Liputan6.com, Jakarta - Meski sempat rebound pada pada perdagangan akhir pekan lalu, bursa saham China masih rentan. Indonesia sebagai negara yang mengandalkan perdagangan ekspor impor dengan China merasa ketar ketir, selain karena kondisi perlambatan ekonomi Negeri Tirai Bambu.
Ekonom Megawati Istitute, M Islam mengaku, ada tiga pengaruh jatuhnya pasar saham China terhadap Indonesia. Sekadar informasi, bursa saham China sedang mengalami koreksi cukup dalam hingga 30 persen dalam kurun waktu tiga pekan
Baca Juga
"Pertama, jika pasar saham China lost value, maka akan mengurang daya beli masyarakatnya. Sehingga permintaan ekspor barang konsumsi dari China ke negara lain termasuk Indonesia berkurang," terang dia di Jakarta, seperti ditulis Senin (13/7/2015).
Advertisement
Dampak kedua, tambah Islam, akan mengurangi sentimen masyarakat dan memperlambat perekonomian China. Indonesia, sambungnya banyak mengekspor komoditas ke negara tersebut. "Jika perekonomian China enggak segera bangkit, permintaan produk komoditas kita akan menurun, harganya pun semakin jatuh," keluh dia.
Dan ketiga, dikatakannya, berpengaruh terhadap investasi dari China di Indonesia. Sebab Islam mengaku, China sangat berkomitmen untuk menanamkan modalnya membangun infrastruktur di Tanah Air.
"Bila ekonomi melambat dan kondisi pasar saham seperti ini terus, apakah komitmen investasi itu tetap dilanjutkan atau tidak. Ini yang masih kita tunggu," ucap Islam.
Dirinya mengaku, pemerintah China telah mengambil kebijakan keras dan cukup berani untuk menjaga stabilisasi pasar keuangan negaranya. Upaya tersebut memunculkan harapan besar agar China dapat memulihkan kondisi perekonomiannya segera.
"Kebijakan itu seperti bagaimana bank sentralnya mendorong pembelian saham-saham bluechips, pengurangan saham-saham mayoritas selama enam bulan supaya enggak menekan pasar saham meski cadangan devisa masih tinggi di posisi US$ 3,7 triliun," tutur Islam.
Dalam menghadapi pengaruh atau dampak perekonomian global, termasuk China, Islam mengimbau agar pemerintah sanggup meningkatkan penyerapan belanja di semester II. Dia meyakini bisa tercapai, karena persoalan nomenklatur sudah beres.
"Selain pemerintah pusat, salah satu stimulus perekonomian adalah belanja daerah. Serta meningkatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) cukup signifikan di era Jokowi. PMN Rp 35,9 triliun bisa di-leverage dengan tambahan modal sampai 3 kali lipat sekira Rp 120 triliun bahkan 10 kali lipat. Ini berguna untuk nambah belanja infrastruktur Rp 190 triliun," cetus Islam.
Sementara itu, Rektor Universitas Paramadina Firmanzah mengatakan, kunci Indonesia keluar dari kesulitan ekonomi adalah membangun kemitraan baik antara pemerintah pusat maupun daerah dan dunia usaha.
"Memacu pertumbuhan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai sektor yang menyerap paling besar tenaga kerja. Selain itu, menjaga daya beli masyarakat, inflasi terkendali dan lainnya," tandas dia. (Fik/Ndw)