Ketua The Fed Jerome Powell Ungkap Dampak Varian Omicron

Dalam kesaksiannya, Jerome Powell mencatat ekonomi mengalami pukulan berat di musim panas saat varian Delta menyebar ke seluruh dunia.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Des 2021, 06:18 WIB
Diterbitkan 01 Des 2021, 11:47 WIB
Gubernur BI Perry Warjiyo berdiskusi dengan Ketua Dewan Pengurus Bank Sentral AS (Chairman of the Federal Reserve), Jerome Powell, di sela-sela pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia, di Bali (13/10/2018). (Ilyas/Liputan6.com)
Gubernur BI Perry Warjiyo berdiskusi dengan Ketua Dewan Pengurus Bank Sentral AS (Chairman of the Federal Reserve), Jerome Powell, di sela-sela pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia, di Bali (13/10/2018). (Ilyas/Liputan6.com)

Liputan6.com, New York - Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengeluarkan pernyataan pada Selasa, 30 November 2021 terkait varian omicron mengancam pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS).

Belum banyak informasi yang diketahui dari varian terbaru COVID-19, omicron. Apabila varian omicorn memperpanjang pandemi, harga-harga kembali melonjak, pertumbuhan lapangan kerja terhadap dan memperburuk krisis rantai pasokan.

"Baru-baru ini kasus COVID-19 mengalami kenaikkan dan kemunculan varian Omicron menimbulkan risiko penurunan terhadap pekerjaan, aktivitas ekonomi serta meningkatkan ketidakpastian inflasi," tulis Powell dalam kesaksian kepada Komite Senat untuk Perbankan, Perumahan, dan Urusan Perkotaan, dilansir dari laman CNN ditulis Rabu (1/12/2021).

Wal Street terjadi aksi jual saham dan tekanan terhadap minyak pada Jumat, 26 November 2021. Langkah ini usai mengetahui tentang varian terbaru COVID-19 memiliki potensi menular sangat besar dan lebih tahan terhadap antibodi.

Pada Senin, 29 November 2021 pasar mendapatkan kembali sebagian besar penurunannya setelah investor menarik napas dan merasakan peluang beli.

Aksi jual saham juga ketika pertama kali Wall Street mendengar tentang varian Delta. Namun, kondisi segera pulih dan melonjak ke rekor baru karena ketersediaan vaksin merata dan pihak kesehatan belajar mengendalikan dan mengelola pandemi dengan baik.

Dalam kesaksiannya, Jerome Powell mencatat ekonomi mengalami pukulan berat di musim panas saat varian Delta menyebar ke seluruh dunia.

Banyak orang Amerika Serikat takut bepergian, berbelanja, makan di restoran, dan kembali ke kantor. Sehingga asisten rumah tangga (ART) pun harus tetap di rumah. Praktis memperburuk kekurangan tenaga kerja dan krisis rantai pasokan yang telah menahan ekonomi AS.

Infeksi turun selama musim gugur sehingga ekonomi mulai bergerak naik. Jerome Powell memproyeksikan ekonomi AS tumbuh kuat sekitar 5 persen. Pada September infeksi mulai turun, pasar kembali pulih dan jumlah pengangguran menyusut 4,6 persen. Penurunan ini adalah level terendah sejak Mei 2020.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Varian Omicron

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas
Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Perekonomian AS mulai bergejolak dan begerak naik seiring penurunan kasus positif COVID-19. Omicron hadir memberi ancaman baru guna menghambat rancangan pemulihan ekonomi yang telah dihasilkan Amerika Serikat selama berbulan-bulan.

"Kekhawatiran yang lebih besar terkait virus dapat mengurangi kesediaan orang untuk bekerja secara langsung, yang akan memperlambat kemajuan di pasar tenaga kerja dan mengintensifkan gangguan rantai pasokan,"  tutur Powell dalam kesaksiannya.

Powell dicalonkan kembali oleh Presiden Joe Biden untuk masa jabatan kedua sebagai ketua The Fed. Dia mengungkapkan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan secara artifisial membuat harga meroket dan nilai inflasi tahunan senilai 2 persen jauh di atas target The Fed.  Dia pun mencatat warga AS menghabiskan sekitar 5 persen lebih banyak guna membeli barang dan jasa tahun ini.

Menurut Powell inflasi bisa berlangsung cukup  lama. Kekurangan tenaga kerja menyebabkan upah lebih tinggi.

Pertumbuhan pekerjaan yang semakin cepat dalam beberapa bulan terakhir, meringangkan beban pengusaha seiring mereka mampu menemukan pelamar yang tepat. Jadi mau tidak mau pengusaha menaikkan gaji untuk menarik pekerja baru.

 

Reporter: Ayesha Puri

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya