Liputan6.com, Gunungkidul - Pemerintah Kabupaten Gunungkidul menghadapi tantangan besar dalam upaya menarik investasi karena sekitar 51% wilayahnya, atau 757,13 km², merupakan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) yang dilindungi. Aturan ketat terhadap pemanfaatan kawasan ini memicu perdebatan di tengah dorongan percepatan pembangunan ekonomi.
Bupati Gunungkidul, Sunaryanta, menjelaskan bahwa meskipun KBAK memiliki fungsi utama sebagai kawasan konservasi, pendidikan, dan ekonomi, pemanfaatannya tidak dapat dilakukan sembarangan karena regulasi yang ada.
Baca Juga
“Kawasan karst memang tidak boleh sembarangan dimanfaatkan, tetapi bukan berarti tidak bisa digunakan untuk aktivitas ekonomi. Pemerintah harus memastikan investasi tidak melanggar aturan, karena pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan,” ujar Sunaryanta.
Advertisement
Ia menambahkan bahwa pemerintah akan melakukan analisis mendalam terkait potensi pemanfaatan kawasan tersebut. Langkah ini bertujuan agar investasi yang masuk tidak merusak fungsi ekologis KBAK.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Gunungkidul, Hari Sukmono, menjelaskan bahwa KBAK memiliki peran penting sebagai kawasan lindung geologi, terutama dalam hidrologi sebagai tandon air alami. Kegiatan ekonomi di kawasan ini hanya diizinkan jika sesuai dengan aturan, termasuk melalui penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Namun, Hari mengakui bahwa proses AMDAL menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku usaha. “AMDAL membutuhkan biaya dan waktu yang cukup lama, sehingga kurang adil bagi pelaku usaha kecil. Kami sedang mengupayakan pengecualian atau kriteria khusus untuk kegiatan tertentu, agar lebih efisien tanpa melanggar aturan,” jelasnya.
Hari juga menyebutkan bahwa revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gunungkidul telah memasukkan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Dokumen ini diharapkan dapat memetakan daya dukung kawasan, sehingga aktivitas ekonomi dapat direncanakan tanpa mengganggu fungsi ekologisnya.
Hari Sukmono menjelaskan bahwa pemanfaatan KBAK bisa dilakukan melalui pendekatan jasa lingkungan, termasuk jasa karbon. Potensi pendapatan jasa karbon dari kawasan karst di Gunungkidul cukup besar.
“Hasil evaluasi menunjukkan nilai karbon yang dihasilkan mencapai Rp281 miliar per tahun. Ini baru dari jasa karbon, belum dari potensi pariwisata dan ekosistem lainnya,” ungkapnya.
Selain itu, pengembangan pariwisata berbasis Geopark juga menjadi salah satu solusi untuk memanfaatkan KBAK tanpa merusak ekosistemnya. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul terus mendorong peningkatan nilai tambah kawasan karst melalui kegiatan ekonomi berkelanjutan.
Bupati Sunaryanta menegaskan komitmen pemerintah dalam menarik investasi sambil tetap menjaga kelestarian lingkungan. “Masyarakat tidak perlu khawatir. Semua rencana investasi akan melalui analisis yang detail dan sesuai aturan. Kita tidak boleh melupakan pertumbuhan ekonomi, tetapi harus tetap menjaga lingkungan,” katanya.
Langkah ini diharapkan mampu menjembatani kebutuhan pembangunan ekonomi dengan pelestarian lingkungan, sehingga investasi dapat berjalan tanpa menimbulkan kerusakan ekologis.