Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menyampaikan telah berdamai dengan Rolls Royce Plc dan Rolls Royce Total Care Services Ltd (Rolls Royce).
Hal ini sehubungan dengan gugatan pembatalan perjanjian yang diajukan PT Garuda Indonesia Tbk terhadap Rolls Royce pada 12 September 2018. Gugatan tersebut sebelumnya terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan register Perkara Nomor 507/pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst di (perkara 507/2018).
Baca Juga
"Adapun kesepakatan perdamaian telah dicapai dalam proses mediasi dan telah ditindaklanjuti dengan ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian pada 12 Agustus 2021,” demikian mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), yang diteken Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Garuda Indonesia Tbk, Prasetio, Senin (16/8/2021).
Advertisement
Berdasarkan perjanjian perdamaian Perseroan akan melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang telah disepakati bersama dengan Rollys Royce Plc dan Rollys Royce Total Care Services Ltd di hadapan mediator dan mencabut gugatan dalam Perkara 507/2018.
Sebelumnya mengutip dw.com, PT Garuda Indonesia Tbk menggugat Rolls Royce Plc dan Rolls Royce Total Care Service Limited atas dugaan kecurangan dalam perjanjian.
Perseroan mengajukan gugatan pada 12 September 2018 kepada Rolls Royce Plc dan Rolls Royce Total Care Service Limited untuk membatalkan perjanjian perawatan mesin pesawat antara perseroan dan para tergugat terkait dengan Putusan Pengadilan Inggris No. U20170036 yang membuktikan para tergugat melakukan perbuatan curang terkait dengan perjanjian. Kasus tersebut diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Proses Restrukturisasi Garuda Indonesia
Sebelumnya, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) tengah berbenah dengan restrukturisasi besar-besaran, baik dari sisi manajemen maupun fundamentalnya.
Pemegang saham pengendali, dalam hal ini Kementerian BUMN telah memberikan komitmen dukungan penuh kepada GIAA dalam proses restrukturisasi utang melalui pembentukan Tim Percepatan Restrukturisasi Garuda Indonesia.
Opsi itu ditempuh melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Hal ini tak serta merta menyeret maskapai penerbangan pelat merah itu dalam status pailit, melainkan hanya penundaan utang. Meski jika setelah 270 hari atau 9 bulan tidak terjadi adanya kesepakatan antara kreditur dan debitur, Perseroan akan otomatis terpailitkan.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Irfan Setiaputra menuturkan, pihaknya masih proses restrukturisasi utang. Semua terkait upaya perseroan seperti dalam proses ikuti hukum di PKPU.
Pihaknya terus melakukan komunikasi dengan pemegang saham dan seluruh pemangku kepentingan.
“Termasuk komisaris, bagaimana menyikapi situasi yang berkembang saat ini. Baik itu di luar maupun di dalam proses PKPU," kata dia.
Terkait hal itu, Perseroan harus memiliki rencana yang solid selama jangka panjang. Perseroan harus memiliki proposal yang ditawarkan ke kreditur terkait instrumen restrukturisasi. Irfan mengatakan, pihaknya bersama advisor sedangkan finalkan rencana bisnis ke depan.
"Yang merupakan sebuah justifikasi pada waktu kita akan ajukan proposal ke para kreditur. Termasuk dalam hal ini lessor, Angkasa Pura I dan II, dan yang lainnya,” kata Irfan.
Advertisement