Liputan6.com, Yogyakarta - Sulistyo Chawasie Presiden Direktur PT. Hamparan Segara Niaga (HSN) Group menceritakan bagaimana memulai membangun bisnis transportasi kargo berpendingin dengan 14 orang temannya di tahun 1996. Perjalanan bisnisnya akhirnya hanya menyisakan 3 orang salah satu dirinya selaku pendiri perusahaan.
“Kita mendirikan perusahaan berawa bedol desa, bareng-bareng dengan teman mendirikan, sekarang jadi nomor satu perusahaan transportasi berpendingin untuk kargo,” kata pria kelahiran Karangkajen, Yogyakarta, 59 tahun lalu ini.
Ia mengaku memulai usahanya di umur 31 tahun usai memiliki pengalaman kerja di sebuah perusahaan transportasi dan logistik yang menangani transportasi dari berbagai macam barang-barang kargo yang berbasis di Singapura. Pada tahun 1996, Budi melihat kesempatan mendirikan perusahaan bersama 14 temannya ketika salah seorang investor yang selama ini menjadi customernya, mengajaknya untuk berbisnis.
Advertisement
Baca Juga
“Ya, intinya sebenarnya gini, investor itu adalah customer saya. Dia bilang, ngapain kamu kerja sama orang Singapura? Udah kita kerja bareng aja. Nah, HSN akhirnya berdiri," kata Budi.
Lalu dengan modal 200 juta rupiah hasil dari patungan ini ia mendirikan perusahaan berbasis di Jakarta dan Surabaya untuk memberikan pelayanan di Wilayah Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Namun perjalanan bisnis di 10 tahun pertamanya, roda usaha perusahaan yang berbasis di Jakarta merugi karena sulit bersaing dengan perusahaan kompetitor.
"Sehingga harus diambil alih oleh tim manajemen yang berbasis di Surabaya."
Menurut Budi bisnisnya di Jakarta merugi karena perbedaan niche market, ditambah kondisi perusahaan yang di Jakarta yang gulung tikar ini menyebabkan pecahnya kongsi antara 14 orang pendiri tersebut. Bahkan adanya perbedaan pendapat, 7 orang pendiri perusahaan yang berkantor di Surabaya juga memutuskan keluar, praktis menyisakan 3 orang pendiri.
Berkat ketekunannya bersama rekannya dalam menjalan usaha ternyata membuahkan hasil. Saat ini perusahaan ini menjadi salah satu penyedia jasa transportasi kargo berpendingin untuk perishable cargo atau barang-barang yang harus disimpan dalam suhu tertentu supaya tidak rusak terbesar di Indonesia.
"Tahun 2022 lalu, HSN Group berhasil mencapai peak profit (laba puncak) sebesar 1,4 Triliun."
Ia menyebutkan HSN Group memiliki 44 kantor cabang yang ada di seluruh Indonesia dengan jumlah karyawan lebih dari 1000 orang yang terdiri karyawan tetap dan outsourcing.
“Ada 44 cabang, pokoknya dimana ada produk ikan, di situ kita berdiri. Untuk operasional, kita memiliki 300an truk dan 2.000 lebih kontainer berpendingin,” katanya.
Bisnis yang sudah berjalan 28 tahun ini HSN Group sudah memiliki 7 anak perusahaan. Selain sewa pengiriman kontainer berpendingin, perusahaan ini bergerak di bidang trading dan kapal pengangkut ikan berbasis cold storage hingga menyuplai bahan makanan dan minuman untuk perusahaan tambang yang berada di luar Jawa.
“Bersyukur, semua masih jalan,” ujarnya.
Bisnis yang sudah berjalan ini menurutnya karena relasi sangatlah penting seperti halnya saat pandemi COVID-19 dimana kapalnya tidak bisa berlabuh di Amerika Serikat. Pada saat itu kapal-kapal transportasi mengalami berbagai kesulitan dalam berlabuh karena batasan-batasan yang berlaku untuk mencegah menyebarnya COVID-19.
“Ketika Covid, di Amerika itu kerja, cuma tidak bisa 24 jam. Akhirnya kapal-kapal yang ke sana, kita istilahnya kongesti. Kongesti itu tidak bisa sandar,” katanya
Namun untungnya karena adanya link dan channel relasi yang dapat memberikan kemudahan, kapal mereka akhirnya bisa mendarat dan mengantarkan kargo yang mereka harus kirimkan.
“Nah ketika semua nongkrong di sana, di Amerika, menunggu sandar. Maka kan kapal yang balik kan kosong. Nah terjadi perebutan, perebutan space kapal. Nah, kita punya link yang bagus, akhirnya kita terisi.”
Berdasarkan pengalamannya di bisnis transportasi kargo berpendingin Sulistyo memberi tips bagi mahasiswa yang ingin menekuni usaha, salah satu hal yang paling penting adalah mempelajari kemampuan untuk mengelola keuangan.
“Keahlian mengelola uang sangatlah penting bagi seorang mahasiswa bahkan bagi seorang insinyur sekalipun,” tegasnya.
Soal pengalaman menempuh studi di UGM, Sulistyo mengungkapkan kesederhanaan dan kekeluargaan, di mana kultur di kampus membiasakan seseorang untuk terbiasa hidup sederhana.
“Kita dididik itu jadi orang yang sederhana. Sebenarnya itu saja. Kita Nggak perlu terus kemudian muluk-muluk. Nggak perlu dengan menunjukkan jati diri. Nilai itu memang bagus, kekeluargaan kita jadi solid,” terangnya.