Meneropong Prospek Perbankan di Semester II 2024, Waktunya Serok?

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) optimis prospek perbankan masih positif pada sisa tahun ini. Keyakinan itu merujuk pada proyeksi penurunan suku bunga, bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri yang relatif stabil.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 04 Jul 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2024, 06:00 WIB
Direktur BCA Vera Eve Lim dalam Investor Network Summit 2024 by Mirae Asset.
Direktur BCA Vera Eve Lim dalam Investor Network Summit 2024 by Mirae Asset, Rabu (3/2024). PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) optimis prospek perbankan masih positif pada sisa tahun ini. Keyakinan itu merujuk pada proyeksi penurunan suku bunga, bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri yang relatif stabil.

Liputan6.com, Jakarta PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) optimis prospek perbankan masih positif pada sisa tahun ini. Keyakinan itu merujuk pada proyeksi penurunan suku bunga, bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri yang relatif stabil.

"Kalau melihat perbankan Indonesia, saya melihat perbankan kita saat ini relatif bagus dan relatif stabil... Jadi bank biasanya akan bertumbuh kalau ekonominya juga bertumbuh," kata Direktur BCA Vera Eve Lim dalam Investor Network Summit 2024 by Mirae Asset, dikutip Kamis (4/2024).

Di sisi lain, Vera mengakui ada strategi Bank Indonesia (BEI) yang pro-stability dan pro-growth. Salah satunya adalah insentif terkait dengan Giro Wajib Minimum (GWM). Di mana perbankan berhak mendapatkan keringanan besaran GWM apabila memenuhi ambang batas minimal penyaluran kredit di sektor-sektor tertentu yang telah ditentukan.

Perbankan yang bisa mendorong pertumbuhan kredit di berbagai sektor di atas ambang batas tersebut bisa memperoleh akumulasi insentif pengurangan GWM dengan nilai maksimal 400 basis poin. Maka, dengan besaran GWM saat ini sebesar 9 persen, perbankan yang berhasil memenuhi ambang batas penyaluran kredit itu bisa mendapat keringanan GWM maksimal hingga 4 persen. Dengan demikian, besaran GWM perbankan tersebut tinggal 5 persen.

"Jadi kita tahu GWM itu secara peraturan itu kan 9 persen, tapi kalau kita memenuhi kriteria-kriteria ini, GWM-nya bisa turun. Saya pikir itu bagus sekali, jadi bank juga ada effort... Saat ini kita di kisaran mendekati 6 persen," beber Vera.

 

Saatnya Belanja Saham Perbankan?

BCA-3_280414
Bank Central Asia merupakan salah satu bank yang diminati masyarakat (Liputan6.com/Johan Tallo)

Baru-baru ini, saham perbankan rontok seiring lesunya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Alih-alih khawatir, Vera menilai dari sudut pandang investor kondisi tersebut mestinya bisa jadi kesempatan untuk membeli saham perbankan. Seperti diketahui, saham bank besar seperti BBCA, BMRI, BBRI, dan BMRI menjadi penghuni LQ45, dapat dijadikan pertimbangan dalam investasi.

"Sebagai investor, kalau IDX turun sebenarnya kadang-kadang ada kesempatan untuk saham-saham tertentu yang sudah diincar lama jadi bisa dibeli. Jadi volatility itu create opportunity," kata Vera.

 

 

Penurunan Suku Bunga

Gedung BCA (Dok: BCA)
Gedung BCA (Dok: BCA)

Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto memprediksi ruang penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia masih akan dipengaruhi oleh posisi nilai tukar rupiah yang semakin stabil dan potensi penurunan suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate/FFR).

Di tengah situasi yang penuh tantangan, dia juga memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan akan sesuai target pertumbuhan BI sebesar 10%-12%. Kebijakan BI yang diambil saat ini berfungsi untuk mendukung stabilitas, dan Mirae Asset memperkirakan hal ini akan bertahan lebih lama dengan pengaruh dari volatilitas Rupiah yang semakin terjaga.

“Maka dari itu, kami memprediksi pertumbuhan PDB (pertumbuhan ekonomi) Indonesia menjadi 5,01% pada 2024 dan 5,02% pada 2025, karena kebijakan penurunan suku bunga yang kurang agresif dibanding perkiraan sebelumnya," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya