Punya Saham Emiten yang Berpotensi Delisting? Simak Kata Analis

Ada 24 emiten berpotensi delisting. Lalu bagaimana jika investor telah memiliki saham emiten yang berpotensi didelisting?

oleh Dian Tami Kosasih diperbarui 12 Mar 2021, 11:29 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2021, 11:28 WIB
FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan berjalan di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut turun 96 poin atau 1,5 persen ke 6.317,864. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Sepanjang 2021, terdapat 24 emiten yang berpotensi delisting atau penghapusan pencatatan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham emiten berpotensi delisting itu seperti PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) dan PT Trikomsel Oke Tbk. (TRIO).

Lalu bagaimana jika investor telah memiliki saham emiten yang berpotensi didelisting?

Melihat hal tersebut, Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee menyebut, investor harus segera menjual saham yang berpontensi mengalami delisting.

"Tentu kalau bisa dijual, dijual dulu, karena kalau sudah berpotensi delisting, berarti emiten tersebut memiliki masalah, dan biasanya masalah itu adalah keuangan," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (12/3/2021).

Namun, jika tak ada yang mau membeli saham yang hendak dijual, Hans menegaskan investor tak bisa berbuat banyak. Terlebih saat telah didelisting, investor tak lagi bisa menjual saham melalui lantai bursa.

"Iya, kalau sudah di delisting kita enggak bisa jual di bursa lagi harus melalui negosiasi antar bloker dan biasanya agak sulit jualnya," ujar Hans.

Oleh karena itu, investor saat ini wajib memperhatikan kinerja perusahaan sebelum akhirnya membeli saham yang dijual. Hal ini mencegah investasi yang dilakukan justru mengalami kerugian.

"Karena itu sebelum beli saham harus lihat dulu bagaimana kinerja fundamentalnya, supaya enggak salah beli nantinya," tuturnya.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Emiten Bakal Delisting Kini Wajib Buyback Saham

IHSG Dibuka di Dua Arah
Pekerja duduk di depan layar grafik pergerakan saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada prapembukaan perdagangan Rabu (14/10/2020), IHSG naik tipis 2,09 poin atau 0,04 persen ke level 5.134,66. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan emiten yang akan delisting atau penghapusan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk melakukan buyback saham atau pembelian kembali saham.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 3/POJK.04/2021 tentang penyelenggaraan kegiatan di bidang pasar modal. Aturan baru itu menjadi pengganti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1995.

Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I OJK, Djustini Septiana menuturkan, salah satu tujuan hal ini dibuat ialah melindungi investor ritel.

"Perubahan PP 45 menjadi POJK salah satu tujuannya memang meningkatkan investor dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. jadi ada beberapa poin yang bisa kita perhatikan untuk perlindungan investor ritel," ujar dia seperti ditulis Rabu, 10 Maret 2021.

Djustini menegaskan, bila selama ini emiten yang melakukan delisting sangat merugikan investor ritel karena saham yang dibeli tak lagi bernilai.

"Seperti kita tahu selama ini ada emiten yang enggak jelas, sehingga enggak ada jalan keluar. Sahamnya di pegang tapi udah enggak bernilai," ujarnya.

Oleh karena itu, Djustini memberikan syarat agar emiten wajib membeli kembali saham apabila akan delisting, sehingga terdapat wadah atau jalur untuk menjual kembali saham yang dimiliki.

"Dengan ketentuan ini kita memberikan syarat untuk mewajibkan emiten-emiten tersebut wajib membeli kembeli saham, itu adalah bentuk perlindungan investor ritel," ujarnya.

Selain itu, Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal IA OJK Luthfy Zain Fuady menyebut, hal ini bukanlah peraturan baru karena sudah tertera di Undang Undang tentang Perseroan Terbatas.

"Sebenarnya ini bukan hal baru ya, sebenarnya ini sudah ada dalam Undang Undang PT, hanya saja di UU PT tidak terlalu clear siapa yang harus bertanggung jawab," tuturnya. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya