Liputan6.com, Jakarta Oke, fix. Selain kayak jelangkung, Zoel juga cenayang. Dia hampir selalu tahu hal buruk maupun baik yang menimpaku. Jangan-jangan nanti kalau aku punya pacar, Zoel tahu kami berdua sudah sejauh mana dan ngapain aja.
Zoel yang lagi galau (dan aku enggak tahu penyebabnya apa) menghempaskan tubuh di sofa ruang tamuku. Tanpa diminta ia menyalakan televisi. Samar-samar terdengar program infotainment menayangkan kegiatan Rana Akila lagi creambath di lokasi syuting sinetron. Zoel buru-buru mengganti kanal televisi.
Advertisement
Baca Juga
Kali ini stasiun televisi khusus berita menayangkan sesi wawancara dengan Bayanaka dan Iwan Respati soal proses pemilihan para pemain Semalam Di Pelukmu. Zoel buru-buru menggantinya ke kanal televisi khusus musik.
Zoel Gabut, Hidupku Ambyar
Sementara aku di dapur meracik teh manis hangat dan mengambil 2 stoples kukis cokelat almond serta pandan favoritnya. Seminggu ini, kuperhatikan Zoel gabut banget. Kerjaannya cuma siaran radio kemudian ngerecokin kehidupanku yang lagi ambyar ini. Jangan-jangan dia ditolak gebetan (lagi)?
"Ngapain diganti-ganti channel-nya. Gue enggak sejijik itu kali sama Rana dan megaproyek Semalam di-PHP," aku memulai obrolan sambil meletakkan secangkir teh di meja bundar.
"Ayolah temanin gue ke Jogja. Janji, deh nginepnya di hotel bintang lima," ujarnya.
"Lo tuh galau kenapa lagi, sih? Jatuh cinta tapi enggak berani ngomong? Kayak anak perawan aja," aku menyahut.
"Pengin kulineran. Foto-foto di candi. Sekalian nyari jadah bacem."
Advertisement
Nomor Tak Dikenal
Belum sempat kujawab, ponselku berdering. Dari nomor tak dikenal.
Seseorang di ujung sana memperkenalkan diri sebagai Hari Radianto. Seperti pernah baca nama ini di sebuah credit tittle film Indonesia tapi aku lupa judulnya. Padaku, Mas Hari mengajak bertemu di warung kopi milik orang tuanya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, lusa jam 4 sore.
"Iya, Mala. Ini gue yang dulu menulis naskah film Tak Ada Matahari Esok Pagi. Kan lo datang ke gala premiernya di kawasan Kuningan,” Hari mengingatkan.
Ah, akhirnya aku teringat. Mengetahui hal ini, Zoel semringah. Menurutnya, ini pertanda baik.
Muka Dangdut
Zoel memberi tahu, Hari dulu pernah bikin proyek film indi tentang pedangdut yang dilabrak perempuan pengusaha waralaba laundry baju. Pedangdut ini dituduh menggoda suami si pengusaha.
Tak punya cukup dana, proyek tak berjudul ini mangkrak. Dengar-dengar, dari hasil menggerakkan empat warung kopi di Jakarta selama beberapa tahun, Hari bermaksud melanjutkan proyek film ini.
Zoel menduga, Hari akan meminangku menjadi pemain. Ia menduga mukaku bisa didandani menor sehingga tampak dangdut banget. Kurang ajar si Zoel!
"Sekarang banyak keleus pedangdut yang riasannya enggak menor dan baju manggungnya berkelas," ketusku pada Zoel.
Advertisement
Film Ultra-Low-Budget
"Bukan itu poinnya, Nyet. Ini film ultra-low-budget. Kalau pun jadi pemeran utama, jangan harap honor lo lebih besar dari pemeran pendukung di Semalam Di Pelukmu," Zoel mengingatkan. Ya sudahlah. Belum tentu ia mengajakku bertemu untuk menawari peran.
Hari yang ditunggu pun datang. Untunglah janjian jam 4 sore, sebelum para pekerja kantoran se-Ibu Kota pulang. Jalanan lancar dan aku tiba di Tebet tepat waktu. Lebih awal malah.
Ramalan yang Tergenapi
Hari mempersilakanku duduk. Di meja, pisang goreng keju dan secangkir kopi Gayo menyapaku. Ramalan Zoel tergenapi.
Hari menyodorkan segepok naskah sambil berkata, "Turut berduka atas tragedi Adya. Sorry gue enggak bermaksud mengungkit luka baru. Dan mohon naskah ini jangan dibandingkan dengan skrip yang minggu lalu masih lo baca, ya?"
Naskah setebal 197 halaman itu kubawa pulang. Besok siang, Hari ingin melihatku mengintepretasikan 1 atau 2 adegan dari naskah sekalian tes kamera. Pada hari itu, Hari yang berambut gondrong meyakinkanku.
Advertisement
Merangkap Pekerjaan
Keesokan harinya, aku mendatangi kantor Hari yang lebih mirip rumah kontrakan. Tak jauh dari kedai kopinya. Aku diminta memerankan pedangdut bernama Yuli Rejeki. Selain menyanyi, aku diminta bergoyang, dan mengeksekusi adegan menangis tak terima habis dicaci maki istri orang. Hari mengaku sudah tak punya pilihan lain kecuali aku.
Kemudian, ia menawarkan sejumlah angka untuk peran Yuli. Itu pun disertai catatan bahwa aku tak hanya berakting, tapi juga menyanyikan lagu soundtrack. Yap, merangkap pekerjaan. Alasannya, ia pernah melihatku meng-kover beberapa lagu lawas di YouTube.
Dilabrak Istri Tua
"Suara lo enggak jelek. Gue harus akui itu. Lo juga pernah mengkover lagu 'Kopi Dangdut'-nya Fahmi Shahab, kan? Cengkok lo oke," Hari memberi tahu. Aku hanya mengangguk. Sama seperti Hari, aku pun tak punya pilihan lain. Daripada menganggur gara-gara megaproyek sialan itu, lebih baik aku menghidupkan Yuli.
Lagipula, setelah mendengar lagu soundtrack-nya, liriknya bikin ngakak. Siapa tahu lagunya viral, eim? "Oh ya, Mala. Judul filmnya kuganti jadi Dilabrak Istri Tua. Kalau lo mau berubah pikiran karena malu dengan judulnya, inilah saatnya," sambungnya.
Advertisement
Siapa Yang Ngeres?
"Enggak, kok," sahutku.
"Judul soundtrack-nya, 'Goyang Sampai Becek.' Jangan ngeres dulu pikirannya. Ini maksudnya goyang heboh sampai keringatan. Becek keringatan, gitu," jelas Hari panjang lebar.
"Dih, siapa yang ngeres."
Hari kemudian memperkenalkanku ke beberapa tim yang sedang berdiskusi di area belakang kantor. Kami menandatangani kontrak kerja lalu membahas jadwal syuting. Intinya, aku syuting bulan depan selama 14 hari di Jakarta dan Bogor.
(Bersambung)
(Anjali L.)
Disclaimer:
Kisah dalam cerita ini adalah milik penulis. Jika ada kesamaan jalan cerita, tokoh dan tempat kejadian itu hanya kebetulan. Seluruh karya ini dilindungi oleh hak cipta di bawah publikasi Liputan6.com.