Tari Balean Dadas, Warisan Budaya Kental dengan Nilai Budaya dan Spiritual Kalimantan

Tari ini pada awalnya bukan sekadar hiburan, melainkan bagian dari ritual pengobatan tradisional yang dilakukan oleh seorang balian, atau dukun wanita

oleh Panji Prayitno diperbarui 31 Jan 2025, 01:00 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2025, 01:00 WIB
Tari Balean Dadas, Warisan Budaya Kental Dengan Nilai Budaya dan Spiritual Kalimantan
Ilustrasi tarian Suku Dayak, Kalimantan, Indonesia, budaya. (Photo by Ainun Jamila on Unsplash)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Tari Balean Dadas merupakan salah satu tarian tradisional khas masyarakat Dayak di Kalimantan yang sarat dengan nilai budaya dan spiritual.

Tarian ini memiliki akar yang kuat dalam tradisi leluhur suku Dayak, khususnya Dayak Ngaju yang kerap memadukan kepercayaan animisme dengan ritual kehidupan sehari-hari.

Nama Tari Balean Dadas sendiri berasal dari kata balean, yang berarti dukun atau penyembuh, dan dadas, yang merujuk pada gerakan yang dilakukan dengan penuh kelembutan dan keharmonisan.

Tari ini pada awalnya bukan sekadar hiburan, melainkan bagian dari ritual pengobatan tradisional yang dilakukan oleh seorang balian, atau dukun wanita. Dalam konteks budaya Dayak, balian memiliki peran sentral sebagai perantara antara dunia manusia dan dunia roh, sehingga setiap gerakan dalam tarian ini mengandung doa, mantra, dan harapan akan kesembuhan serta keselamatan.

Dalam Tari Balean Dadas, setiap elemen memiliki makna simbolis yang mendalam. Gerakan tangan yang lembut menggambarkan proses penyembuhan, sementara irama musik tradisional yang mengiringi mencerminkan alunan doa yang dipanjatkan kepada roh-roh leluhur.

Alat musik tradisional seperti gong, gendang, dan sape’ digunakan untuk menciptakan suasana sakral yang mampu membawa penonton ke dalam dimensi spiritual. Busana penari juga memiliki keunikan tersendiri, biasanya terdiri dari kain tenun khas Dayak dengan motif-motif etnik yang melambangkan hubungan harmonis antara manusia dan alam.

Penari wanita yang membawakan tarian ini sering kali menggunakan hiasan kepala yang disebut sumping, yang terbuat dari bulu burung enggang, hewan yang dianggap suci oleh masyarakat Dayak.

Semua elemen tersebut dirancang untuk menciptakan harmoni antara tubuh, jiwa, dan alam semesta, sebuah konsep yang menjadi inti dari kepercayaan tradisional Dayak.

Mahakarya Seni

Secara historis, Tari Balean Dadas memiliki peran penting dalam berbagai upacara adat, seperti pengobatan massal, penyucian desa, dan perayaan panen. Namun, seiring dengan modernisasi dan masuknya agama-agama besar ke Kalimantan, tarian ini mengalami perubahan fungsi.

Kini, Tari Balean Dadas tidak lagi semata-mata menjadi bagian dari ritual penyembuhan, melainkan juga dipentaskan dalam berbagai acara kebudayaan, festival, dan upacara resmi sebagai bentuk pelestarian warisan budaya.

Transformasi ini mencerminkan adaptasi masyarakat Dayak terhadap perubahan zaman, tanpa menghilangkan esensi dan makna spiritual dari tarian tersebut. Bahkan, tari ini kerap dijadikan simbol identitas budaya Dayak yang memperlihatkan betapa kaya dan beragamnya tradisi leluhur mereka.

Pelestarian Tari Balean Dadas menghadapi berbagai tantangan, termasuk minimnya regenerasi penari tradisional dan tekanan modernisasi yang mengubah pola hidup masyarakat Dayak.

Namun, berbagai upaya telah dilakukan untuk mempertahankan keberadaan tarian ini, salah satunya melalui pendidikan budaya kepada generasi muda dan promosi di kancah nasional maupun internasional.

Pemerintah daerah dan komunitas budaya aktif mengadakan pelatihan dan workshop tari bagi anak-anak dan remaja, sekaligus mendokumentasikan tarian ini dalam bentuk film dan buku.

Dengan cara ini, Tari Balean Dadas tidak hanya menjadi warisan budaya yang tetap hidup di tengah masyarakat Dayak, tetapi juga menjadi inspirasi bagi masyarakat luas untuk menghargai keberagaman budaya Indonesia.

Sebagai salah satu mahakarya seni tradisional, Tari Balean Dadas bukan hanya sebuah tarian, melainkan juga cerminan dari kearifan lokal yang mengajarkan kita pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya