Liputan6.com, Lampung - Kementerian Pertanian (Kementan) RI menyiapkan strategi jangka panjang untuk menjaga kestabilan harga singkong di Lampung. Salah satu langkah yang ditempuh adalah pengembangan produk hilirisasi seperti tepung mocaf dan bioetanol.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Yudi Sastro, mengungkapkan hal tersebut usai bertemu dengan Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, pada Rabu (12/3/2025). Menurutnya, hilirisasi singkong menjadi kunci untuk mengoptimalkan nilai tambah komoditas tersebut. "Sesuai arahan presiden, hilirisasi singkong harus dilakukan untuk jangka panjang. Di Lampung, kita targetkan produksi dari lahan sekitar 3.000 hektare," kata Yudi.
Baca Juga
Dia menjelaskan bahwa pengolahan singkong menjadi tepung mocaf dan bioetanol dapat menjadi solusi jangka panjang, tidak hanya bergantung pada produksi tapioka. Bioetanol sendiri dianggap sebagai sumber energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
Advertisement
Selain hilirisasi, lanjut dia, Kementan juga sedang merumuskan kebijakan larangan terbatas terhadap impor tapioka. Saat ini, Indonesia masih mengimpor sekitar 23 ribu ton tapioka, tetapi impor tersebut dilakukan sebelum kebijakan larangan terbatas diberlakukan. "Kemarin memang ada impor sebanyak 23 ribu ton, tetapi itu merupakan rekomendasi sebelum adanya kebijakan larangan terbatas dari menteri. Ke depan, jika kebutuhan dalam negeri sudah mencukupi, impor tidak akan dilakukan lagi," ungkapnya.
Harga Singkong
Terkait harga singkong, Yudi menyebut bahwa saat ini penanganannya berada di bawah kewenangan Gubernur Lampung dan Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong. "Saat ini harga ditangani oleh pak gubernur. Namun, yang jelas, pabrik-pabrik pengolahan singkong sudah mulai kembali beroperasi," jelas dia.
Sementara itu, Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal mengungkapkan bahwa pihaknya telah memanggil perusahaan-perusahaan pengolahan singkong melalui Pansus DPRD Lampung. Menurut dia, perusahaan masih keberatan menerapkan harga Rp1.350 per kilogram yang sebelumnya ditetapkan Kementan. "Kami sudah memanggil pihak perusahaan, dan mereka mengaku keberatan dengan harga tersebut karena adanya impor yang masuk, sehingga mereka mengalami kerugian dan terpaksa tutup sementara," ujar Mirza.
Namun, ia memastikan bahwa saat ini semua pabrik sudah kembali beroperasi dengan harga yang lebih fleksibel. "Harga Rp1.350 memang baik, tetapi saat ini belum memungkinkan diterapkan di Lampung. Jika dipaksakan, pabrik bisa tutup dan petani juga akan merugi," terangnya.
Untuk sementara, lanjut Rahmat, perusahaan diberikan keleluasaan untuk menerapkan harga sendiri, tetapi tetap dalam pengawasan Pansus Tata Niaga Singkong. "Saya ambil alih sementara, dan saya sudah meminta pabrik untuk tetap beroperasi dengan harga yang adil bagi semua pihak," pungkasnya.
Advertisement
