BALINALE 2014, Festival Film Layaknya Temu Keluarga

BALINALE 2014, festival film yang memiliki kesan seperti temu keluarga telah berlangsung selama delapan tahun.

oleh Ade Irwansyah diperbarui 18 Okt 2014, 13:00 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2014, 13:00 WIB
BALINALE 2014, Festival Film Layaknya Temu Keluarga
BALINALE 2014, festival film yang memiliki kesan seperti temu keluarga telah berlangsung selama delapan tahun.

Liputan6.com, Kuta Bali International Film Festival atau Balinale 2014 yang menunjukkan berbagai karya menarik di dunia film berlangsung di Kuta, Bali, 12 hingga 18 Oktober 2014. Sayangnya, festival tersebut harus berakhir hari ini, Sabtu (18/10/2018).

Liputan6.com sempat berbincang hangat dengan Deborah Gabinetti, Director Balinale sekaligus salah satu pendirinya. Pertanyaan pertama kami, apa yang membuat festival ini bertahan hingga tahun kedelapan seperti sekarang?

"Ada banyak darah dan air mata yang tumpah," katanya setengah berkelakar. "Ada gairah; ada banyak orang berkomitmen; ada rasa percaya atas apa yang sedang dikerjakan; selain itu tidak hanya industri perfilman di sini juga sedang tumbuh, serta menarik pembuat film asing untuk mempertimbangkan Indonesia sebagaii bagian dari agenda mempromosikan film mereka."

Balinale menemukan momentumnya lewat Eat Pray Love, film rilisan 2010 yang dibintangi Julia Roberts dan syuting di Bali. Deborah berkisah khusus mendatangi seorang produser Plan B, perusahaan film milik Brad Pitt, untuk syuting di Bali.

"Saat mendengar Plan B Entertainment dapat hak cipta memfilmkan bukunya, saya terbang ke LA menemui  Dede Gardner, mitra Brad Pitt, hanya untuk memastikan mereka syuting di Bali. Saya tak ingin mereka syuting di Thailand atau Hawaii untuk menciptakan suasana Bali. Saya waktu itu hanya datang untuk mengirimkan undangan Balinale dan berharap mereka bisa datang," kata Deborah. "Dengan datang ke Bali, mereka bisa mengetahui kondisi perfilman di Indonesia yang belum mereka kenal."

 

(Deborah Gabinetti, Director Balinale sekaligus salah satu pendiri Bali International Film Festival atau Balinale 2014)


Eat Pray Love kemudian memang menjadi film pembuka Balinale 2010 sebelum filmnya resmi tayang di bioskop nasional. Sejak itu, Balinale menemukan momentumnya.

Ada yang terasa lain ketika mengunjungi festival film Balinale. Bisa dikatakan, festival film ini sedikit tenggelam di balik keriuhan Bali sebagai pusat wisata. Tidak banyak umbul-umbul atau spanduk yang tersebar di seputaran Kuta, tempat acara berlangsung.

Meski demikian, bukan berarti acaranya tak meriah. Balinale memang bukan Busan International Film Festival apalagi Festival Film Cannes yang megah dan glamour. Tidak ada acara red carpet penuh seleb dengan gaun malam macam-macam. Yang ada adalah suasana akrab antara penonton dengan pemilik film--entah artis, sutradara, atau produser--setiap kali film usai diputar di dalam bioskop.  

Sesi tanya jawab penuh antusias atau foto penggemar dengan artis lebih mendominasi. Tidak ada jarak antara penonton dengan orang yang membuat film. Hal ini menjadikan Balinale sebuah festival yang akrab.

Deborah Gabinetti, sang direktur Balinale, warga Amerika Serikat yang sudah menetap lama di Bali, menyadari betul hal ini. "Festival ini seperti sebuah family gathering. Sutradara Jack Neo (asal Singapura, filmnya The Lion Men main di sini--red) bilang pada saya ketika diundang, 'Saya akan ajak istri.'"

Well, itulah Balinale 2014 sebuah festival yang berlangsung di salah satu pusat wisata terindah di dunia.  Identitas festival ini memang bukan keglamouran. Namun keakraban. Sebuah temu kangen layaknya pertemuan keluarga. Di tengah Bali yang berubah kian komersil, tradisi yang "Indonesia banget" ini justru perlu kita lestarikan.(Ade)





POPULER

Berita Terkini Selengkapnya