Tiga Saham Pilihan Warren Buffett yang Kebal Inflasi

Berikut tiga kepemilikan saham Berkshire Hathaway, perusahaan investasi milik Warren Buffett yang berpotensi cuan meski di tengah inflasi

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jan 2022, 20:06 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2022, 20:06 WIB
Ini 10 Daftar Orang Terkaya Dunia Tahun 2017 Versi Forbes
Peringkat kedua diikuti oleh pemilik Berkshire Hathaway, Warren Buffett. Kekayaan pria 86 tahun ini mencapai US$ 75,6 miliar atau sekitar Rp 1.005 triliun. (NYC)

Liputan6.com, New York - Harga barang kian meningkat ke level tertinggi yang belum pernah terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Miliarder yang juga investor Warren Buffett rekomendasikan beberapa saham yang tahan inflasi.

Pada Desember 2021, harga barang konsumtif Amerika Serikat (AS) melonjak 7 persen dari tahun ke tahun (YoY). Ini menjadi level inflasi tertinggi sejak 1982.

Saat itu tingkat inflasi AS mencapai 7,1 persen. Apabila Anda hanya menabung uang tunai tanpa menginvestasikan pada aset lain. kondisi ini mengakibatkan konsekuensi serius terhadap tabungan.

Investor ulung , Warren Buffett memiliki wejangan terkait apa yang harus dilakukan tatkala harga konsumen naik signifikan.

Pada surat  yang tertulis pada 1981 untuk para pemegang saham, Buffett menyoroti setidaknya dua karakteristik yang mampu membantu perusahaan tetap berkembang di tengah inflasi tajam. Strategi ini tak lain adalah kemampuan untuk menaikan harga dengan mudah serta taktik menjalankan lebih banyak bisnis tanpa harus menggelontorkan terlalu banyak uang.

Dengan kata lain, berinvestasi pada aset ringan tetapi memiliki kekuatan harga. Dari laman Yahoo Finance, berikut tiga kepemilikan saham Berkshire Hathaway yang berpotensi cuan meski di tengah inflasi, ditulis Minggu (16/1/2022):

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


American Express (AXP)

Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)

Baru-baru ini American Express menunjukkan kekuatan harga sahamnya berkat menaikkan biaya admin tahunan atas Kartu Platinum. Semula harganya adalah USD 550 atau Rp 7,86 juta (asumsi kurs Rp 14.308 per dolar AS) menjadi USD 695 setara Rp 9,94 juta.

Perusahaan juga mendapat sentimen positif dari tingkat inflasi yang meroket. American Express menghasilkan sebagian besar uangnya melalui biaya diskon.

Setiap transaksi menggunakan kartu Amex pedagang dikenakan persentase. Ketika harga barang dan jasa meningkat, perusahaan dapat mengambil potongan tagihan yang lebih besar.

Faktanya, bisnis sudah berkembang pesat karena pendapatan perusahaan melonjak 25 persen YoY. Pada kuartal III, American Express memperoleh pendapatan setidaknya USD 10,9 miliar atau Rp 155,9 triliun.

Berkshire Hathaway merupakan pemegang saham ketiga terbesar di American Express, di belakang Apple dan Bank of America. Perusahan di bawah pimpinan Buffet memiliki 151,6 juta saham AXP atau senilai lebih dari USD 24 miliar atau setara Rp 343,4 triliun. Berkshire juga memiliki saham pesaing American Express Visa dan Mastercard, meskipun posisinya jauh lebih kecil.

American Express diperdagangkan lebih dari USD 170 (atau Rp 2,4 juta) per saham. Jika tak mampu membeli satu lembar saham tetapi ingin memiliki bagian kecil dari saham AXP bisa menggunakan aplikasi investasi.

Hal ini memungkinkan membeli pecahan saham sesuai kemampuan dana yang dimiliki untuk berinvestasi. Saat ini, saham American Express menawarkan hasil dividen sebesar 1 persen.

 

 


Coca Cola (KO)

Minuman coca cola. Foto: AFP/Ahmad YUSNI AHMAD YUSNI / AFP
Minuman coca cola. Foto: AFP/Ahmad YUSNI AHMAD YUSNI / AFP

Coca Cola merupakan contoh klasik dari bisnis tahan resesi, tak peduli ekonomi sedang naik atau turun drastis. Hal ini karena sekaleng coke masih amat terjangkau bagi mayoritas individu global.

Selain itu posisi perusahaan di pasar pun sangata mengakar sehingga memberikan beberapa kekuatan harga. Di samping itu, perusahaan dapat mengandalkan strategi yang bijak di masa lalu. Dimana menjaga harga tetap stabil dengan secara perlahan mengurangi ukuran botol kemasannya.

Sebagai portofolio investasi kian menguat karena merek ikonik ini telah dijual lebih dari 200 negara dan wilayah di seantero bumi. Tak dipungkiri, Coca Cola sudah melenggang di bursa lebih dari 1 abad. Kondisinya pun berkembang dan berhasil mempertahankan posisinya meski telah melewati berbagai era dengan tingkat inflasi tak wajar.

Buffett mempunyai kepemilikan atas saham Coca-Cola dalam portofolionya sejak akhir tahun 80-an. Sekarang Berkshire memiliki 400 juta saham minuman coke ini yang senilai USD 23,1 miliar atau Rp 330,5 triliun.  Dengan harga saat ini, investor dapat mengunci hasil dividen sebesar 2,8 persen pada saham Coca-Cola.


Apple (AAPL)

Penjualan perdana iPhone 13
Penjualan perdana iPhone 13 di Apple Sanlitun in Beijing, Tiongkok. (Foto: Apple Newsroom)

Dengan menghabiskan sekitar USD 1,6 ribu atau Rp 22,8 juta untuk membeli iPhone 13 Pro Max, tidak sepenuhnya Apple meraup untung besar dari pembelinya. Justru konsumen dengan royal dan perasaan senang bisa membeli produk Apple.

Awal 2022, manajemen perusahaan mengungkapkan basis hardware yang terpasang aktif telah melampaui 1,65 miliar perangkat. Termasuk lebih dari 1 miliar pengguna iPhone.

Walaupun pesaing menawarkan perangkat lebih murah, banyak konsumen setia dan memilih di lingkup ekosistem Apple. Artinya meski inflasi melonjak tajam, Apple dapat berbagi tanggung jawab dengan para pengguna produknya.

Perusahaan teknologi AS akan membebankan biaya lebih tinggi kepada basis konsumen global tanpa harus mengkhawatirkan terjadi penurunan volume penjualan imbas loyalitas pada konsumen.

Saat ini Apple merupakan portofolio terbesar dari Buffet yakni mengisi 40 persen dari jumlah keseluruhan aset investasinya. Ini dinilai dari portofolio yang diperdagangkan secara publik berdasarkan nilai pasar.

Alasan kuat saham AAPL direkomendasikan sebagai saham tahan inflasi karena konsistensi peningkatan harga saham teknologi. Dalam lima tahun berturut-turut, saham Apple melejit lebih dari 500 persen. Apple menawarkan hasil dividen sebesar 1,7 persen.

 

Reporter: Ayesha Puri

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya