Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan rebound signifikan pada perdagangan Senin 3 Maret 2025, melonjak 3,97% atau 249,06 poin ke level 6.519,66 setelah mengalami tekanan hebat pekan lalu. Indeks LQ45 pun ikut terdongkrak 4,85% ke 737,765, seiring dengan mayoritas saham yang mengalami kenaikan.
Namun, meskipun IHSG mengalami lonjakan tajam, net buy asing tercatat hanya sebesar Rp 173 miliar, mengindikasikan bahwa pergerakan ini lebih cenderung sebagai technical rebound daripada pembalikan tren yang kuat.
Advertisement
Baca Juga
Beberapa saham yang mengalami akumulasi asing adalah BBCA sebesar Rp 129 miliar, ASII Rp 86 miliar, BBRI Rp 56 miliar, dan JPFA Rp 48 miliar. Sebaliknya, saham yang paling banyak dilepas asing antara lain BBNI dengan net sell Rp 128 miliar, BRIS Rp 76 miliar, TLKM Rp 70 miliar, dan INKP Rp 61 miliar.
Advertisement
Meski IHSG mengalami lonjakan tajam, Pengamat Pasar Modal sekaligus Founder Stocknow.id, Hendra Wardhana menilai masih terlalu dini untuk menyebut kondisi tersebut sebagai pembalikan tren yang kuat.
"Kenaikan ini akan lebih meyakinkan jika IHSG mampu bertahan di atas resistance 6.500 serta diiringi oleh peningkatan partisipasi investor asing dan perbaikan fundamental makroekonomi," kata Hendra, Selasa (4/3/2025).
Menurut Hendra, sentimen eksternal masih menjadi faktor risiko utama, seperti suku bunga tinggi di AS, perlambatan ekonomi China, dan volatilitas harga komoditas.
"Dengan kondisi global yang masih penuh ketidakpastian serta tekanan terhadap harga komoditas, saya melihat bahwa investor perlu tetap berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi," imbuh dia.
OJK Tunda Short Selling
Sejalan dengan lonjakan IHSG, nilai tukar rupiah juga menguat 115,5 poin atau 0,70% ke Rp 16.480 per dolar AS. Namun, pasar masih menantikan kejelasan kebijakan Bank Indonesia dalam mendukung likuiditas serta kepastian terkait stimulus fiskal domestik dan sikap The Fed yang lebih dovish.
"Di tengah ketidakpastian global, potensi arus dana masuk ke pasar negara berkembang masih terbuka, terutama jika valuasi IHSG yang sudah cukup murah mampu menarik minat investor," kata Hendra.
Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) mengambil langkah untuk menunda implementasi short selling serta mengkaji kebijakan buyback saham tanpa persetujuan RUPS guna mengurangi tekanan di pasar saham. Keputusan ini muncul setelah IHSG anjlok 3,31% pada Jumat (28/2/2025) ke level 6.270,60, memperpanjang penurunan hingga 11,43% sejak awal tahun.
Dalam upaya mengatasi tekanan di pasar, BEI menggelar pertemuan dengan berbagai pihak, termasuk OJK, sekuritas, serta sejumlah konglomerat seperti Bos Adaro Garibaldi Thohir, Bos Sinar Mas Franky Widjaja, dan anak Prajogo Pangestu, Agus Salim Pangestu.
Advertisement
Rekomendasi Saham
Secara teknikal, Hendra mengatakan IHSG berpotensi melanjutkan penguatannya dengan target resistance di 6.626 dan support di 6.446.
Beberapa saham yang menarik untuk diperhatikan di antaranya SCMA dengan rekomendasi buy dan target harga 220, BRMS buy dengan target 394, serta BRIS buy dengan target 2.800.
"Dengan volatilitas yang masih tinggi, investor disarankan untuk tetap mencermati perkembangan global serta kebijakan domestik yang dapat mempengaruhi sentimen pasar," pungkas Hendra.
