Gerakan Shadaqah Sampah, Cara Sedekah Meningkatkan Kualitas Hidup

Ananto mendapat julukan ‘Ustadz Sampah’, karena Gerakan Shadaqah Sampah yang mengoptimalkan cara kelola sampah, menggerakkan roda ekonomi hingga meningkatkan kualitas hidup di masyarakat.  

oleh Yanuar H diperbarui 09 Sep 2024, 09:00 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2024, 09:00 WIB
Ilustrasi sampah
Ilustrasi sampah. (Photo by Gera Kulik on Unsplash)

Liputan6.com, Yogyakarta - Konsistensi selalu menjadi prinsip hidup Ananto Isworo, alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) memulai peduli sampah di Kampung Brajan dan membuat Gerakan Shadaqah Sampah. Karena ini, ia mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta  di bidang pembina lingkungan.

Namun ketika memulai gerakan ini ia kerap mendapatkan penolakan karena kurangnya kepedulian atas permasalahan sampah, sampai akhirnya konsistensinya ini membuahkan hasil yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Ia mengaku tujuannya memulai gerakan ini hanya untuk memberikan kebermanfaatan bagi lingkungan. 

“Sebelumnya memang banyak yang meragukan apa yang kami lakukan. Namun alhamdulillah, bahkan hingga bulan lalu kami masih dapat memberikan bantuan dana untuk Palestina dan keperluan air bersih di Gunung Kidul. Seluruhnya berasal dari sampah yang dianggap tidak berguna di masyarakat,” ujar Ananto di kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah Senin 2 September  2024.

Ananto dan teman temannya di Gerakan Shadaqah Sampah setiap hari minggu di pekan pertama dan ketiga setiap bulannya memilah sampah yang telah terkumpul. Semua pemilahan sampah ini ia lakukan di kawasan halaman Masjid Al-Muharram di Kampung Brajan. 

Hal ini bagi Ananto meyakini jika setiap pemuka agama yang banyak berkegiatan di rumah ibadah harus mampu bertanggung jawab atas perilaku masyarakat di lingkungan tersebut, tidak terkecuali penanganan sampah.

“Selama ini, upaya untuk menyelesaikan permasalahan sampah lebih banyak berfokus di hilir, yaitu penyediaan alat seperti tempat sampah 3 warna, dan sebagainya. Menurut saya hal tersebut akan kurang efektif jika tidak ada pembinaan di masyarakat terutama untuk mengubah pola pikir terkait sampah. Bagaimana masyarakat dapat mengurangi penggunaan barang sekali pakai sehingga dapat mengurangi residu. Kalaupun tetap harus menjadi sampah setidaknya masyarakat sudah memiliki pola pikir untuk memilah sampah berdasarkan jenisnya,” imbuhnya.

Gerakan Shadaqah Sampah ini adalah bentuk kecil untuk mengedukasi masyarakat agar lebih bijak dalam pelestarian lingkungan, dimulai dari rumah sendiri dan dari hal terkecil. Menurutnya, delapan puluh persen dari permasalahan sampah dapat diatasi dengan memberikan edukasi dan pemahaman yang baik bagi masyarakat. 

"Dampak dari pengelolaan sampah yang baik pun tidak hanya baik bagi lingkungan, bahkan juga bagi sirkulasi ekonomi dengan sampah yang masih memiliki nilai manfaat atau nilai jual."

Ananto mengatakan sampah organik dapat diolah menjadi pupuk, selain sebagai pakan maggot yang nantinya menjadi pakan bagi hewan ternak. Sementara untuk sampah anorganik sudah banyak dicontohkan oleh Ananto dalam pemanfaatannya melalui Gerakan Shadaqah Sampah, bahwa kumpulan sampah anorganik ini dapat memiliki nilai jual yang dapat dikelola.

“Apa yang saya tekuni selama ini tidak lepas dari latar belakang pendidikan saya. Saya berasal dari Komunikasi dan Penyiaran Islam di UMY yang dulunya bernama Penyuluh dan Penyiaran Agama Islam. Jadi saya memang terbiasa menjadi penyuluh agama dan berdakwah di masyarakat, dan esensi dari seluruh kegiatan pembinaan lingkungan yang saya lakukan adalah untuk mensyiarkan ajaran Islam. Saya ingin mencontohkan bahwa lulusan agama dapat berdampak dengan jangkauan yang luas, dengan substansi yaitu penyuluhan dan dakwah namun cara pendekatannya yang disesuaikan dengan lingkungan masyarakat,” ujarnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya