Liputan6.com, Lampung - Kepala Badan Karantina Indonesia (Barantin), Sahat M. Panggabean, meninjau langsung persiapan pengawasan menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) di Pelabuhan Merak dan Bakauheni, Rabu (11/12/2024). Langkah ini bertujuan mencegah penyelundupan barang ilegal, terutama komoditas hewan, ikan, tumbuhan, serta produk pangan yang dapat membahayakan ekosistem dan kesehatan masyarakat.
“Pengawasan dan penindakan karantina ini penting untuk mencegah masuknya komoditas yang berisiko merusak ketahanan pangan serta ekosistem Indonesia,” ujar Sahat.
Advertisement
Baca Juga
Menurutnya, menjelang libur Nataru, volume penumpang dan barang di Pelabuhan Merak dan Bakauheni diperkirakan meningkat signifikan.
Advertisement
Data dari PT ASDP Indonesia Ferry menunjukkan lebih dari 3 juta penumpang akan melintasi kedua pelabuhan tersebut selama periode Nataru, dengan lonjakan pada kendaraan pribadi dan truk pengangkut barang.
"Mengantisipasi situasi tersebut, Barantin telah mengerahkan petugas tambahan yang akan berjaga 24 jam. Teknologi pemindaian X-ray dan pemeriksaan manual juga disiagakan untuk mendeteksi barang ilegal yang disembunyikan dalam barang bawaan penumpang atau kendaraan," terangnya.
Sepanjang 2024, Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Banten mencatat 58 kasus penyelundupan yang berhasil digagalkan, sementara Balai Karantina Lampung menggagalkan 47 kasus.
Dia menyampaikan, modus penyelundupan yang semakin canggih menjadi tantangan tersendiri bagi pengawasan di lapangan.
“Kami terus meningkatkan kewaspadaan, mengingat pentingnya keamanan pangan dan kesehatan masyarakat. Penyebaran penyakit akibat barang ilegal dapat menyebabkan kerugian besar,” tegasnya.
Dia menyampaikan bahwa Barantin telah menyiapkan langkah strategis, termasuk bekerja sama dengan PT ASDP dan instansi terkait untuk memastikan tidak ada celah bagi penyelundupan. Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha tentang pentingnya persyaratan karantina juga gencar dilakukan.
“Kami juga mengajak masyarakat untuk melaporkan kegiatan ilegal yang terindikasi berpotensi merusak ekosistem dan kesehatan,” pungkasnya.