Liputan6.com, Jakarta - Teenage Mutant Ninja Turtles atau yang di Indonesia dikenal sebagai Kura-kura Ninja, telah menghiasi dunia hiburan di seluruh penjuru bumi. Berawal dari komik, franchise ini langsung merambah ke dunia kartun hingga film layar lebar.
Membahas film-film yang telah tiba di bioskop, Teenage Mutant Ninja Turtles setidaknya telah memiliki enam seri, termasuk film yang tengah tayang di bioskop saat ini, Teenage Mutant Ninja Turtles: Out of the Shadows.
Advertisement
Baca Juga
Sejak film pertama ditayangkan pada 1990-an, banyak perbedaan ketimbang seri komik dan animasi yang sempat muncul di era tahun 1980-an. Ternyata, tak semua penggemar kartun dan komik menerima perbedaan itu.
Banyak yang menganggap tampilan para Kura-kura Ninja dan juga antagonisnya kurang bisa dinikmati. Bahkan kuartet kura-kura dianggap terlalu konyol dan kurang atraktif pada saat beradegan laga.
Seiring berkembangnya teknologi di dunia sinema, dibuatlah sebuah film animasi berjudul TMNT yang rilis tahun 2007. Sayangnya, film tersebut juga tak bergaung di box office.
Hingga pada akhirnya, Paramount Pictures berhasil menuntaskan rasa gemas fans dengan merilis daur ulang Teenage Mutant Ninja Turtles yang dimulai pada 2014 lalu. Kesuksesannya di box office, membuahkan Teenage Mutant Ninja Turtles: Out of the Shadows sebagai sekuel.Sayangnya, tak sedikit yang mengritik pedas kedua film baru tersebut.
Pedasnya kritikan demi kritikan untuk film ini, membuat timbulnya anggapan bahwa Teenage Mutant Ninja Turtles sangat sulit untuk membuat gebrakan di kalangan pengamat dan sebagian besar penonton.
Lalu, apa ya kira-kira yang membuat franchise film Kura-kura Ninja selalu terlihat lemah dan kurang digemari? Berikut daftar keluhan yang kerap mampir dalam film ini.
Desain Wajah Kura-kura Ninja di Film
Desain Wajah Kura-kura Ninja di Film
Sejak film tahun 1990-an dirilis, banyak yang mengeluhkan desain wajah Kura-kura Ninja. Di trilogi klasik, para pemainnya dibalut dengan kostum latex yang dibentuk layaknya empat karakter utama, Leonardo, Michaelangelo, Donatello, dan Raphael. Meskipun begitu, mereka tetap saja memiliki ukuran tubuh seperti manusia serta mimik wajah yang menyedihkan.
Untuk film animasi TMNT, bolehlah kita berikan nilai plus untuk desain wajah masing-masing. Namun begitu daur ulang dibuat, sepintas kita terkagum-kagum dengan tampilan mereka yang seolah nyata. Namun kalau diperhatikan lebih seksama, mereka tak lebih dari kumpulan kura-kura raksasa yang memiliki wajah dekil dan kasar. Sehingga, kesam seram dan geli malah menghinggap di dalam pikiran beberapa penonton.
Advertisement
Konsep Musuh Kura-kura Ninja
Konsep Musuh Kura-kura Ninja
Hal selanjutnya yang membuat film-film Teenage Mutant Ninja Turtles kurang bertenaga adalah konsep karakter antagonisnya. Di trilogi klasik, Shredder memiliki penampilan yang menyedihkan serta motif uang dalam melancarkan aksi-aksi jahatnya. Hal tersebut dirasa terlalu klise dan kurang kuat.
Sementara di seri terbaru ini, Shredder memiki tampilan yang dirasa terlalu berlebihan. Banyak penonton dan penggemar merasakan banyaknya campur tangan Michael Bay yang keluar dari teritorinya sebagai produser. Salah satu hal yang sangat terasa adalah miripya zirah milik Shredder dengan robot-robot di seri Transformers.
Karakter April O'Neil yang 'Maksa'
Pemaksaan Karakter April O'Neil
Karakter April O’Neil selalu menjadi sentral film-film Teenage Mutant Ninja Turtles. Selain menjadi pemanis, reporter wanita yang selalu memakai baju kuning itu juga memiliki peran penting jika kita menelusuri kisah-kisah komik dan serial animasi. Namun ketika diadaptasi menjadi film, banyak hal yang membuat wataknya seolah dipaksakan.
Versi klasik April yang diperankan Judith Hoag selalu membuat polisi kewalahan karena ia selalu menyampaikan informasi mengenai banyaknya kejahatan di kota mereka. Namun begitu film daur ulang dirilis, Megan Fox menggambarkan April sebagai sosok yang terlalu berani dalam menyibak kejahatan. Masa lalunya terasa dipaksakan ketika ia memiliki koneksi masa kecil dengan kuartet kura-kura.
Advertisement
Asal Usul Splinter yang Terlalu Mengada-ada
Asal Usul Splinter yang Terlalu Mengada-ada
Karakter guru tikus bernama Splinter selalu menjadi sosok penting di film-film Teenage Mutant Ninja Turtles. Namun film versi klasik maupun terbaru sama-sama menggambarkan asal usul Splinter yang terlalu aneh dan mengada-ada.
Di trilogi klasik, Splinter diperkenalkan sebagai seekor tikus peliharaan ahli bela diri asal Jepang. Ahli bela diri tersebut dibunuh oleh Shredder yang tak lain adalah saingannya. Sementara itu, film versi baru memperkenalkan Splinter sebagai tikus yang termutasi dan mempelajari sendiri seni bela diri dari sebuah buku hingga menjadi guru bagi keempat kura-kura.
Watak Kura-kura Ninja Kurang Digali
Watak Kura-kura Ninja Kurang Digali
Teenage Mutant Ninja Turtles memiliki empat karakter utama. Namun selama ini, watak Leonardo dan saudara-saudaranya kurang digali. Di film terbaru, setiap Kura-kura Ninja punya kegemaran unik seperti bermain skateboard hingga membaca buku. Sayangnya, latar belakang masing-masing dihiraukan sama sekali hingga kurang banyak momen emosional di dalamnya.
Sementara untuk versi klasiknya, seperti bisa ditebak, para kura-kura juga hanya resmi menjadi tim setelah mereka latihan bersama. Sehingga karakter masing-masing tidak tergali secara baik.
Advertisement
Adegan Pertempuran
Adegan Pertempuran
Baiklah, pada poin ini mungkin akan sangat jauh sekali kalau harus membandingkan antara versi klasik dan versi baru. Terlebih lagi, pada versi 2014, Teenage Mutant Ninja Turtles memiliki banyak adegan aksi yang membuat penonton terhibur.
Namun begitu, cukup banyak penonton film versi baru yang melihat adegan pertempurannya terlalu sempurna dan tidak terlihat natural. Terlebih lagi, ada beban animasi CG yang harus diselesaikan oleh kru editor film. Untuk film klasik, adegan pertempuran dirasa kurang pas. Maklum, pada saat itu teknologi sinema belum secanggih sekarang.