Liputan6.com, Yogyakarta - Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi memberikan pandangannya soal kasus korupsi Pertamina yang sepertinya dialihkan pada perdebatan modus blending yang mengaburkan modus perampokan negara melalui markup impor minyak mentah, impor BBM serta pengapalan impor minyak mentah dan BBM. Kejaksaan Agung dan Pertamina pun berdebat soal kebenaran blending itu yang berpotensi mendorong migrasi konsumen Pertamax dari SPBU Pertamina ke SPBU Asing dan migrasi dari penggunaan Pertamax BBM non-subsidi ke Pertalite BBM subsidi.
“Kalau migrasi konsumen ini meluas, tidak hanya merugikan Pertamina, tetapi juga akan terjadi pembengkakan beban APBN untuk subsidi BBM. Pertamina harus segera menghentikan penyangkalan terhadap temuan Kejaksaan Agung yang justru kontra-produktif”, ujarnya di Kampus UGM, Senin 3 Maret 2025.
Ia mengatakan sudah seharusnya Kejaksaan Agung tetap fokus pada penanganan dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023. Mega kasus korupsi Pertamina ini melibatkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, sejumlah Dirut dan Komisaris Perusahaan Swasta.
Advertisement
Baca Juga
Fahmy mengatakan dengan adanya mega kasus korupsi Pertamina ini maka harus segera pembersihan besar-besaran terhadap semua pihak yang terkait dan bersinggungan dengan mafia migas di Pertamina dan Kementerian terkait. Hal ini juga termasuk mereka yang selama ini menjadi backing mafia migas.
“Saat menjadi Menteri BUMN, Dahlan Iskan menyampaikan bahwa dirinya tidak sanggup membubarkan Petral, anak perusahaan Pertamina, yang ditengarai sebagai sarang mafia migas lantaran backingnya sangat kuat,” ungkapnya.
Menurutnya memang tidak mudah dalam mengungkap backing mafia itu. Namun, kalau mencermati periode waktu mega korupsi yang berlangsung antara periode 2018-2023, dan baru di awal 2025 maka bisa diungkap siapa dibalik backing mafia migas tersebut.
“Seolah selama 2018-2023 mega korupsi tidak tersentuh sama sekali karena kesaktian backing dan tidak sakti lagi sejak awal 2025. Tanpa operasi besar-besaran terhadap jaringan mafia migas, termasuk menyikat backingnya, mega kasus korupsi Pertamina pasti terulang lagi”, terangnya.