Penularan Mpox via Droplet, Dokter RSUP Hasan Sadikin Imbau Masyarakat Kurangi Aktivitas di Keramaian

Medium penularan mpox adalah kontak langsung kulit dengan kulit dengan penderita mpox.

oleh Arie Nugraha diperbarui 08 Sep 2024, 18:00 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2024, 16:00 WIB
RSUP Hasan Sadikin Bandung
Ketua Tim Dokter Penanggulangan Penyakit Infeksi Menular Khusus Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Hasan Sadikin Bandung, Hendra Gunawan, menjelaskan penyakit mpox. (Arie Nugraha)

Liputan6.com, Bandung - Masyarakat diimbau agar mengurangi aktifitas yang tidak terlalu penting di pusat keramaian guna mencegah paparan penyakit mpox.

Menurut Ketua Tim Dokter Penanggulangan Penyakit Infeksi Menular Khusus Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Hasan Sadikin Bandung, Hendra Gunawan, imbauan ini terkait peningkatan jumlah kasus mpox.

"Karena ada satu kasus yang ditemukan varian Ib di Thailand, yang dikatakan lebih virulen (mematikan) dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya, nah kita harus lebih berhati-hati sedapat mungkin kalau memang kegiatannya tidak esensial, urgent, primer sekali lagi untuk menghindari kerumunan-kerumunan," ujar Hendra di RSUP Hasan Sadikin Bandung, ditulis Jumat (6/9/2024).

Pasalnya kata Hendra, dalam keramaian tidak diketahui terdapat orang yang sudah terpapar mpox. Meski terdapat beberapa medium penularan penyakit yang disebabkan oleh virus monkeypox.

Medium penularan pertamanya adalah dengan kontak langsung kulit dengan kulit dengan penderita mpox. Termasuk hubungan seksual yang kini banyak terjadi.

"Karena memang melalui hubungan seksulal (penularannya) kemudian kontak tidak langsung melalui benda-benda yang terkontaminasi virus mpox dan melalui droplet (cairan yang keluar dari hidung dan mulut)," kata Hendra.

Hendra menegaskan penularan mpox tidak seganas COVID-19 dengan menyebar lewat udara (airborne). Namun, seluruh kelompok masyarakat harus tetap mewaspadainya.

Tak hanya itu, pencegahan yang harus dilakukan oleh masyarakat adalah menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

"Untuk orang yang merawat pasien mpox secara mandiri jangan lupa memakai alat pelindung diri (APD) dan masker serta sarung tangan. Untuk meminimalisir kontak langsung atau terkena droplet," tambah Hendra.

Protokol kesehatan sewaktu pandemi COVID-19 sepert 5M yaitu Memakai masker, Mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan, serta Membatasi mobilisasi dan interaksi perlu diterapkan kembali sebagai bentuk kewaspadaan.

 

SImak Video Pilihan Ini:

Lima Ruang Isolasi Disiagakan

RSUP Hasan Sadikin Bandung sendiri telah menyiagakan lima ruang isolasi di Gedung Kemuning untuk mengantisipasi adanya pasien mpox yang dirawat.

Menurut Manajer Pelayanan Medik RSUP Hasan Sadikin Bandung, Fiva Aprilia Kadi, sistem rute untuk pasien mpox rujukan dari pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) atau rumah sakit umum daerah (RSUD) juga telah disiapkan.

"Jadi bisa kita terima lewat IGD (instalasi gawat darurat) maupun lewat poliklinik. Nanti dari situ akan dilihat oleh dokter yang sedang bertugas bisa di jam kerja maupun jam jaga, setelah itu kami akan melakukan penilaian apakah pasien tersebut harus dirawat atau tidak," ujar Fiva di RSUP Hasan Sadikin Bandung, Kamis (5/9/2024).

Fiva mengatakan penilaian kondisi kesehatan pasien yang gejalanya mirip mpox itu akan dilakukan oleh tim dokter penyakit infeksi menular khusus.

Fiva menuturkan jika hasil penilaian medis tim dokter harus dilakukan perawatan maka pemeriksaan lanjutan akan segera dilakukan.

"Seperti pemeriksaan fisik, rontgen dengan menggunakan APD (alat pelindung diri) dan masker seperti COVID terdahulu. Maka kita akan merawat di dua tempat, bisa Gedung RIKK ataupun Gedung Kemuning lantai 1. Ruangannya sudah disiapkan oleh RSUP Hasan Sadikin," kata Fiva.

Tim dokter penanganan pasien mpox ucap Fiva dibagi menjadi dua bagian, yakni untuk pasien dewasa dan pasien anak.

