Pemerintah Kurangi 50 Persen Pupuk Bersubsidi di Ngawi, Ada Apa?

Pengurangan pupuk bersubsidi di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur membuat masyarakat kebingungan. Apa alasan pemerintah mengurangi jumlah pupuk bersubsidi?

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jan 2020, 12:00 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2020, 12:00 WIB
Stok Pupuk Non Subsidi
Stok Pupuk Non Subsidi (dok: Pupuk Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta - Jatah pupuk bersubsidi 2020 untuk petani di wilayah Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, berkurang drastis hingga 50 persen lebih jika dibanding 2019, sehingga membuat petani kebingungan.

Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Tanaman Pangan, Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Eka Sri Rahayu mengatakan, pengurangan jatah terjadi untuk semua jenis pupuk bersubsidi seperti Urea, ZA, SP-36, NPK, dan Organik.

"Untuk tahun 2020 ini memang pengurangan jatah pupuk bersubsidi sangat drastis dibanding tahun kemarin dan tahun-tahun sebelumnya," ujar Eka Sri Rahayu kepada wartawan di Ngawi, Kamis, 23 Januari 2020, dilansir dari Antara.

Menurut dia, sesuai data, untuk pupuk bersubsidi jenis Urea aloksi Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) petani tahun 2020 mencapai 50.130 ton, berkurang menjadi 22.727 ton. Pupuk SP-36, aloksi RDKK petani pada 2020 mencapai 24.424 ton, berkurang menjadi 4.436 ton.

Pupuk ZA, aloksi RDKK petani pada 2020 mencapai 30.538 ton, berkurang menjadi 11.662 ton. Pupuk NPK, aloksi RDKK petani tahun 2020 mencapai 61.299 ton, berkurang menjadi 30.400 ton. Serta pupuk organik aloksi RDKK petani mencapai 82.612 ton, berkurang menjadi 10.163 ton.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini


Kebijakan Pemerintah Pusat

Wujudkan Ketahanan Pangan, Kementan Terus Kawal Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Pemberian pupuk bersubsidi ini haruslah memenuhi enam prinsip utama yang sudah dicanangkan atau disebut 6T.

Selanjutnya, Eka menjelaskan, saat ini upaya yang dilakukan Dispertan adalah berusaha meyakinkan petani bahwa pengurangan alokasi pupuk bersubsidi tersebut merupakan kebijakan dari pemerintah pusat.

Hal itu sesuai dengan keinginan pemerintah agar petani menggunakan sistem pemupukan yang berimbang dan secara perlahan mengurangi ketergantungan petani dari pupuk kimia.

Selain itu petani disarankan untuk meningkatkan kembali penggunaan pupuk organiknya.

Dengan kebijakan pengurangan tersebut, mau tidak mau petani menggunakan pupuk non-subsidi yang harganya dua kali lipat dari pupuk bersubdisi untuk memenuhi kebutuhannya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya