Liputan6.com, Jakarta - Saham Alibaba yang tercatat di Hong Kong sempat melonjak 6 persen pada Selasa(26/7/2022) setelah raksasa teknologi China itu mengatakan akan mengajukan dual primary atau pencatatan saham utama di bursa Hong Kong.
Saham raksasa teknologi itu sudah diperdagangkan di bursa saham Amerika Serikat (AS) dan Hong Kong, tetapi pencatatan saham saat ini di Hong Kong merupakan yang kedua.
Baca Juga
Proses pencatatan utama di Hong Kong diharapkan akan selesai sebelum akhir 2022. Hal itu diungkapkan perusahaan dalam siaran pers.
Advertisement
Bursa Hong Kong baru-baru ini mengubah aturan, memudahkan lebih banyak perusahaan untuk mendapatkan daftar utama ganda di pusat keuangan China. Alibaba dilaporkan merupakan perusahaan besar pertama yang memanfaatkan perubahan aturan ini, menurut Reuters.
“Kami telah menerima persetujuan dari Dewan untuk mengajukan penambahan Hong Kong sebagai tempat primary listing lainnya, dengan harapan dapat mendorong basis investor yang lebih luas dan lebih beragam untuk berbagi dalam pertumbuhan dan masa depan Alibaba, terutama dari China dan pasar lain di Asia,” ujar CEO Alibaba, Daniel Zhang dalam keterangan resminya, dikutip dari CNBC, Selasa (26/7/2022).
Seperti yang diketahui, saham Alibaba terakhir naik 5,52 persen. Langkah ini sangat strategis karena pasar Hong Kong belum menawarkan likuiditas sebanyak pasar AS kepada Alibaba. Hal itu diungkapkan oleh Ronald Wan selaku ketua non-eksekutif Partners Fintech Holdings.
"Kami membutuhkan sesuatu yang lain, kami membutuhkan Stock Connect untuk membawa investor daratan untuk berinvestasi di saham," katanya kepada "Street Signs Asia" CNBC pada Selasa.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Langkah Strategis
Memiliki primary listing di Hong Kong akan memungkinkan Alibaba untuk dimasukkan dalam Shenzhen-Hong Kong Stock Connect, yang memberi investor di daratan China akses ke saham tersebut.
Laporan China Renaissance dari Januari mencatat, berdasarkan data historis, perputaran dan kecepatan perusahaan dengan pencatatan sekunder di Hong Kong jauh lebih rendah daripada ADR di AS.
American Depositary Receipts (ADR) adalah tanda terima penyimpanan Amerika Serikat, yang berfungsi sebagai proxy untuk saham perusahaan asing yang terdaftar di AS.
Pada saat yang sama, Wan mengatakan, Alibaba sedang mempersiapkan diri bahkan ketika perselisihan AS-China atas masalah akuntansi berlanjut.
Regulator AS dan China telah bekerja untuk menyelesaikan sengketa audit yang mengancam perusahaan China yang terdaftar di AS dengan delisting.
"Jika terjadi sesuatu yang benar-benar salah, Alibaba dapat mengubah status primary listing kembali ke Hong Kong dan masih menikmati likuiditas yang wajar dalam hal perdagangan saham," katanya.
“Saya pikir itu akan menjadi langkah yang baik untuk perusahaan dan juga investornya,” ia menambahkan.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Regulator China Denda Alibaba dan Tencent, Kenapa?
Sebelumnya, China telah mengenakan denda pada raksasa teknologi Alibaba dan Tencent serta berbagai perusahaan lain karena gagal mematuhi aturan anti-monopoli tentang pengungkapan transaksi, regulator pasar negara itu mengatakan pada Minggu, 10 Juli 2022.
Melansir Channel News Asia, Administrasi Negara untuk Peraturan Pasar (SAMR) merilis daftar 28 kesepakatan yang melanggar aturan. Lima unit Alibaba yang terlibat, termasuk pembelian ekuitas 2021 di anak perusahaannya, platform streaming Youku Tudou.
Sementara itu, Tencent terlibat dalam 12 transaksi dalam daftar SAMR. Perusahaan-perusahaan itu tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.Sektor teknologi China telah menjadi salah satu target utama tindakan keras terhadap praktik monopoli yang dimulai pada akhir 2020.
Selain itu, di bawah undang-undang anti-monopoli, potensi denda maksimum dalam setiap kasus mencapai 500.000 yuan setara USD 74.688 atau Rp 1,11 miliar (asumsi kurs Rp 14.976 per dolar Amerika).
Selanjutnya
Sebelumnya, Alibaba Group memutus hubungan kerja (PHK) sekitar 40 persen karyawannya di Rusia. Hal ini dilakukan seiring perang antara Rusia dan Ukraina yang belum mereda.Informasi ini pertama dilaporkan Nikkei Asia Review. Sayangnya, saat Reuters mencoba mengkonfirmasi, Alibaba Group tidak segera memberikan jawaban.
Reuters melaporkan Mei 2022, berdasarkan keterangan seorang staf yang tahu tentang hal ini, belum jelas apakah Alibaba akan kembali mem-PHK lebih banyak karyawan."Sebelumnya sejumlah karyawan yang di-PHK memilih untuk meninggalkan perusahaan secara sukarela dan sebagian kecil direlokasi," kata sumber tersebut.
Menurut laporan Nikkei, divisi komersial adalah unit kerja paling terdampak pemutusan hubungan kerja.Adapun karyawan Alibaba yang di-PHK adalah karyawan dari AliExpress Rusia, perusahaan patungan antara Alibaba dan mitra Rusianya, yang dirilis pada 2019.
AliExpress Rusia beroperasi domestik di Rusia dan menangani transaksi lintas perbatasan.Operasional AliExpress Rusia bergantung pada penjualan lintas perbatasan, yang memegang porsi tiga perempat bisnisnya. Karena pandemi dan sulitnya rantai pasokan, perusahaan pun mendapatkan keuntungan yang sangat minim. Adanya perang Rusia dan Ukraina juga memberikan dampak bagi operasional perusahaan.
Advertisement