Tim dokter penanganan pasien mpox dewasa ditangani oleh dokter dari bagian penyakit dalam (internis). Sementara tim dokter untuk pasien usai 18 tahun kebawah oleh dokter anak.

"Nanti penanganan pasien mpox anak itu akan dibarengi pemeriksaannya dengan dokter internis," ungkap Fiva.

Berdasarkan pantauan di ruang isolasi Flamboyan, Gedung Kemuning, RSUP Hasan Sadikin, terdapat tiga pasien yang tengah dirawat. Mereka bukan pasien mpox namun pasien tuberculosis (TB).

 

RSUP Hasan Sadikin Siap Menerima Pasien Rujukan

Sementara itu, Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Hasan Sadikin Bandung, Iwan Abdul Rachman mengaku otoritasnya siap menerima setiap pasien mpox yang dirujuk dari fasilitas kesehatan lain.

"Tentunya saat ini kami mempunyai kesiapan penuh karena kami juga sudah mempunyai tim. Timnya dipimpin oleh Prof. Hendra," ungkap Iwan.

Iwan menyebutkan alur penanganan dan jalur dibawanya pasien mpox telah dipersiapkan pula. Iwan mengingatkan meski sistem rute dan fasilitas sudah mumpuni, seluruh kelompok masyarakat tidak panik.

Kondisi paparan mpox hingga kini diklaim Iwan masih terkendali. Terpenting ucap Iwan, kewaspadaan harus tetap dijaga.

"Kewaspadaan harus ditingkatkan dengan adanya kasus ini namun jangan sampai panik," ungkap Iwan.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI telah menerbitkan surat edaran 20 Agustus 2024 tentang kewaspadaan terhadap paparan penyakit mpox di pintu masuk pelabuhan dan bandara domestik dan di wilayah.

Surat edaran Dirjen P3 Kemenkes RI ini menindaklanjuti keputusan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa penyakit mpox statusnya menjadi darurat kesehatan global.

"Dikarenakan ada peningkatan jumlah kasus khususnya di Benua Afrika dan Amerika. Kita bahwa ini bukan pertama kali, sebelumnya penyebaran penyakit mpox juga pernah terjadi," terang Iwan.

Namun lanjut Iwan, pada 11 Mei 2023 status serupa sempat dicabut oleh WHO dan 17 Agustus 2024 kembali diberlakukan.

Kasus Mpox Terkonfirmasi di Indonesia

Dilansir laman Sehat Negeriku, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menyatakan sebanyak 88 kasus penyakit cacar monyet atau Mpox terkonfirmasi hingga 17 Agustus 2024 dari tahun 2022.

Menurut Plh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI dr Yudhi Pramono, MARS, sebanyak 87 kasus telah dinyatakan sembuh. Jika dilihat tren mingguan kasus konfirmasi Mpox di Indonesia dari tahun 2022 hingga 2024, periode dengan kasus terbanyak terjadi pada Oktober 2023.

Yudhi mengatakan dari 88 kasus yang dikonfirmasi, sebanyak 54 kasus memenuhi kriteria untuk dilakukan whole genome sequencing (WGS) guna mengetahui varian virusnya.

"Dari 54 kasus ini seluruhnya varian Clade IIB. Clade II ini mayoritas menyebarkan wabah Mpox pada Tahun 2022 hingga saat ini dengan fatalitas lebih rendah dan ditularkan sebagian besar dari kontak seksual," ujar Yudhi dicuplik dari laman Sehat Negeriku.

Yudhi menjelaskan terdapat dua Clade Monkeypox virus, yakni Clade I berasal dari Afrika Tengah (Congo Basin) dengan subclade 1a.

Subclade 1a ini memiliki case fatality rate (CFR) lebih tinggi daripada clade lain dan ditularkan melalui beberapa mode transmisi. Sementara itu, subclade 1b ditularkan sebagian besar dari kontak seksual dengan CFR 11%.

Berbeda dengan Clade I, Clade II berasal dari di Afrika Barat dengan subclade IIa dan IIb dengan CFR 3,6%. Clade II memiliki CFR rendah dengan kasus sebagian besar berasal dari kontak seksual pada saat wabah pada 2022.

"Mpox menular melalui kontak langsung dengan ruam bernanah di kulit, termasuk saat berhubungan seksual. Orang yang berhubungan seks dengan banyak pasangan dan berganti-ganti berisiko tinggi tertular Mpox. Kelompok risiko utama adalah laki-laki yang melakukan seks dengan sejenis," sebut Yudhi.

Yudhi mengimbau masyarakat untuk menggunakan masker medis jika merasa tidak sehat. Jika muncul gejala seperti ruam bernanah atau keropeng pada kulit, segera periksakan diri ke puskesmas, klinik, atau rumah sakit terdekat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya