Sinyal Tapering The Fed dan Jelang FOMC Meeting, Yield SUN 10 Tahun Bakal Meningkat

Analis fixed income Mirae Asset Sekuritas Indonesia Dhian Karyantono menyampaikan sejumlah katalis positif dan negatif yang bayangi SUN.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 30 Agu 2021, 14:51 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2021, 14:51 WIB
FOTO: IHSG Akhir Tahun Ditutup Melemah
Papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Pada penutupan akhir tahun, IHSG ditutup melemah 0,95 persen ke level 5.979,07. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Jelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC Meeting) pada September 2021, tren yield Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun diperkirakan cenderung meningkat terbatas.

Analis fixed income Mirae Asset Sekuritas Indonesia Dhian Karyantono menyebutkan, yield SUN 10 tahun akan meningkat hingga 6,25 persen. Hal itu dipengaruhi sejumlah katalis yang didominasi katalis negatif.

"Kemungkinan di September katalis negatifnya cenderung lebih banyak meskipun ada katalis positif dari berlanjutnya burden sharing Kemenkeu dan BI," kata Dhian dalam Webinar Mirae Asset Sekuritas, Income Monthly Webinar - All Eyes on Fed Tapering, Senin (30/8/2021).

Selain itu, katalis positif selanjutnya yakni kemungkinan kasus harian COVID-19 di dalam negeri yang memasuki fase mendatar. Sementara katalis negatifnya antara lain harga SUN yang cenderung overvalued. KEmudian jumlah jatuh tempo SUN per September 2021 cenderung terbatas.

"Harga SUN cenderung overvalued sehingga saya pikir potensi upside dari harga cenderung terbatas,” lanjut Dhian.

Perkembangan COVID-19 di luar Indonesia juga masih menjadi katalis negatif untuk SUN 10 tahun. Hal ini karena sejumlah negara maju belum menunjukkan penurunan signifikan dari angka kasus baru COVID-19 varian delta. Pelaku pasar juga menaati proyeksi dari FOMC terkait tapering yang akan dilakukan The Fed.

“FOMC meeting di September itu sangat krusial. Terutama terkait dengan update proyeksi dari suku bunga acuan, dan yang terkait dengan konkrit dari tapering berupa timeline dan besarannya bagaimana,” ujar  Dhian.

“Secara umum, sebelum FOMC meeting September nanti, pasar nampaknya akan cenderung berhati-hati terhadap kemungkinan yang muncul dari update proyeksi The Fed berdasarkan FOMC meeting,” ia menambahkan.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Prediksi Rupiah dan CDS

FOTO: Akhir Tahun, Nilai Tukar Rupiah Ditutup Menguat
Karyawan menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sehubungan dengan itu, Rupiah diperkirakan melemah di kisaran 14.312 hingga 14.465 per dolar Amerika Serikat. Yield US Treasury 1- tahun diperkirakan naik 1,27 persen hingga 1,38 persen.

Credit Default Swap (CDS) Indonesia untuk tenor 5 tahun diperkirakan meningkat antara 68-80. Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI7DRRR diperkirakan tetap di angka 3,50 persen. Sementara yield SUN 10 tahun meningkat 6,03 - 6,25 persen.

"Kemungkinan yield SUN 10 tahun bergerak di kisaran 6,03 persen adalah di awal September seperti sekarang ini. Terakhir Jackson Hole Symposium itu sangat dovish karena tapering meskipun cukup jelas akan dilakukan tahun ini tapi itu menjadi suatu kondisi yang akan diikuti dengan suku bunga acuan The Fed yang di satu sisi dianggap dovish oleh pelaku pasar," ujar Dhian.

The Federal Reserve (The Fed) bersikap hawkish pada Jackson Hole Symposium. Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan bank sentral Amerika Serikat (AS) dapat memulai untuk memperlambat pembelian aset pada 2021 karena ekonomi AS pulih dari pandemi. Sementara itu, The Fed tidak akan terburu-buru untuk menaikkan suku bunga. 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya