Efek Rumah Kaca Ungkap Pentingnya Musisi Indonesia Bersatu Suarakan Isu Krisis Iklim Lewat Musik, Berbuah Album sonic/panic Vol. 2

Cholil Mahmud, personel Efek Rumah Kaca, sempat menekankan pentingnya lokakarya yang diadakan oleh IKLIM pada bulan Juli 2024 lalu sebagai bagian dari proses album sonic/panic Vol. 2 sekaligus menyuarakan urgensi krisis iklim.

oleh Ruly Riantrisnanto diperbarui 01 Des 2024, 19:00 WIB
Diterbitkan 01 Des 2024, 19:00 WIB
Efek Rumah Kaca
Penampilan Efek Rumah Kaca sebagai pengisi album sonic/panic yang menyuarakan urgensi krisis iklim bersama deretan musisi lainnya. (Dok. IKLIM)

Liputan6.com, Jakarta Setelah meluncurkan album kompilasi sonic/panic tahun lalu dengan melibatkan 13 musisi lintas genre, IKLIM (The Indonesian Climate Communications, Arts, and Music Lab) kembali berinisiatif menghadirkan album sonic/panic Vol. 2.

Dalam album kompilasi ini, mereka menggabungkan suara 15 musisi dari berbagai wilayah Indonesia, yang bersama-sama menyuarakan urgensi krisis iklim serta mengajak para pendengarnya untuk beraksi demi menjaga bumi. 

IKLIM sempat menggelar konferensi pers di Biji World, Ubud, Bali, pada Sabtu (9/11/2024) yang dihadiri oleh I Gede Robi Supriyanto (vokalis Navicula dan inisiator IKLIM), deretan musisi dan seniman mulai dari Cholil Mahmud (Efek Rumah Kaca), Bob Gloriaus (LAS!), Cabrini Asteriska, hingga Maghfiro Izzani Mauliana Ikwan, serta I Dewa Gde Pariyatna (Camat Ubud).

Cholil Mahmud, personel dari Efek Rumah Kaca, menekankan pentingnya lokakarya yang diadakan oleh IKLIM pada bulan Juli 2024 lalu sebagai bagian dari proses album ini.

“Sebelum mengerjakan album, kami mengikuti workshop pendalaman materi. Ini yang membedakan sonic/panic Vol.2 dari kompilasi-kompilasi serupa yang pernah kami ikuti sebelumnya,” jelas Cholil dalam keterangan tertulis yang kami terima belum lama ini.

"Workshop ini memberikan kesempatan bagi musisi yang belum terlalu memahami isu tapi sudah sadar pentingnya untuk belajar lebih dalam, dan bagi mereka yang sudah paham, untuk memperbarui informasi serta memperkuat pemahaman mereka," sambungnya.

Kekuatan Musik sebagai Medium Perubahan

Band LAS!
Penampilan LAS!, band asal Pontianak sebagai pengisi album sonic/panic yang menyuarakan urgensi krisis iklim bersama deretan musisi lainnya. (Dok. IKLIM)

I Gede Robi Supriyanto, salah satu inisiator inisiatif IKLIM juga menegaskan kekuatan musik sebagai medium perubahan. "Musik itu powerful. Untuk membuat perubahan, kita harus menyentuh hati orang, dan seni adalah media yang paling efektif untuk itu. Isu lingkungan adalah isu yang penting untuk dibicarakan. Jika kita sebagai masyarakat tidak berbicara, pemerintah tidak akan mendengarkan dan tidak akan mengangkat isu ini dalam kebijakan publik," ujarnya.

Bagi musisi yang terlibat, sonic/panic Vol. 2 bukan sekadar proses berkarya, namun juga sebuah perjalanan memahami dampak nyata perubahan iklim. Salah satunya adalah Bob Gloriaus, vokalis LAS!, band rock alternatif asal Pontianak.

Bob berbagi pengalaman menyentuh tentang perjalanannya ke daerah terpencil di Kalimantan Barat bersama Trend Asia, salah satu mitra pendukung IKLIM Fest. Di sana, ia menyaksikan langsung dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan tambang terhadap lingkungan setempat.

"Kami menyaksikan bagaimana hutan adat yang menjadi sumber kehidupan masyarakat tradisional hancur karena proyek energi yang seharusnya ramah lingkungan. Ini memberi kami refleksi mendalam dan menginspirasi lagu yang kami ciptakan untuk album ini," ujarnya.

 

Memupuk Rasa Tanggung Jawab Secara Bersama-sama

Album sonic/panic
IKLIM bersama pengisi album sonic/panic yang menyuarakan urgensi krisis iklim bersama deretan musisi lainnya. (Dok. IKLIM)

Kolaborasi ini juga memupuk rasa tanggung jawab secara bersama-sama. "Bergerak sendirian sering terasa seperti tanpa harapan. Tapi bergerak bersama, kita bisa mencapai lebih banyak. Dalam menjaga bumi, kita harus melangkah bersama," ujar Asteriska.

Selain musisi, IKLIM juga melibatkan seniman dalam menyuarakan harapan dan keresahan terhadap krisis iklim. Hasil karya mereka dipamerkan dalam pameran Titik Kritis di Biji World, Ubud.

Salah satu karya, dari Maghfiro Izzani Mauliana Ikwan, mengeksplorasi ketahanan pangan, mengangkat isu perubahan lahan kebun menjadi pabrik dan ironi di balik kebijakan impor beras yang dipengaruhi perubahan iklim. 

Saat ditanya tentang kemungkinan IKLIM Fest diselenggarakan di lokasi lain, Asteriska menegaskan bahwa acara ini bisa dilakukan di mana saja, dengan syarat adanya dukungan dari penyelenggara acara yang dapat mewujudkan festival ramah lingkungan.

Camat Ubud, I Dewa Gde Pariyatna, menyampaikan apresiasi atas digelarnya IKLIM Fest dan menegaskan bahwa isu iklim harus terus diangkat, sehingga rekomendasi kebijakan dapat disusun.

 

Bukan Lagi Sekadar Isu Global

Album sonic/panic
IKLIM bersama pengisi album sonic/panic yang menyuarakan urgensi krisis iklim bersama deretan musisi lainnya. (Dok. IKLIM)

Krisis iklim bukan lagi sekadar isu global, namun kenyataan yang harus dihadapi setiap negara, termasuk Indonesia. Dampaknya terasa dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari frekuensi bencana alam yang meningkat hingga kerusakan ekosistem.

Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suhu rata-rata di Indonesia meningkat sebesar 0,03°C per tahun dalam beberapa dekade terakhir, yang mengakibatkan dampak serius bagi ekosistem dan masyarakat.

Melalui sonic/panic Vol. 2, IKLIM menggunakan musik sebagai medium untuk menggerakkan kesadaran terhadap krisis iklim, mengajak masyarakat untuk bertindak, dan mengedukasi industri musik untuk mengadopsi praktik ramah lingkungan.

Para musisi yang terlibat yakin bahwa musik memiliki kekuatan untuk menjangkau berbagai kalangan dan memotivasi aksi nyata dalam memerangi krisis iklim.

 

Menghadirkan 15 Lagu dari Musisi yang Peduli terhadap Isu Perubahan Iklim

Album sonic/panic
IKLIM bersama pengisi album sonic/panic yang menyuarakan urgensi krisis iklim bersama deretan musisi lainnya. (Dok. IKLIM)

Dirilis oleh Alarm Records, label rekaman ramah lingkungan pertama di Indonesia, sonic/panic Vol. 2 menghadirkan 15 lagu dari musisi yang peduli terhadap isu perubahan iklim.

Mereka adalah Efek Rumah Kaca, Petra Sihombing, Voice of Baceprot, Asteriska, Matter Mos, Bsar, Daniel Rumbekwan, Bachoxs, Down For Life, Jangar, LAS!, Poker Mustache, Rhosy Snap, The Vondallz, dan Wake Up Iris!.

Semuanya berasal dari berbagai kota seperti Jakarta, Makassar, Pontianak, Madiun, Malang, Bandung, Solo, Fakfak, hingga Denpasar. Para musisi ini turut serta dalam gerakan lingkungan yang lebih besar.

Album sonic/panic Vol. 2 kini dapat dinikmati di berbagai platform streaming digital. Sebagai bagian dari peluncuran, IKLIM mengajak publik untuk ikut serta untuk mewujudkan praktik industri musik yang lebih ramah lingkungan dan mengadopsi langkah-langkah praktis untuk keberlanjutan bumi dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam upaya mengimbangi jejak karbon (carbon offsetting) dari acara ini sekaligus meningkatkan kontribusi terhadap pelestarian lingkungan, IKLIM Fest juga membagikan bibit pohon kepada para penonton. Bibit ini diharapkan dapat ditanam di rumah masing-masing sebagai bentuk partisipasi aktif dalam menjaga keberlanjutan lingkungan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya