Pria Disabilitas di NTB Jadi Tersangka Pelecehan Seksual, Bagaimana Modusnya?

Seorang disabilitas tunadaksa berinisial IWAS ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual.

oleh Tim Regional diperbarui 04 Des 2024, 08:53 WIB
Diterbitkan 04 Des 2024, 08:53 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual, catcalling
Ilustrasi pelecehan seksual, catcalling. (Image by Freepik)

 

Liputan6.com, Mataram - Seorang disabilitas tunadaksa berinisial IWAS ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual. Tim Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mendatangi Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) guna mengecek penanganan kasus pelecehan seksual tersebut.

Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat di Mataram, Selasa (4/12/2024), membenarkan pihaknya kedatangan tim dari Bareskrim Polri untuk melihat penanganan kasus tersebut.

"Iya, benar. Kami kedatangan tamu dari Bareskrim Polri. Kami menerima baik dan kami jelaskan fakta kegiatan yang sudah kami lakukan," kata Syarif.

Dia mengatakan pihaknya menjelaskan proses penanganan kasus itu kepada Tim Bareskrim Polri mulai dari tahap penyelidikan hingga penyidikan yang sudah menetapkan IWAS sebagai tersangka dan berkas kini telah masuk ke proses pelimpahan ke jaksa peneliti.

"Penanganan yang kami lakukan apakah sudah sesuai aturan dan sudah dilaksanakan? Apa saja langkah-langkahnya? Itu yang jadi poin pertanyaan tim Bareskrim datang," ujarnya.

Lebih lanjut, Syarif menyampaikan bahwa dalam penanganan kasus ini pihaknya terbuka kepada publik maupun lembaga pengawas kinerja penegak hukum internal maupun eksternal.

Bahkan, pada proses penyelidikan pihak kepolisian menjalin koordinasi dan meminta pendampingan dari komite disabilitas daerah (KDD), mengingat terduga pelaku dalam kasus ini seorang penyandang disabilitas.

Ia memastikan bahwa pihaknya mendukung adanya pengawasan ini dengan melihat hal tersebut sebagai bentuk transparansi penanganan hukum yang sudah berjalan sesuai prosedur.

"Jadi, kami di sini enggak mencari-cari, karena ini memang ada laporan, yang dilaporkan korban dan perempuan yang menjadi korban ini dilindungi secara haknya, itu ada diatur dalam undang-undang juga," ucap dia.

Begitu juga komentar warga di media sosial tentang penanganan kasus ini yang pada akhirnya menjadi viral usai mengetahui seorang penyandang disabilitas tanpa dua lengan bisa menjadi tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual.

Syarif melihat komentar tersebut sebagai bahan koreksi kinerja pihak kepolisian, khususnya dalam penanganan kasus IWAS yang terkesan baru terjadi di Indonesia.

"Kami melihat itu (komentar) sebagai koreksi bagi kami, sebagai masukan dan semangat bagi kami," katanya.

Menurut dia, pihak kepolisian harus menarik pembelajaran dari kasus ini dengan memberikan informasi penanganan yang lebih mudah dipahami publik.

IWAS yang kini tercatat sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Mataram menjadi tersangka kasus dugaan pelecehan seksual berdasarkan hasil gelar perkara yang telah menemukan sedikitnya dua alat bukti.

Alat bukti tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan dua korban, saksi, hasil visum korban, dan keterangan ahli psikologi dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).

Penyidik dalam berkas menyatakan tersangka IWAS sebagai penyandang disabilitas tunadaksa telah melakukan perbuatan pidana asusila dengan modus komunikasi verbal yang mampu mempengaruhi sikap dan psikologi korban.

Sehingga dalam berkas, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Masa Penahanan Tersangka Diperpanjang

Sementara itu, Penyidik Polda NTB memperpanjang masa penahanan tersangka kasus dugaan pelecehan seksual berinisial IWAS yang merupakan seorang penyandang disabilitas tunadaksa.

"Jadi, tersangka IWAS ini berstatus tahanan rumah, habis hari ini, nanti kami perpanjang," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat di Mataram, Selasa.

Dengan menyampaikan hal tersebut, penyidik akan memperpanjang penahanan tersangka IWAS yang berstatus tahanan rumah untuk jangka waktu 40 hari ke depan.

Perihal perkembangan penanganan kasus, Syarif menyampaikan bahwa pihaknya masih menunggu hasil penelitian berkas oleh jaksa.

Apabila berkas telah dinyatakan lengkap, dia memastikan penyidikan akan segera menindaklanjuti dengan melimpahkan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.

Dia meyakinkan bahwa kasus IWAS yang kini masuk dalam penelitian berkas oleh jaksa tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan korban yang berstatus mahasiswi.

Dalam kasus tersebut, Syarif menyebutkan ada dua korban yang sudah memberikan keterangan dan menjadi kelengkapan berkas.

Selain itu, ada alat bukti lain berupa hasil visum korban, saksi dari rekan korban dan tersangka maupun pemilik sebuah penginapan.

Alat bukti juga dikuatkan dengan keterangan ahli psikologi dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).

Dalam berkas, penyidik turut menguraikan modus tersangka IWAS sebagai penyandang disabilitas tunadaksa dalam melakukan perbuatan pidana asusila terhadap korban. Modus tersebut dilakukan dengan mengandalkan komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi sikap dan psikologi korban.

Sehingga dalam berkas, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Modus Pelecehan Seksual

Komisi Disabilitas Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat menyatakan telah mendapatkan rekaman video aksi seorang tunadaksa berinisial IWAS dalam menjalankan modus pelecehan seksual terhadap korbannya.

Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Provinsi NTB Joko Jumadi di Mataram, Selasa, mengatakan bahwa pihaknya mendapatkan rekaman video tersebut dari seorang perempuan usia dewasa yang mengaku sebagai korban pelecehan seksual IWAS.

"Rekaman video itu ada, tetapi belum bisa kami buka. Nantinya tetap akan masuk bukti di kepolisian," kata Joko.

Ia menyampaikan bahwa perempuan yang mengaku sebagai korban dan pemilik rekaman video tersebut kini sedang menjalani pemeriksaan di Kepolisian Daerah NTB.

"Yang jelas, ini (korban usia dewasa), yang sedang di-BAP (berita acara pemeriksaan), korban baru yang masuk proses pengembangan kepolisian, bukan dari yang tiga korban pertama," ujarnya.

Selain rekaman video dari korban usia dewasa, Joko juga menyampaikan ada rekaman video dari korban usia anak.

"Yang anak-anak ini ada (rekaman video). Hanya saja belum kami dapatkan karena kejadiannya memang cukup lama, tahun 2022," ucap dia.

Joko menerangkan bahwa dari 10 korban yang melapor ke KDD Provinsi NTB, dua orang di antaranya kini masuk pemeriksaan di Polda NTB. Dua korban tersebut berusia dewasa.

"Untuk korban lain, ini masih tarik ulur, mau sampaikan ke kepolisian atau tidak. Yang jelas, hari ini sudah ada dua korban usia dewasa yang mau berikan kesaksian di Polda NTB. Untuk yang usia anak, tiga orang, itu belum, masih ditangani LPA (Kembaga Perlindungan Anak)," kata Joko.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya