Sejarah Tradisi Hajat Laut, Sebuah Warisan Budaya Nelayan di Pangandaran

Upacara Hajat Laut biasanya diselenggarakan setiap tahun, tepatnya pada bulan-bulan tertentu yang dianggap sakral oleh masyarakat nelayan

oleh Panji Prayitno diperbarui 23 Jan 2025, 01:00 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2025, 01:00 WIB
Sejarah Tradisi Hajat Laut, Sebuah Warisan Budaya Nelayan di Pangandaran
Sejumlah kapal nelayan dengan berbagai hiasan meramaikan Tradisi Nadran, atau sedekah bumi dengan melarungkan sesaji ke tengah laut, di Muara Angke, Jakarta, Minggu (26/11/2023). (merdeka.com/Imam Buhori)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Hajat Laut adalah sebuah tradisi adat yang telah melekat erat dalam kehidupan masyarakat nelayan di Pangandaran, Jawa Barat.

Upacara ini merupakan bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rezeki berupa hasil laut yang melimpah, sekaligus sebagai permohonan keselamatan bagi para nelayan yang setiap harinya bertaruh nyawa di tengah samudra.

Tradisi ini sudah berlangsung selama berabad-abad dan menjadi salah satu identitas budaya masyarakat Pangandaran yang menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dan alam.

Upacara Hajat Laut biasanya diselenggarakan setiap tahun, tepatnya pada bulan-bulan tertentu yang dianggap sakral oleh masyarakat nelayan.

Sebelum acara puncak dilaksanakan, berbagai persiapan dilakukan secara gotong royong oleh warga setempat. Persiapan ini mencakup pembuatan sesajen yang terdiri dari aneka makanan, buah-buahan, hingga kepala kerbau yang akan dilarungkan ke laut.

Ritual ini tidak hanya melibatkan nelayan, tetapi juga seluruh elemen masyarakat, mulai dari pemuka adat, tokoh agama, hingga anak-anak muda yang ingin melestarikan tradisi ini.

Kebersamaan dalam mempersiapkan Hajat Laut mencerminkan nilai-nilai kekeluargaan dan solidaritas yang tinggi di antara masyarakat Pangandaran. Pada hari pelaksanaan, suasana desa nelayan berubah menjadi semarak.

Para peserta upacara mengenakan pakaian adat dan berkumpul di pantai untuk mengikuti prosesi ritual. Upacara dimulai dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh adat atau pemuka agama, yang memohonkan berkah dan keselamatan bagi semua yang terlibat dalam kegiatan melaut.

Pelestarian Tradisi

Setelah doa, sesajen yang telah disiapkan diangkut ke perahu yang dihias penuh warna, menciptakan pemandangan yang indah dan memukau. Perahu ini kemudian berlayar menuju titik tertentu di laut yang dianggap keramat untuk melarungkan sesajen sebagai simbol persembahan kepada penjaga laut.

Makna filosofis Hajat Laut terletak pada penghormatan masyarakat terhadap alam dan keyakinan akan adanya kekuatan supranatural yang menjaga keseimbangan ekosistem laut.

Tradisi ini juga menjadi pengingat bagi nelayan agar selalu menjaga kelestarian laut, karena mereka menyadari bahwa kelangsungan hidup mereka sangat bergantung pada keberadaan sumber daya laut yang lestari.

Selain itu, upacara ini juga berfungsi sebagai media untuk mempererat hubungan sosial antarwarga. Dalam momen ini, masyarakat saling berbagi cerita, makanan, dan kegembiraan, menciptakan suasana harmoni yang memperkokoh rasa kebersamaan.

Tidak hanya bermakna secara spiritual dan sosial, Hajat Laut juga memiliki daya tarik pariwisata yang tinggi. Banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang ke Pangandaran untuk menyaksikan keunikan tradisi ini.

Keberadaan para wisatawan tidak hanya membantu memperkenalkan budaya lokal ke dunia luar tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat setempat.

Oleh karena itu, upaya pelestarian Hajat Laut menjadi sangat penting, baik untuk mempertahankan identitas budaya masyarakat Pangandaran maupun untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata daerah.

Dengan segala keindahan dan makna yang terkandung di dalamnya, Hajat Laut bukan sekadar ritual tahunan biasa. Ia adalah simbol penghormatan, rasa syukur, dan kebersamaan masyarakat nelayan yang hidup berdampingan dengan laut.

Dalam era modern ini, penting bagi generasi muda untuk terus melestarikan tradisi ini sebagai warisan budaya yang tak ternilai harganya, sekaligus sebagai pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.

Penulis: Belvana Fasya Saad

 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya