Bumi Tercekik Polusi Udara, Hanya 7 Negara yang Punya Kualitas Udara Baik pada 2024

Udara kotor merupakan faktor risiko kematian terbesar kedua setelah tekanan darah tinggi.

oleh Asnida Riani Diperbarui 12 Mar 2025, 19:01 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2025, 19:01 WIB
Polusi Udara Jakarta
Pemprov DKI Jakarta pun mengakui kebijakan WFH bagi 50% Aparatur Sipil Negara belum efektif mengurangi polusi udara. (Liputan6.com/Faizal Fanani)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Hampir setiap negara di Bumi tercekik polusi udara. Tahun lalu, hanya tujuh negara yang kualitas udaranya memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk partikel beracun kecil, yang dikenal sebagai PM2.5, menurut analisis perusahaan teknologi kualitas udara Swiss, IQAir.

Melansir The Guardian, Rabu (12/3/2025), Australia, Selandia Baru, dan Estonia berada di antara negara yang mencatat rata-rata kualitas udara tahunan tidak lebih dari 5µg PM2.5 per meter kubik. Daftar itu dihuni ketiganya bersama Islandia dan negara-negara kepulauan kecil.

Negara-negara paling tercemar adalah Chad, Bangladesh, Pakistan, Republik Demokratik Kongo, dan India. Tingkat PM2.5 di kelima negara tersebut setidaknya 10 kali lebih tinggi dari batas pedoman pada 2024, demikian temuan laporan tersebut, yang mencapai 18 kali lebih tinggi dari tingkat yang direkomendasikan di Chad.

WHO mengatakan, tidak ada kadar PM2.5 yang aman, yang cukup kecil untuk masuk ke aliran darah dan merusak organ di seluruh tubuh. Pihaknya memperkirakan, jutaan nyawa dapat diselamatkan setiap tahun dengan mengikuti pedoman mereka. Udara kotor merupakan faktor risiko kematian terbesar kedua setelah tekanan darah tinggi.

"Polusi udara tidak langsung membunuh kita, mungkin perlu waktu dua hingga tiga dekade sebelum kita melihat dampaknya pada kesehatan, kecuali jika sangat ekstrem," kata CEO IQAir, Frank Hammes. "(Menghindarinya) merupakan salah satu pencegahan yang tidak dipikirkan orang hingga akhirnya terlambat."

Laporan tahunan, yang memasuki tahun ketujuh, ini sebenarnya menyoroti beberapa kemajuan. Ditemukan bahwa persentase kota yang memenuhi standar PM2.5 meningkat dari sembilan persen pada 2023 jadi 17 persen tahun lalu.

 

Promosi 1

Data Kualitas Udara

Kabut Polusi Udara Selimuti India
Aktivitas konstruksi juga dihentikan sementara untuk mengendalikan kabut asap terburuk musim ini. (AP Photo)... Selengkapnya

Polusi udara di India, yang merupakan rumah bagi enam dari 10 kota berpolusi di dunia, turun sebesar tujuh persen antara tahun 2023 dan 2024. Kualitas udara di China juga membaik, yang merupakan bagian dari tren jangka panjang yang menyebabkan polusi PM2.5 ekstrem di negara itu turun hampir setengahnya antara tahun 2013 dan 2020.

Kualitas udara di Beijing sekarang hampir sama dengan di Sarajevo, ibu kota Bosnia dan Herzegovina. Kota yang terakhir adalah kota paling tercemar di Eropa untuk tahun kedua berturut-turut, menurut laporan tersebut.

Seorang ahli epidemiologi lingkungan di Universitas Kopenhagen, Zorana Jovanovic Andersen, yang tidak terlibat dalam laporan tersebut, mengatakan bahwa hasil tersebut menyoroti beberapa fakta mengerikan tentang polusi udara.

"Kesenjangan besar terlihat bahkan di salah satu benua terbersih," katanya. "Warga negara-negara Balkan di Eropa Timur dan non-Uni Eropa menghirup udara paling tercemar di Eropa, dan terdapat perbedaan 20 kali lipat dalam tingkat PM2.5 antara kota-kota yang paling tercemar dan paling tidak tercemar."

Bias Pemantauan Kualitas Udara

Polusi udara di Thailand.
Polusi udara di Thailand. (Sumber: AFP/Romeo Gacad)... Selengkapnya

Pemerintah dapat membersihkan udara dengan kebijakan seperti mendanai proyek energi terbarukan dan transportasi umum; membangun infrastruktur untuk mendorong pejalan kaki dan pesepeda; serta melarang orang membakar limbah pertanian.

Demi membuat peringkat, para peneliti menghitung rata-rata data polusi udara secara real-time, yang diukur di permukaan tanah menggunakan sensor, sepanjang tahun. Sekitar sepertiga unit dijalankan pemerintah dan dua pertiganya oleh lembaga nirlaba, sekolah dan universitas, serta warga sipil.

Pemantauan kualitas udara tidak bisa berjalan dengan semestinya di sejumlah bagian Afrika dan Asia Barat, membuat beberapa negara dikecualikan dari analisis. Negara-negara miskin cenderung memiliki udara lebih kotor daripada negara-negara kaya, tapi sering kali tidak memiliki stasiun pengukuran untuk memberi tahu warga negara mereka atau memacu perubahan kebijakan.

Roel Vermeulen, seorang ahli epidemiologi lingkungan di Universitas Utrecht, yang tidak terlibat dalam laporan tersebut, mengatakan, bias kemungkinan besar terjadi di daerah-daerah dengan sedikit stasiun pemantauan. Ini terutama karena pengukuran satelit tidak digunakan untuk analisis.

"Hampir semua orang di dunia menghirup udara yang kotor," katanya. "Hal yang paling mencolok adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam tingkat paparan."

Polusi Udara Jakarta

Penampakan Polusi Udara di Langit Jakarta
Penampakan polusi udara di langit Jakarta Utara, Senin (29/7/2019). Buruknya kualitas udara Ibu Kota disebabkan jumlah kendaraan, industri, debu jalanan, rumah tangga, pembakaran sampah, pembangunan konstruksi bangunan, dan Pelabuhan Tanjung Priok. (Liputan6.com/Faizal Fanani)... Selengkapnya

Tahun lalu, Jakarta beberapa kali memuncaki daftar kota paling berpolusi di dunia. Indeks kualitas udara di Ibu Kota pada Selasa pagi, 25 Juni 2024, jadi salah satu waktunya.

Melansir Antara, berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pukul 07.00 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di urutan pertama dengan angka 179 atau masuk dalam kategori tidak sehat.

Karena sudah berulang kali terjadi, tidak hanya dimulai sejak tahun lalu, Menteri Lingkungan Hidup (MenLH) Hanif Faisol Nurofiq, mengaku, tim penyelidik pihaknya sedang mengawasi 14 perusahaan lain yang berpotensi ditutup karena mencemarkan udara Jakarta. "Kami akan serius menangani (polusi) Jakarta," janjinya saat ditemui di Jakarta, Senin, 3 Maret 2025

MenLH menyebut, penggunaan batu bara di sejumlah industri masih jadi isu dalam penanganan polusi udara di Jakarta dan sekitarnya, selain gas buang dari kendaraan bermotor. Proses penanggulangannya juga "tidak dapat berjalan secara instan," sebutnya.

Sebagai solusi jangka pendek, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan memperkuat implementasi pencegahan pencemaran, seperti yang tertuang dalam dokumen lingkungan perusahaan. "Jangka pendek kita lakukan koreksi terkait pelaksanaan dokumen lingkungannya. Kalau dokumen lingkungannya kurang kuat, ya kita kuatkan," tuturnya.

Infografis Journal Atasi Polusi Udara Jakarta Harus Gunakan Energi Terbarukan?
Atasi Polusi Udara Jakarta Harus Gunakan Energi Terbarukan?(Triyasni/Liputan6.com)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya