Petani di Lampung Demo Tuntut Harga Singkong Sesuai Kesepakatan

Aksi ini menyoroti masalah harga singkong yang dinilai tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.

oleh Ardi Munthe diperbarui 17 Jan 2025, 23:00 WIB
Diterbitkan 17 Jan 2025, 23:00 WIB
Seribuan massa dari elemen petani di Lampung melakukan aksi unjuk rasa harga singkong yang turun. Foto : (Liputan6.com/Ardi).
Seribuan massa dari elemen petani di Lampung melakukan aksi unjuk rasa masalah harga singkong yang turun. Foto : (Liputan6.com/Ardi).... Selengkapnya

Liputan6.com, Lampung - Massa dari berbagai elemen masyarakat menggelar aksi unjuk rasa di Lapangan Korpri, Kantor Gubernur Lampung, Kota Bandar Lampung, Senin (13/1/2025). Aksi ini menyoroti masalah harga singkong yang dinilai tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.

Para demonstran yang terdiri dari petani singkong, mahasiswa, dan organisasi masyarakat (ormas) datang ke lokasi menggunakan truk. Mereka membawa spanduk berisi tuntutan dan beberapa di antaranya membawa tanaman singkong sebagai simbol perjuangan. Orasi dengan pengeras suara mewarnai jalannya aksi.

Situasi sempat memanas ketika massa di barisan depan mencoba menarik dan merusak kawat berduri yang dipasang aparat keamanan di lokasi.

Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung, Dasrul Aswin, menjelaskan bahwa aksi ini adalah tindak lanjut atas kesepakatan yang belum terealisasi terkait harga beli singkong.

Menurutnya, perusahaan seharusnya membeli singkong seharga Rp1.400 per kilogram dengan potongan maksimal 15 persen, seperti yang disampaikan Pj Gubernur Lampung, Samsudin.

"Kesepakatan itu masih omong kosong. Sampai sekarang, tidak ada perusahaan yang menerapkan harga tersebut," tegas Dasrul.

Dasrul menyebut banyak perusahaan justru membeli singkong dengan harga jauh di bawah kesepakatan, yaitu Rp1.070 per kilogram. Kondisi ini menyebabkan petani mengalami kerugian besar.

"Dengan biaya produksi Rp731 per kilogram, ditambah ongkos lain seperti cabut singkong, hasil yang diterima petani tidak sebanding. Dari satu hektare lahan, 80 persen hasilnya untuk perusahaan, sisanya baru untuk petani," jelasnya.

Maradoni, seorang petani dari Kabupaten Lampung Timur, menambahkan bahwa situasi ini membuat para petani merasa dijajah oleh perusahaan.

Ia mendesak pemerintah daerah untuk serius mengimplementasikan Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Menteri (Permen) terkait penetapan harga singkong.

"Kami ini bukan budak! Kenapa petani harus tunduk pada perusahaan? Kami tersakiti, sementara pengusaha semakin kaya. Singkong itu punya nilai ekonomi, bukan sampah," seru Maradoni.

Aksi ini menjadi bentuk protes keras para petani terhadap ketidakadilan dalam penetapan harga singkong dan harapan agar pemerintah segera mengambil langkah konkret.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Hasil Audiensi Petani Singkong dan DPRD

Pj Gubernur Lampung, Samsudin tidak menemui petani karena tengah berada di Jakarta menghadiri kegiatan di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Lantas, para petani itu, berdiskusi dengan Ketua DPRD Lampung, Ahmad Giri Akbar. Giri menerangkan pihaknya telah mencapai kesepakatan dengan para petani singkong terkait beberapa poin penting.

Kesepakatan ini merujuk pada keputusan bersama dengan Penjabat (Pj) Gubernur sebelumnya, namun dengan beberapa penambahan.

“Salah satu kesepakatannya adalah harga singkong yang tetap Rp1.400 per kilogram dengan potongan maksimal 15 persen dan usia tanam minimal 9 bulan,” ujar Giri.

Selain itu, terdapat langkah-langkah tambahan seperti pembinaan bagi petani, pemantauan harga, serta pelaksanaan tera ulang timbangan di lapak-lapak penjualan. Kebijakan hilirisasi juga menjadi bagian dari kesepakatan ini untuk meningkatkan nilai tambah singkong.

Sebagai poin tambahan, Giri menegaskan bahwa perusahaan yang tidak mematuhi keputusan tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Perusahaan yang melanggar kesepakatan terkait harga ubi kayu akan dikenakan tindakan tegas sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya