Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak positif pada pekan pertama Desember 2016. IHSG bergerak positif secara mingguan ini pertama kali sejak 4 November 2016. Aksi damai 2 Desember 2016 menjadi salah satu sentimen positif untuk pelaku pasar.
Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, seperti ditulis Sabtu (3/12/2016), IHSG naik sekitar 2,4 persen dari level 5.122,10 pada Jumat 25 November 2016 menjadi 5.245,95 pada 2 Desember 2016.
Penguatan IHSG itu didorong saham-saham berkapitalisasi besar naik 3,1 persen secara mingguan. Sedangkan saham-saham kapitalisasi kecil didorong sektor saham komoditas dan properti yang naik 1,8 persen.
Akan tetapi, performa IHSG kuat tersebut tertahan aksi jual investor asing di pasar saham. Tercatat aksi jual investor mencapai US$ 262 juta atau sekitar Rp 3,54 triliun (asumsi kurs Rp 13.513 per dolar Amerika Serikat).
Analis PT Reliance Securities Lanjar Nafi mengatakan, aksi jual masih tercatat Rp 276 miliar pada Jumat pekan ini sehingga menambah aksi jual sepekan oleh investor asing. Ada dampak optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat menjadi faktor utama investor asing lakukan aksi jual.
Baca Juga
Di pasar surat utang atau obligasi, imbal hasilnya turun menjadi 8,1 persen dari pekan lalu 8,3 persen. Untuk pertama kalinya dalam empat minggu, ada aliran dana investor masuk mencapai US$ 104 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun.
Ada sejumlah hal utama mempengaruhi pasar pada pekan ini baik dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, aksi damai 2 Desember berjalan aman mampu mendorong kenaikan IHSG menyambut akhir pekan ini. IHSG naik 47 poin atau 0,91 persen ke level 5.245,96 pada perdagangan saham 2 Desember 2016.
Advertisement
"Pelaku pasar merespons positif pasar. Apalagi aksi damai 2 Desember berjalan aman dan secara mengejutkan Presiden Joko Widodo juga hadir pada aksi damai," tulis laporan Ashmore.
Selain itu, inflasi November secara mengejutkan di atas harapan pelaku pasar. Tercatat inflasi November 0,47 persen. Sedangkan inflasi inti 3,07 persen secara year to date (ytd).
Sentimen luar negeri, OPEC sepakat untuk memangkas produksi minyak 1,2 juta barel per hari. Harga minyak Brent future naik 12 persen secara mingguan. Indonesia pun memutuskan membekukan keanggotaannya.
Dari Amerika Serikat (AS), pertumbuhan ekonomi AS mencapai 3,2 persen pada kuartal III 2016.
Dengan melihat kondisi tersebut, apakah saham-saham unggulan atau blue chip menjadi pilihan? Dalam laporan Ashmore menyebutkan, hal itu sebaiknya kembali dipikirkan. Dengan volatilitas dan tekanan aksi jual investor asing pada pekan lalu menunjukkan saham-saham berkapitalisasi kecil lebih tahan.
Hal itu ditunjukkan dari saham-saham kapitalisasi kecil hanya turun 3,75 persen secara month to month sedangkan saham-saham unggulan merosot 7,54 persen.
"Pada akhir November 2016, valuasi saham-saham kapitalisasi kecil di kisaran 17 kali sedangkan saham unggulan 19 kali. Jadi valuasi saham kapitalisasi kecil diskon terhadap saham unggulan," tulis laporan tersebut.
Adapun sektor saham kapitalisasi kecil yang cenderung bertahan antara lain sektor tambang, perkebunan dan industri dasar.