Industri K-Pop Didesak untuk Lebih Go Green, Kebiasaan Borong Album Fisik Disorot Pakar

Di kalangan penggemar K-Pop, pembelian album dalam jumlah besar bukan lagi hal yang asing.

oleh Ratnaning Asih diperbarui 02 Okt 2023, 08:00 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2023, 08:00 WIB
Ilustrasi K-Pop (SM / Big Hit/ YG via Soompi, Instagram/ dlwlrma)
Ilustrasi K-Pop (SM / Big Hit/ YG via Soompi, Instagram/ dlwlrma)

Liputan6.com, Jakarta Seruan untuk lebih peduli lingkungan belakangan ini juga merambah industri K-Pop. Tak heran, mengingat bidang ini belakangan memiliki jangkauan kian luas dan produksi konten yang kian massif.

Sayangnya, ada sejumlah hal yang justru membawa dampak buruk bagi lingkungan.

Salah satu yang kerap menjadi sorotan, adalah budaya pembelian album rilisan fisik secara massif. Di kalangan penggemar, pembelian album dalam jumlah besar bukan lagi hal yang asing. Tak cuma 2-3 kopi, tak jarang satu penggemar bisa memiliki lebih dari 10 album sekaligus.

Alasannya beragam. Mulai dari menaikkan angka penjualan idolanya, melengkapi koleksi PC alias photo cards yang diselipkan dalam album, hingga meningkatkan kesempatan untuk ikut serta dalam acara khusus seperti fan signing.

Hanya saja, hal ini kerap menjadi sorotan. Tumpukan album di tempat sampah pun kadang jadi pemandangan biasa.

Suara keras dari warganet mengenai kondisi ini, kemudian dijawab oleh sejumlah agensi dengan langkah go green.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Upaya Agensi K-Pop

Ilustrasi K-pop Album (Istimewa)
Ilustrasi K-pop Album (Istimewa)

Dalam laporan The Korea Herald pada 13 Juni 2022 lalu, sejumlah agensi mengambil langkah untuk lebih melek lingkungan dalam produksi album artis-artisnya.

Album Chungha yang bertajuk Querencia misalnya, menggunakan kertas bahan daur ulang untuk album case dan juga booklet yang diselipkan di dalamnya. Album NCT Dream yang bertajuk Glitch Mode dan Beatbox juga diketahui menggunakan material biodegradable.

YG Entertainment juga memproduksi sejumlah merchandise Blackpink dengan material ramah lingkungan.


Tantangan Go Green

Hanya saja, langkah go-green ini jelas punya tantangan tersendiri. Seorang sumber dari dalam industri ini menceritakan bahwa produksi produk ramah lingkungan membutuhkan riset yang panjang. Belum lagi ongkos yang lebih mahal, mencapai 10-15 persen di atas produk konvensional.

Namun sang narasumber juga menekankan pentingnya para agensi ikut memikirkan dampak lingkungan atas produk yang mereka hasilkan. Apalagi bila risiko sampah produk K-Pop ini makin menggunung, dan menimbulkan citra buruk.


Saran Pakar: Bikin Satu Versi Album Saja

Tak sedikit pula yang skeptis dengan langkah go green ala produsen K-Pop. Kritikus musik Korea Selatan Jung Min Jae berkata, “Sebagian dari mereka memajang citra ‘ramah lingkungan’ tapi kenyataannya adalah mendapatkan keuntungan dari kebohongan itu,” kata dia.

Untuk benar-benar ramah lingkungan, agensi didorong untuk merilis hanya album nonfisik. Opsi lain adalah setidaknya membuat satu versi album saja, demi mencegah pembelian borongan di kalangan fans.

Aktivis lingkungan Korsel Baek Na Yoon juga menghawatiran green-washing, alias langkah peduli lingkungan abal-abal. Namun ia menegaskan, idola K-Pop sejatinya punya pengaruh kuat untuk menyebarkan isu lingkungan hidup.

“Memungut album fisik yang dibuang, dan menggelar konser dengan emisi karbon yang lebih sedikit, dalah satu dari sejumlah cara lain untuk bisa lebih peduli lingkungan,” kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya