Liputan6.com, Jakarta Masih ada catatan menarik yang tersisa dari malam puncak Piala Oscar 2020 yang digelar di The Dolby Theatre in Hollywood, Los Angeles, AS, Minggu (9/2/2020) malam atau Senin (10/2/2020) pagi waktu Indonesia. Joaquin Phoenix menang mudah di kategori Pemeran Utama Pria Terbaik.
Lewat peran Joker, Joaquin Phoenix menggenggam Piala Oscar pertamanya. Kemenangan Joaquin Phoenix ini terbilang langka. Dalam sejarah dunia, hanya ada 12 aktor yang meraih Piala Oscar gara-gara jadi penjahat.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Joaquin Phoenix menjadi penjahat ke-13 di layar lebar yang diganjar Piala Oscar. Showbiz Liputan6.com mengajak Anda mengilas balik, 6 aktor yang meraih Piala Oscar gara-gara jadi penjahat. Ngeri!
1. Fredric March (1932)
Perkenalkan, penjahat pertama yang diganjar Oscar dalam sejarah. Aktor Fredric March melakukan tranformasi fisik dramatis untuk menghidupkan peran ganda Henry Jekyl sekaligus Edward Hyde dalam film Dr. Jekyll and Mr. Hyde.
Pada malam Oscars 1932, sang aktor berbagi kemenangan dengan Wallace Beery yang juga tampil memikat di The Champ. Seumur hidupnya, Fredric March meraih dua Piala Oscar. Piala kedua didapatnya lewat film The Best Years of Our Lives. Fredric March berpulang pada 1975.
Advertisement
2. Anthony Hopkins (1992)
Sebutkan pemeran utama pria antagonis yang menang Oscar padahal hanya muncul 16 menit di layar! Anthony Hopkins juaranya. Memerankan penjahat paling mematikan, Dr. Hannibal Lecter, Anthony Hopkins mengimbangi performa prima Jodie Foster.
Kemenangan Anthony Hopkins sekaligus mengantar The Silence of The Lambs sebagai film Oscar Grand Slam ketiga dalam sejarah. Oscar Grand Slam istilah untuk film yang menang di 5 kategori utama yakni Film, Sutradara, Skenario, Pemeran Utama Pria, dan Wanita Terbaik. The Silence of The Lambs menyusul jejak sukses It Happened One Night (1934) dan One Flew Over the Cuckoo's Nest (1975). Setelah itu, tak ada lagi hingga kini.
3. Forest Whitaker (2007)
Forest Whitaker menetapkan standar baru dalam menghidupkan tokoh nyata. Memerankan Idi Amin yang memimpin Uganda selama 8 tahun, Forest Whitaker yang tak banyak mengubah fisik secara ajaib menyatu dengan peran. Di layar, ia menjelma jadi diktator, penjahat kemanusiaan, pelanggar HAM, penganiaya lawan politik, sekaligus koruptor.
Dialah poros film The Last King of Scotland. Forest Withaker membawa pulang Oscar Pemeran Utama Pria Terbaik berbekal kemenangan di Golden Globes, SAG Awards, dan BAFTA. Sempurna!
Advertisement
4. Javier Bardem (2008)
“Ampun, jangan bunuh saya. Ampun,” ucap korban yang meringkuk di bath tub kepada Anton Chigurh (Javier Bardem). Dengan wajah tanpa ekspresi, Anton menutupi korban dengan tirai. Tak lama kemudian, dor! Darah muncrat di kamar mandi. Ia dengan santai keluar ruangan.
Anton Chigurh dengan potongan rambutnya yang enggak banget adalah teror berwujud manusia di film No Country For Oldmen karya Joel dan Ethan Coen. Ia tak akan menjadi musibah jika bukan Javier Bardem yang melakonkan.
5. Heath Ledger (2009)
Tak ada tokoh komik yang menuntut pemerannya melakukan transformasi fisik dan batin kecuali Joker. Joker dalam The Dark Knight adalah simbol kejahatan di level paripurna. Sama seperti orang bilang, “Aku mencintaimu karena aku mencintaimu, tak perlu alasan lain.” Pun Joker jahat karena memang pengin jahat aja. Tak butuh motif neko-neko.
Kematian Heath Ledger menjadi ironi saat 1,5 tahun kemudian sang aktor ditetapkan sebagai Pemeran Pendukung Pria Terbaik Oscars 2009. Di layar lebar, Joker berfirman, “Why so serious?” Heath Ledger sayang, kenapa serius banget memerankan Joker sampai merelakan nyawa?
Advertisement
6. Christoph Waltz (2010)
Jadi penjahat juga harus cerdas. Jangan cuma modal nekat membantai orang tak bersalah. Christoph Waltz memberi suri teladan bagaimana tokoh antagonis semetinya dibentuk.
Dalam Inglourious Basterds, Christoph Waltz memerankan Kolonel Hans Landa yang fasih berbicara dalam empat bahasa, yakni Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia. Buset! Di Oscars 2010, Inglourious Basterds yang meraih 8 nominasi hanya membawa pulang satu piala. Terima kasih, Christoph Waltz.