Liputan6.com, Jakarta Sejak dirilis di kanal YouTube pada 17 Agustus lalu, film pendek Tilik tak lepas diomongkan publik. Tak cuma karena film pendek ini begitu apik dalam menyentil nilai-nilai sosial di masyarakat, tapi juga magnet utama film ini: Bu Tejo.
Sepanjang durasi Tilik selama setengah jam, Bu Tejo yang dimainkan Siti Fauziah dengan "cekatan" menyetir opini ibu-ibu mengenai sosok Dian sang kembang desa. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit untuk tilik alias menjenguk Bu Lurah yang sakit, ada saja celetukan sepedas cabai rawit yang ia sampaikan.
Tak heran bila sejumlah kutipan dialog Bu Tejo lantas melekat kuat di benak penonton Tilik. Bahkan tak sedikit yang jadi viral. Berikut enam di antaranya.
Advertisement
Baca Juga
1. HP Jangan Buat Bergaya
Belum ada tiga menit durasi film, Bu Tejo menebar racun tentang Dian. Salah satunya saat memperlihatkan foto sang kembang desa bersama lelaki, yang bikin ibu-ibu heboh dan mengelus dada.
"Mangkane, tha nduwe hape kuwi ora mung dinggo nggaya thok. Ning nggo golek informasi ngono lo, yo! (Makanya kalau punya HP itu jangan buat gaya saja. Buat cari informasi, gitu lo!)," cerocos Bu Tejo.
Â
Advertisement
2. Melek Merek
Obrolan Bu Tejo berlanjut soal kemampuan Dian dalam mengumpulkan harta benda. Padahal gadis itu bukan dari kalangan berada, bahkan tak mengecap bangku kuliah. Dian mampu membeli motor dan ponsel, padahal belum lama bekerja.
"Gik kuwi duit saka ngendi? Larang-larang kabeh lo kuwi, kaya aku ora ngerti merek wae (Lagipula itu uang dari mana? Mahal-mahal semua itu, kayak aku enggak kenal merek saja)," kata Bu Tejo.
Â
3. Kebelet
Salah satu adegan paling kocak tentang Bu Tejo yang tak berhubungan dengan Dian, saat ia kebelet pipis. Padahal mereka berada di tengah persawahan. Tak tahan, Bu Tejo meneriaki Gotrek sang sopir truk, "Aku kebelet nguyuh tenan iki!"
Setelah berhenti di tengah jalan dan disuruh turun, ia malah tambah emosi. "Piye to Gotrek ki! Aku kon nguyuh neng tengah sawah iki po piye? Wegah aku, wedi ulo! (Bagaimana, sih Gotrek? Aku disuruh buang air kecil di tengah sawah begini? Enggak mau, takut ular!)," teriaknya.
Advertisement
4. Asal Jangan yang Single!
Rupanya Bu Tejo punya satu cita-cita, membawa suaminya menjadi lurah di desanya. Diam-diam ia mulai berkampanye, soal sosok seperti apa yang pas menjadi lurah. Satu syarat yang pasti, jangan yang lajang seperti Bu Lurah sang petahana.
"Wis wayahe desane dewe butuh lurah sing cak-cek-sak-set, ngono lho (Sudah waktunya desa kita butuh lurah yang cak-cek-sak-set, gitu lo)," kata dia.Â
Tak cukup, ia melontarkan serangan lanjutan, kali ini untuk mereka yang masih lajang. "Tur ora single! Nek single kuwi nggowo uripe dewe wis abot. (Terus jangan yang single! Kalau single, mengurus hidupnya sendiri saja sudah berat)," tuturnya.
5. Tak Cokot!
Tak cuma saat menyebar gosip, kala rombongan itu dapat masalah karena disetop polisi, Bu Tejo maju paling depan. Volume suara polisi kalah dengan teriakan Bu Tejo yang memprotesnya. "Iki keadaannya darurat, mbok tolong to, Pak. Nuraninya itu lo dipakai Pak. Empatinya, Pak. Ya Allah!" jerit Bu Tejo.Â
Teriakan pertama tak mempan, Bu Tejo naik ke level selanjutnya: ancaman. Mulai dari menghubungi saudara yang merupakan polisi bintang lima, sampai gigitan. "Pak polisi nek ngeyel, tak cokot tenan lo! (Pak Polisi kalau berkukuh saya gigit betulan)" teriak Bu Tejo membawa pasukan ibu-ibu turun dari bak truk.Â
Advertisement
6. Yang Solutif
Sesampainya di rumah sakit, ternyata mereka baru dikabari bahwa Bu Lurah belum bisa dijenguk. Rombongan ini kebingungan, apa yang harus dilakukan setelah datang jauh-jauh menumpang truk.Â
Bu Tejo lantas usul, agar rombongan berbelok ke Pasar Beringharjo, ketimbang pulang dengan tangan hampa. Usulan ini, disambut meriah para ibu. Dengan senyum kemenangan, Bu Tejo melirik Yu Ning yang dari awal perjalanan getol menyanggah soal Dian. Kata dia, "Dadi wong ki sing solutip ngono yo (Jadi orang itu yang solutif gitu lo)."