dongdang yang terdiri dari hasil bumi dan kerajinan.

Aneka hasil bumi tersebut terdiri dari sayur mayur, buah-buahan, makanan, dan beraneka macam kue yang sudah dihias. Isian yang merupakan sumbangan sukarela dari masyarakat itu nantinya akan diperebutkan kembali oleh masyarakat setelah diarak.

Mengutip dari indonesiakaya.com, arak-arakan helaran dongdang dimulai dengan bakaran kemenyan dan lantunan doa. Selanjutnya, seorang kokolot akan mencipratkan air suci ke dongdang-dongdang yang nanti akan diarak.

Adapun air suci yang digunakan berasal dari gabungan tujuh mata air. Air-air tersebut diambil dan disatukan dalam ritual ngala cai kukulu yang dilakukan beberapa hari sebelum helaran dongdang.

Air suci tersebut juga dicipratkan ke masyarakat yang berkerumun dan siap mengarak dongdang. Mereka percaya, air suci tersebut dapat mendatangkan berkah yang tak terhingga.

Setelah air suci dicipratkan, arak-arakan dongdang pun dimulai. Para kokolot sambil membawa bakaran kemenyan berada di barisan paling depan diikuti oleh para pembawa rengkong, yakni pikulan padi yang terbuat dari bambu berdiameter besar.

Pada kedua ujung rengkong digantungkan padi. Saat dipanggul dan digoyang-goyangkan, rengkong akan menghasilkan suara khas yang menjadi kesenian tersendiri.

Selain rengkong, ada juga angklung gubrag yang menjadi pengiring arak-arakan dongdang. Alat musik ini dimainkan oleh para ibu dengan mengenakan kostum kampret, yaitu pakaian hitam khas Kasepuhan Sunda yang dilengkapi dengan penutup kepala atau iket.

Sesampainya di Alun-Alun Kampung Budaya Sindang Barang, para kokolot dipimpin oleh tetua adat melaksanakan ritual majieken pare ayah dan pare ambu, yakni ritual mengawinkan hasil panen dan dimasukkan ke dalam lumbung padi sebagai persediaan pangan selama setahun. Seorang kokolot memimpin doa bersama di depan lumbung dengan kue, kembang tujuh rupa, sirih, kelapa, satu sisir pisang, dan bakaran kemenyan di hadapannya.

Selanjutnya, dongdong pun mulai diperebutkan. Helaran dongdang menjadi ritual puncak dalam tradisi seren taun yang digelar setiap bulan Muharam oleh Kampung Budaya Sindang Barang Bogor. Ritual adat yang digelar sebagai ungkapan syukur atas hasil panen melimpah itu menggambarkan pesta rakyat yang bersumber dari rakyat untuk kembali kepada rakyat.

 

Penulis: Resla

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya