Liputan6.com, Jakarta - Panglima Besar Jenderal Sudirman, salah satu Pahlawan Nasional yang berjasa untuk kemerdekaan Indonesia. Tak heran bila dengan kesohorannya dibuat sejumlah monumen patung untuk mengenang jasanya. Tak hanya di Jakarta, Monumen Jenderal Sudirman juga terdapat di Surabaya, Jawa Timur.
Sebagai Kota Pahlawan, sudah sepatutnya masyarakatnya terus mengingat jasa yang diberikan Jenderal Sudirman. Jenderal Sudirman tutup usia karena sakit TBC.
Adapun taktik perang gerilya yang diciptakannya menjadi taktik terbaik yang dimiliki bangsa ini untuk mengusir sekutu. Oleh karena itu, Sudirman dikenal sebagai salah satu ahli strategi perang yang dimiliki Indonesia.
Advertisement
Jenderal Sudirman adalah anak dari Karsid Kartowirodji, yang adalah seorang pegawai Pabrik Gula Kalibagor dan Siyem, ibunya yang keturunan Wedana Rembang. Jenderal Sudirman mengikuti pendidikan formal di Sekolah Taman Siswa dan dilanjutkan di HIK Muhammadiyah Surakarta (sekolah guru). Walaupun pendidikannya tidak tamat, ia menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah Cilacap.
Baca Juga
Di Surabaya, monumen Jenderal Sudirman berdiri gagah di Jalan Yos Sudarso. Jalan ini berada di kawasan jalan utama yang terkenal sibuk setiap harinya. Banyak juga bangunan penting yang berlokasi di jalan ini seperti Gedung Balai Kota dan Gedung Parlemen Surabaya. Mengutip dari berbagai sumber, monumen ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 10 November 1970 yang diperuntukan untuk seluruh masyarakat Jawa Timur.
Gestur patung Sudirman di Surabaya berbeda dengan yang ada di Jakarta. Di Surabaya patungnya dibuat dalam posisi berdiri tegak. Kedua tangannya terletak di samping kanan dan kiri dengan ujung celana masuk ke dalam sepatu yang dipakai.
Terdapat juga sebilah pedang yang menggantung di bagian pinggang kiri Jenderal Sudirman. Di patung ini, Jenderal Sudirman mengenakan pakaian yang menyerupai seragam PETA, kesatuan saat ia mendapatkan pendidikan militer.
Pada bagian bawah patung terdapat kata-kata mutiara dari Panglima Besar Djenderal Soedirman. Tulisan ini ditujukan untuk rakyat Indonesia yang berpesan agar masyarakat terus semangat dan berjuang, mempertahankan tanah air. Rakyat Indonesia diminta agar jangan pernah menyerah dan selalu berjuang bagi bangsa dan negara.
(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Berwisata Sambil Belajar di Museum of House Sampoerna Surabaya
Sebelumnya, Surabaya memiliki berbagai macam tempat bersejarah. Sebagian besar tempat bersejarah itu terbuka untuk umum dan tanpa biaya. Salah satunya ialah Museum House Of Sampoerna.
Museum tersebut berada di Jalan Taman Sampoerna No.6, Surabaya dan buka setiap hari pukul 09.00 – 18.00 WIB. Masuk ke museum tersebut tidak dipungut biaya sepeser pun, parkir juga gratis. Bangunannya bergaya arsitektur kolonial Belanda yang dibangun pada 1862. Ada empat pilar yang berdiri dengan tegaknya yang menyangga gedung utama.
Dahulu sebelum menjadi museum, bangunan ini merupakan sebuah panti asuhan yang dikelola pemerintah Belanda. Setelah lokasi dan gedung dibeli oleh pendiri Sampoerna Liem Seeng Tee, gedung dijadikan tempat produksi rokok pertama Sampoerna. Kemudian gedung tersebut menjadi sebuah museum.
Di sini pengunjung bisa mengetahui sejarah rokok di Indonesia. Di lantai pertama museum, pengunjung akan melihat pameran yang berhubungan dengan produksi rokok.
Ada cengkeh yang digunakan untuk membuat rokok, pemantik rokok, replika warung rokok, alat pembuat deretan foto, dan sebuah sepeda tua milik pendiri Sampoerna. Di lantai 2, pengunjung dapat melihat proses pembuatan rokok.
Di sini juga terdapat fasilitas bus untuk pengunjung yang ingin berkeliling Surabaya, naik bus keliling itu juga gratis. Selama perjalanan, pengunjung akan dipandu oleh pemandu wisata yang bertugas di bus tersebut.
Di sekitar area museum, ada sebuah cafe yang bisa menjadi pilihan ketika pengunjung sedang lelah. Cafe itu menyediakan berbagai varian kopi khas Indonesia dan menu lainnya.
Selain berjalan-jalan, ke museum juga bisa memperluas wawasan Anda termasuk sejarak rokok yang ada di House of Sampoerna.
(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)
Advertisement