Bursa Saham Asia Beragam Usai Rilis Inflasi AS Melonjak pada Oktober 2021

Bursa saham Asia Pasifik bervariasi pada perdagangan Kamis, 11 November 2021 usai rilis data inflasi AS melonjak.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Nov 2021, 10:18 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2021, 10:18 WIB
Rudal Korea Utara Bikin Bursa Saham Asia Ambruk
Seorang wanita berjalan melewati sebuah indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Akibat peluncuran rudal Korea Utara yang mendarat di perairan Pasifik saham Asia menglami penurunan. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Liputan6.com, Singapura - Bursa saham Asia Pasifik bervariasi pada perdagangan Kamis pagi (11/11/2021) setelah data yang dirilis semalam menunjukkan inflasi Amerika Serikat (AS) melonjak pada Oktober 2021.

Indeks Nikkei 225 di Jepang turun 0,16 persen pada awal perdagangan Kamis, 11 November 2021. Kemudian menguat 0,58 persen. Sementara itu indeks saham Topix naik 0,3 persen. Indeks Kospi Korea Selatan menyusut 0,69 persen.

Saham Australia ikut merasakan penyusutan dipengaruhi penurunan indeks S&P ASX 200 sebesar 1,18 persen persen.

Data pekerjaan Australia selama Oktober tercatat 46.300 pada Oktober 2021. Angka ini lebih rendah dari perkiraan analis 50.000, berdasarkan Reuters. Tingkat pengangguran naik menjadi 5,2 persen dari prediksi 4,8 persen. Demikian dilansir dari CNBC, Kamis pekan ini.

Di China, indeks Shanghai menguat 0,14 persen. Indeks Shenzhen mendaki 0,32 persen. Indeks Hong Kong turun 0,34 persen.

Data yang dirilis pada Rabu malam, 10 November 2021 menunjukkan indeks harga konsumen AS pada Oktober mengalami lonjakan terbesar dalam lebih dari 30 tahun terakhir.

Indeks utama di Wall Street turun setelah rilis data inflasi. Indeks Dow Jones Industrial Average tergelincir 240,04 poin menjadi 36.079,94. Sementara S&P 500 merosot 0,82 persen ke posisi 4.646,71. Indeks Nasdaq Composite tertinggal karena turun 1,66 persen sehingga menjadi 15.622,71.

Imbal hasil obligasi AS justru naik setelah rilis data harga konsumen. Imbal hasil obligasi bertenor  10 tahundi level 1,5699 persen. Pergerakkan ini berbanding terbalik dengan harga.

Indeks dolar AS berada di posisi 94,85 dari posisi sebelumnya 94. Yen Jepang diperdagangkan 114,06 per dolar AS. Harga minyak menguat pada jam perdagangan di Asia.

Harga minyak berjangka Brent naik 0,51 persen menjadi USD 83,06 per barel. Harga minyak berjangka Amerika Serikat bertambah 0,5 persen menjadi USD 81,75 per barel. 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Wall Street Merosot Tersengat Kenaikan Inflasi AS

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan Rabu, 10 November 2021. Wall street tergelincir setelah indeks harga konsumen atau consumer price index (inflasi) pada Oktober 2021 menunjukkan lompatan tahunan terbesar lebih dari 30 tahun sehingga memicu lonjakan imbal hasil obligasi.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones merosot 240,04 poin atau sekitar 0,7 persen menjadi 36.079,94. Indeks S&P 500 melemah 0,8 persen menjadi 4.646,71. Indeks Nasdaq susut hampir 1,7 persen menjadi 15.622,71.

Imbal hasil acuan obligasi bertenor 10 tahun melonjak sekitar 11 basis poin setelah pengumuman inflasi. Lelang yang buruk untuk obligasi bertenor 30 tahun menambah kekuatan pada lonjakan imbal hasil obligasi AS.

Ketika imbal hasil obligasi melonjak investor membuang saham teknologi dan menawar saham bank. Investor juga cari emas dan bitcoin.

“Laporan CPI hari ini berkontribusi pada pelemahan. Sampai tingkat tertentu, pasar saham menjadi kunci pasar obligasi yang telah terjadi hampir sepanjang 2021,” ujar Chief Investment Strategist Charles Schwab, Liz Ann Sonder, dilansir dari CNBC, Kamis, 11 November 2021.

The consumer price index atau indeks harga konsumen melonjak 6,2 persen dari tahun lalu, jauh di atas perkiraan 5,9 persen dari ekonom yang disurvei oleh Dow Jones. Hasil indeks harga konsumen itu juga alami kenaikan tahunan terbesar sejak 1990.

 

Reporter: Ayesha Puri

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya