Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah emiten rokok telah melaporkan kinerja keuangan perusahaan untuk periode sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2022. Pada periode tersebut, emiten rokok kompak mencatatkan kenaikan pada pendapatan usaha.
Sayangnya, beberapa perusahaan mencatatkan kinerja laba yang tak sejalan. PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) terpantau memimpin, baik dari pertumbuhan pendapatan maupun laba.
Baca Juga
Hingga September 2022, WIIM mencatatkan pendapatan Rp 2,64 triliun, naik 38,82 persen dari periode sama tahun sebelumnya Rp 1,90 triliun.
Advertisement
Bersamaan dengan itu, perusahaan berhasil mengantongi laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp 169,30 miliar hingga kuartal III 2022. Laba tersebut naik 55,5 persen hingga September 2022.
Kondisi serupa dicatatkan oleh PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC). Pada periode sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2022, penjuaalan ITIC tumbuh 18,98 persen menjadi Rp 207,6 miliar pada September 2022 dari Rp 174,48 miliar pada September 2021. Pada periode ini, perseroan berhasil mencatatkan laba periode berjalan sebesar Rp 19,31 miliar. Laba itu naik 22,49 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 15,77 miliar.
Pendapatan Naik tapi Laba Amblas
Dua perusahaan rokok raksasa, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) kompak mencatatkan kenaikan pendapatan. Sayangnya, dua emiten ini sama-sama mencatatkan penurunan dari sisi laba. Hingga September 2022, HMSP berhasil meraup penjualan bersih Rp 83,39 triliun.
Penjualan bersih naik 15 persen dari periode sama tahun sebelumnya Rp 72,51 triliun. Namun perseroan justru membukukan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk merosot 11,74 persen menjadi Rp 4,90 triliun hingga September 2022 dibandingkan September 2021 sebesar 5,55 triliun.
Kinerja Emiten Rokok Kuartal III 2022
Sedangkan pendapatan GGRM naik tipis sebesar 2,01 persen menjadi RP 93,92 triliun dari Rp 92,07 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Tak tanggung-tanggung, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada September 2022 anjlok 63,78 persen menjadi Rp 1,5 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 4,13 triliun.
Berbeda dengan lainnya, PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) justru mencatatkan kenaikan laba meski pendapatan merosot. Hingga September 2022, perusahaan mencatatkan penjualan sebesar Rp 4,82 triliun, turun 27,58 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Menariknya, pada periode ini perseroan justru dapat membalikkan kondisi keuangan perseroan dengan mencatatkan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 28 miliar. Sementara pada periode yang sama tahun lalu, perseroan mencatatkan rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk mencapai Rp 8,18 miliar.
Advertisement
Tarif Cukai Rokok Naik 10 Persen
Sebelumnya, Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Kenaikan cukai rokok ini dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongan.
“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen,” ujar Sri Mulyani usai rapat bersama Presiden Joko Widodo Bogor, Kamis (3/11/2022).
Kepada Sri Mulyani, Presiden Jokowi meminta agar kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Untuk rokok elektrik, Sri Mulyani menuturkan, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.
“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” lanjut Sri Mulyani.
Mempertimbangkan Sejumlah Aspek
Dalam penetapan CHT, Menkeu mengatakan, pemerintah menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.
Di samping itu, pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.
Pertimbangan selanjutnya, tambah Menkeu, yaitu mengenai konsumsi rokok yang menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. Bahkan, konsumsi tersebut melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam.
“Yang kedua mengingat bahwa konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan," kata dia.
"Ini adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” tambah Sri Mulyani.
Advertisement
Selanjutnya
Lebih lanjut, Menkeu menyampaikan bahwa pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai guna mengendalikan baik konsumsi maupun produksi rokok. Menkeu berharap kenaikan cukai rokok dapat berpengaruh terhadap menurunnya keterjangkauan rokok di masyarakat.
“Pada tahun-tahun sebelumnya, di mana kita menaikkan cukai rokok yang menyebabkan harga rokok meningkat, sehingga affordability atau keterjangkauan terhadap rokok juga akan makin menurun. Dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun,” ucapnya.