Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia Pasifik melemah pada perdagangan Jumat (17/1/2025). Koreksi bursa saham Asia Pasifik terjadi di tengah investor bersiap untuk serangkaian data ekonomi dari China.
Mengutip CNBC, indeks ASX 200 di Australia mendatar. Indeks Nikkei 225 di Jepang turun 0,21 persen pada pembukaan perdagangan. Indeks Topix terpangkas 0,48 persen. Indeks Kospi di Korea Selatan mendatar. Indeks Kosdaq melemah 0,1 persen.
Advertisement
Baca Juga
Indeks berjangka Hang Seng di Hong Kong terakhir diperdagangkan di posisi 19.478, lebih lemah dari penutupan indeks Hang Seng sebelumnya di posisi 19.522,89.
Advertisement
China dijadwalkan melaporkan data produksi industri dan penjualan ritel pada Desember, serta angka Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal keempat.
Reuters prediksi pertumbuhan PDB China pada kuartal keempat mencapai 5 persen tahun ke thaun, dibandingkan 4,6 persen pada kuartal sebelumnya. Investor juga akan mencermati data ekspor nonmigas Singapura pada Desember.
Semalam di wall street, indeks utama juga alami koreksi dari kenaikan sebelumnya. Indeks S&P 500 merosot dan akhiri kenaikan tiga hari berturut-turut karena saham teknologi besar alami koreksi.
Indeks S&P 500 merosot 0,21 persen menjadi 5.937,34. Indeks Nasdaq terpangkas 0,89 persen menjadi 19.338,29. Indeks Dow Jones merosot 68,42 poin atau 0,16 persen menjadi 43.153,13.
Penutupan IHSG pada 16 Januari 2025
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan di zona hijau pada perdagangan saham Kamis (16/1/2025). Penguatan IHSG terjadi di tengah mayoritas sektor saham yang menghijau.
Mengutip data RTI, IHSG ditutup naik 0,39 persen ke posisi 7.107,51. Indeks saham LQ45 bertambah 0,09 persen ke posisi 827,86. Sebagian besar indeks saham acuan bervariasi.
Pada perdagangan saham Kamis pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 7.190,61 dan level terendah 7.071,91. Sebanyak 302 saham memerah sehingga tahan penguatan IHSG. 289 saham menguat sehingga angkat IHSG. 209 saham diam di tempat.
Total frekuensi perdagangan 1.625.963 kali dengan volume perdagangan 17 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 13,5 triliun. Investor asing beli saham Rp 430,33 miliar. Sepanjang 2025, investor asing jual saham Rp 2,92 triliun.
Mayoritas sektor saham menghijau pada Kamis pekan ini. Sektor saham properti melesat 0,95 persen, dan catat penguatan terbesar. Sektor saham energi mendaki 0,71 persen, sektor saham industri menguat 0,08 persen, sektor saham keuangan melompat 0,64 persen. Lalu sektor saham infrastruktur melesat 0,37 persen dan sektor saham transportasi bertambah 0,13 persen.
Sementara itu, sektor saham consumer siklikal susut 1,99 persen, dan catat koreksi terbesar. Sektor saham kesehatan terpangkas 0,84 persen, sektor saham teknologi merosot 0,47 persen, sektor saham consumer nonsiklikal susut 0,34 persen dan sektor saham basic melemah 0,11 persen.
Advertisement
Sentimen IHSG
Mengutip Antara, dalam kajian tim riset PT Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, bursa regional Asia bergerak menguat mengikuti momentum positif dari pasar global setelah merespons rilis data inflasi Amerika Serikat (AS), yang menyebabkan penurunan imbal hasil treasury AS dan memberikan kelegaan bagi pasar saham.
Dari mancanegara, pelaku pasar tampaknya merespon rilis data inflasi AS Desember 2024 yang sebesar 0,4 persen, inflasi secara tahunan mencapai 2,9 persen sesuai dengan perkiraan dan inflasi inti 3,2 persen, atau turun dari bulan sebelumnya atau lebih baik dari perkiraan sebesar 3,3 persen.
“Dengan demikian, pelaku pasar memiliki harapan ini akan memberikan peluang bagi The Federal Reserve (the Fed) untuk memangkas suku bunga acuannya, namun, tentunya pelaku pasar perlu mempertimbangkan di saat ketidakpastian pemangkasan suku bunga acuan,” demikian seperti dikutip.
Sebelumnya, pejabat The Fed mengatakan masih ada ketidakpastian, menunggu kebijakan pemerintahan Donald Trump. Dengan kembalinya Donald Trump, diprediksi akan meningkatkan pertumbuhan dan mendorong kembali kenaikan inflasi.
Dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga dan memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen, yang tentunya di luar dari prediksi pasar.
BI mengungkapkan keputusan tersebut konsisten dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi 2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen.