Liputan6.com, Jakarta 14 musisi muda peserta ajang Temu Seni Musik di Papua mengakhiri rangkaian program dengan mengunjungi Museum Loka Budaya Universitas Cenderawasih di Kota Abepura, Jayapura.Â
Disambut langsung oleh Kepala Museum, antropolog dan kurator seni budaya Papua, Enrico Yory Kondologit, para peserta Temu Seni bersama narasumber dan fasilitator tidak hanya mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan koleksi benda-benda seni budaya Papua, namun juga mendengarkan penjelasan seru dan menarik tentang sejarah Papua dan latar belakang dibalik koleksi-koleksi tersebut.
"Untuk mengenal lebih dekat kebudayaan Papua, secara visual memang yang terbaik adalah datang ke museum, saya yakin dengan menyaksikan sekitar 1000-an koleksi dari total 2500 koleksi yang berasal dari berbagai suku di Papua. Saya berharap teman-teman musisi Temu Seni dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang keragaman jenis benda-benda kebudayaan material berupa peralatan-peralatan musik, memasak, religi, kepercayaan, transportasi atau menangkap ikan," ujar Kepala Museum Universitas Cenderawasih sekaligus antropolog dan kurator, Enrico Yory Kondologit.
Advertisement
Lebih jauh Enrico memaparkan bahwa ternyata selama ini yang para musisi muda dengar tentang alat musik Papua seperti tifa, triton dan trompet Papua. Ternyata lebih dari itu juga ada alat musik lainnya yang dibuat yang menghasilkan musik seperti misalnya pakaian yang digunakan oleh masyarakat Waris berupa koteka dengan ikat pinggang yang menghasilkan suara dan orang Waghete yang membuat kalung dengan baling-baling. Di mana saat dikenakan oleh penari yang melompat menghasilkan suara-suara tertentu. Sangat menarik untuk dapat diketahui.Â
Â
Religi
Benda-benda materiil ini begitu berhubungan dengan religi, kepercayaan dan lingkungan alam sekitar ini dapat memberikan inspirasi untuk musik.Â
"Kunjungan ke museum ini begitu luar biasa. Bangsa Papua yang telah hidup berabad-abad mampu berkreasi demikian indah yang saya yakin belum tentu dapat dibuat oleh kita di masa sekarang ini. Saya juga terpukau dengan Mbis, koleksi patung leluhur orang asmat yang punya standar estetika yang tinggi, di musik ini punya tingkat virtuositas luar biasa, dibuat dari satu pohon bakau yang utuh dan diukir secara terbalik dan memiliki makna yang dalam. Suatu sumber inspirasi yang kuat, dimana suatu saat nanti sangat mungkin untuk mewujud jadi bagian dari sebuah karya," ujar Musisi pengrawit, dosen ISI Surakarta sekaligus peserta Temu Seni, Wahyu Thoyyib Pambayun menuturkan.
Sementara itu peserta lainnya yang seorang musisi gamelan Bali, Sraya Murtikanti memaparkan bahwa beberapa koleksi yang membuat dirinya terkesan adalah melihat patung Mbis, patung leluhur orang Asmat dan Jipai, pakaian ruh masyarakat Asmat yang memiliki filosofi demikian mendalam.Â
Â
Advertisement
Kekayaan Budaya
Ini adalah bentuk kekayaan budaya yang perlu sekali untuk dilestarikan, menjadi pengalaman empirik yang bisa menjadi modal ilham untuk berkarya kelak.
Dilansir dari laman Asosiasi Museum Indonesia, dijelaskan bahwa Museum Loka Budaya Universitas Cenderawasih didirikan pada tahun 1970 dan diresmikan oleh Prof. Dr. Ida Bagus Mantra pada tanggal 1 Oktober 1973. Berdirinya Museum Loka Budaya merupakan hasil pikiran, perjuangan serta kerja keras dari berbagai pihak dan dalam menjalankan fungsinya, Museum Loka Budaya banyak mendapat bantuan terutama dari pengusaha raksasa dan seorang filantropis Amerika, John D.Â
Rockefeller, Pemerintah Belanda, Arkeolog dan Antropolog yang pernah melakukan penelitian di Papua serta pemerintah melalui proyek-proyek Pelita.
Koleksi utama dari museum ini adalah benda-benda etnografi yang berasal dari 270-an suku di Papua yang terdiri atas: peralatan dapur; peralatan yang berhubungan dengan mata pencaharian hidup seperti peralatan bercocok tanam, berburu dan menangkap ikan; busana dan perhiasan tubuh; peralatan perang; peralatan membayar harta (mas kawin, denda, dan lain-lain); benda-benda sakral; alat transportasi dan alat-alat musik.
Â
Kementrian
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan menggelar Temu Seni yang berlangsung di kota Jayapura, Papua pada tanggal 11 hingga 17 Juli 2022. 14 seniman muda hadir di kota Jayapura untuk turut serta dalam sebuah ajang silaturahmi, apresiasi dan jejaring musik sekaligus memperkenalkan Indonesia Bertutur 2022 di daerah cagar budaya di Indonesia.Â
Kegiatan Temu Seni merupakan salah satu rangkaian dari Festival Mega Event Indonesia Bertutur 2022 yang dihelat menjadi bagian dari perhelatan akbar Pertemuan Menteri-Menteri Kebudayaan G20 (G20 Culture Ministers’ Meeting) dimana akan dilaksanakan di Kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada bulan September mendatang.
Seluruh peserta ajang Temu Seni Musik di Papua ber-jam session dan mementaskan persembahan pamungkas menandai secara resmi berakhirnya kegiatan yang telah berlangsung selama seminggu di kota Sentani, Jayapura Papua.
Â
Â
Advertisement